ads
Thursday, January 10, 2019

January 10, 2019
2


Ban truk yang dikemudikan si sopir Sunda mendadak bocor. Si sopir Sunda sigap berseru kepada kernet Jawa, “Cokot dongkrak!” Si kernet menyahut, “Atos, Pak.”
Beberapa menit kemudian si Sopir berkata lagi dengan suara agak keras, “Cokot dongkrak, Dik!” Si kernet kembali menjawab dengan suara yang tidak kalah kerasnya, “Atos, Pak.”
Berkali-kali si sopir menyuruh kernetnya “Cokot dongkrak!”, berkali-kali pula si kernet menjawab “Atos, Pak.”
Menyadari ada something wrong dalam percakapan antara dirinya dan kernet, si sopir lalu berkata kepada si kernet dengan menggunakan bahasa nasional, bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
“Dari tadi aku menyuruhmu mengambil dongkrak, kamu selalu menjawab ‘sudah’, tetapi mana dongkraknya?” cetus si sopir.
“Kapan Bapak menyuruh saya mengambil dongkrak? Dari tadi Bapak hanya menyuruh saya menggigit dongkrak, makanya saya jawab ‘Keras, Pak.’”
Usut punya usut, ternyata dalam bahasa Sunda, “Cokot” artinya adalah ambil, sedangkan “atos” artinya sudah. Sementara dalam bahasa Jawa, “Cokot” artinya gigit, dan “Atos” artinya keras.
***

Anekdot di atas saya dapatkan dari seorang teman asal Sunda. Malam ini anekdot tersebut saya sampaikan ulang kepada audiens (remaja masjid) saat mengkaji Arbain Nawawi hadits ke-5 perihal bid’ah, secara bahasa dan istilah; lughawiyah dan syar’iyyah.
Jika dua orang berselisih paham perihal kata bid'ah tanpa didahului kesepahaman maknanya, maka yang terjadi tak ubahnya “Drama Sopir Sunda vs Kernet Jawa”. Sampai tanggal 30 Februari sekalipun, drama hot itu tidak akan pernah mereda. Bahkan, semakin memanas. Apalagi jika dibumbui dengan kampretisasi dan cebongisasi, semakin lengkaplah bara dan daya ledak di antara mereka. Ini berbahaya. Setidaknya bagi kesehatan jiwa.
Miturut dhawuhipun Alfred Korzybski, sang peletak dasar teori General Semantics, penyakit jiwa individual maupun sosial disebabkan oleh kerancuan menggunakan bahasa. Makin gila seseorang, makin cenderung dia menggunakan bahasa (kata-kata) yang salah atau menutupi kebenaran.
***

*) Butuh pencerahan dari teman-teman asli Sunda, yang benar itu "Cokot" atau "Jokot", ya?

2 comments:

Rizqi Mukhlis said...

Mantap Pak 😊
Kadang perbedaan cuma sebatas pengucapan, seperti yang dialami "si kecap" 😆 leres mboten pak?😁

Irham Sya'roni said...

Rizki Mukhlik@ Iya, Riz. Tadi malam ke mana kok tidak ada dalam barisan audiens?