Namanya
Pak Tukirin atau Pak Tukiran. Orang-orang di kampungnya lebih karib
memanggilnya Pak Gundul, walaupun senyatanya kepalanya tidaklah gundul. Usianya
mungkin sekira 70-an tahun.
Hampir
setiap bulan beliau mengunjungi rumah kami. Selain bersilaturahim, al-maqshud
al-a'zham dari ke-rawuhan-nya ke rumah kami adalah untuk mengambil
haknya sebagai seorang fakir. Bukankah di dalam harta kita sejatinya terselip
hak bagi orang-orang fakir dan miskin? Dan, beliau adalah salah satu dari
sekian banyak orang fakir yang berhak atas harta kami.
Sudah
sekian bulan beliau biasa mengunjungi rumah kami. Biasanya dengan mengayuh
sepeda angin tua beliau sampai kemari. Walaupun sebetulnya langkah beliau sudah
tidak lagi kukuh karena memang sudah dimakan usia. Orang Jawa bilang sudah gruyah-gruyuh.
Setiap kali kami minta masuk ke rumah, beliau selalu menolak dan lebih memilih
duduk lesehan di teras.
“Nyuwun
pangapunten nggih, Mas, saya selalu merepotkan jenengan dengan
meminta-minta sedekah. Ini saya lakukan karena terpaksa; karena saya sudah
tidak bisa lagi bekerja, sementara anak saya masih SMP dan membutuhkan biaya
sekolah. Bagi saya, lebih baik meminta daripada mencuri.” Kalimat itu yang
masih saya ingat saat pertama kali beliau silaturahim kemari. Suaranya lirih,
dengan napas yang tidak lagi teratur. Panjang dan tersengal-sengal.
Saat
itu saya membatin, bagaimana bisa seorang kakek seusia beliau masih mempunyai
anak SMP. Ternyata, beliau adalah ayah tiri (orang Jawa menyebutnya bapak
sambung).
Selama
Ramadhan ini, karena kesibukan ini dan itu, keberadaan beliau sempat
terlewatkan. Barulah tadi sore, saat mengantarkan zakat fitrah dan sedekah
kepada seorang saudara, kabar tentang beliau pun kami dapatkan.
“Tadi
sore penutupan tahlilan di rumah Pak Gundul, Mas,” ujar saudara kami.
“Siapa
yang meninggal?” tanyaku dan Istri.
“Loh,
tidak tahu toh kalau Pak Gundul dipanggil Sang Yang Mahakuasa?”
“Kapan?”
saya dan Istri tercekat.
“Tiga
hari yang lalu.”
“Innaa
lillahi wa inna ilaihi raji'iun...! Maafkan kami, Pak Gundul, yang dengan
dalih kesibukan Ramadhan, kami ternyata telah abai untuk memedulikan kabar panjenengan.
Doa kami, semoga panjenengan husnul khatimah. Aamiin...”
#AllahuYarhamHu
12 comments:
Seharusnya negara hadir untuk kaum atau orang-orang yang sudah sepuh. Negara wajib menyantuninya. Tapi itulah nasib di negara kita. Jika sudah tua pun tetap harus berusaha keras untuk menghidupi diri sendiri.
Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun
Semoga uluran tangan kita kepada mereka dicatat oleh Allah sebagai amal baik dan diridhai-Nya, ya, Mas. Aamiin
Semoga beliau husnul khatimah, ya, Mbak. Aamiin
Takutnya tua ku nanti tidak ubahnya seperti almarhum bapak gundul.
Innaa lillahi wa inna ilaihi raji'iun
aamiin...
Semoga Allah memudahkan kehidupan kita pada hari tua kelak, ya, Mas.
Semoga husnul khatimah
Terima kasih, Bunda Nathalia.
aamiin... baca postingan ini sy jadi teringat se2orang,ibu2 tua yg biasanya dtg ke rmh tpi skrg udah lama ga dtg,jdi kepikiran...
Semoga si ibu tersebut senantiasa dalam lindungan Allah Swt. Aamiin...
Post a Comment