ads
Monday, January 2, 2012

January 02, 2012

Kalau Anda pernah menghadiri pemakaman, entah itu pemakaman keluarga, sahabat, kawan, tetangga, atau siapa saja, coba perhatikan perbuatan si mayit tersebut sewaktu masih hidup. Bila ternyata dulunya ia adalah orang yang tidak lurus-lurus amat hidupnya; dalam arti kalaupun beragama, ia beragama sambil lalu atau setengah-setengah, maka coba tanya diri sendiri kira-kira apa yang akan dilakukan si mayit tersebut apabila diberi kesempatan untuk hidup kembali oleh Allah swt.. Apakah menurut Anda ia akan berbuat baik terus-menerus? Insya Allah, jawabannya adalah ‘Ya.’

Allah swt. berfirman, “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: ‘Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia)’.” (Q.s. Al-Mu’minun [23]: 99)

Atau, coba bayangkan, kematian itu menggunakan prosedur yang memperbolehkan calon mati mengetahui hari kematiannya. Umpamanya prosedur kematian menyatakan bahwa setiap satu pekan sebelum hari kematian, dikeluarkan pengumuman mengenai siapa yang akan meninggal pekan depan. Menurut Anda apa yang akan dilakukan oleh manusia dalam menyikapi prosedur permakluman kematian seperti ini? Taubat! Ya, Insya Allah, masjid-masjid akan selalu dipenuhi oleh orang-orang yang bertaubat.

Sayangnya, kedua perumpamaan di atas tidak berlaku. Dan sayangnya juga, sebagaimana jodoh dan rezeki, ajal juga termasuk sesuatu yang misterius yang tidak ada seorang pun mengetahui kapan dan di mana ia akan meninggal. Oleh karena itu, sepatutnyalah kita yang sekarang ini masih diberi kesempatan hidup melakukan perbuatan-perbuatan baik, melaksanakan perintah-perintah Allah, dan menjauhi segala larangan-Nya. Sepatutnya kita yang masih hidup ini memanfaatkan usia kita dengan taubat sebelum pintu taubat itu tertutup.

Sepenggal Kisah Inspiratif
Pada suatu hari Umar bin Khaththab r.a. masuk ke rumah Rasulullah saw. dalam keadaan menangis, padahal beliau terkenal orang yang keras dan kuat hati. “Di depan pintu Rasulullah, ada seorang pemuda yang menangis tersedu-sedu. Aku terharu melihatnya, hingga aku sendiri turut menangis,” ujar sahabat Umar.

Rasulullah saw. berkata, “Perintahkan dia masuk!”

Anak muda itu pun masuk ke rumah Rasulullah dalam keadaan masih mencucurkan air mata. Rasulullah lalu bertanya, “Apakah sebabnya engkau menangis, wahai anak muda?”
“Aku menangis mengenang dosaku yang amat banyak. Saking banyaknya, rasanya pundakku tiada kuasa lagi memikulnya,” tutur sang pemuda.

Kemudian Rasulullah bertanya, “Apakah engkau berbuat syirik, menyekutukan Tuhan?”
“Tidak!” jawab pemuda itu.

“Kalau demikian, Tuhan akan mengampuni dosa-dosamu, walaupun dosamu itu seberat langit, bumi, dan gunung,” sahut Rasulullah saw..

“Dosaku lebih berat daripada itu lagi,” kata pemuda itu.

“Apakah dosamu itu lebih berat dari seluruh tahta?” tanya Rasulullah saw..
“Memang, lebih berat dari itu, ya Rasulullah.”

Rasulullah bertanya lagi, “Apakah lebih berat daripada Arsy?”

“Lebih berat lagi!”

“Apakah dosamu itu lebih berat dari Tuhanmu sendiri, yang mempunyai sifat pengampun dan penerima taubat?” sahut Rasulullah saw..

“Tidak, ya Rasulullah. Ampunan Tuhan lebih berat daripada dosaku. Tidak ada sesuatu yang lebih berat daripada ampunan Tuhan.”

“Terangkanlah dosa yang telah engkau lakukan itu. Jangan engkau segan dan merasa malu-malu.”

Akhirnya, anak muda itu menerangkan, “Saya bekerja sebagai penjaga kuburan, sudah tujuh tahun lamanya. Pada suatu hari, seorang budak perempuan meninggal dan dikuburkan di pemakaman yang saya jaga itu. Saya digoda oleh iblis, sehingga di waktu malam aku bongkar kuburan itu kembali. Saya curi kain kafan yang membalut mayat wanita itu. Kemudian saya meninggalkan tempat itu.”

Pada suatu ketika yang lain, saya berjalan kembali ke dekat kuburan itu. Tiba-tiba wanita yang sudah mati itu bangkit dari kuburnya dan berkata kepada saya dengan suaranya yang lantang, “Celakalah engkau, hai anak muda! Tidakkah engkau melakukan perbuatan kejam terhadap seorang wanita yang tidak berdaya lagi? Sampai hatikah engkau membiarkan aku menghadap Tuhan dalam keadaan telanjang?”

Mendengar keterangan itu, Rasulullah sangat marah seraya berkata, “Engkau memang seorang yang fasik dan akan masuk neraka!”

Seketika itu juga beliau mengusir anak muda itu. Dengan gemetar tetapi masih dalam keadaan sadar, anak muda itu menyesali perbuatannya itu tiada putus-putusnya. Setiap malam ia berkhalwat dan tak habis-habisnya menyesali perbuatannya yang zalim itu.
Dia selalu memohon doa kepada Tuhan, “Ya Tuhanku, aku menyatakan taubat dari perbuatan yang sesat itu. Jika Engkau masih memberikan ampunan atas dosa yang aku perbuat itu, maka sampaikan hal itu kepada Rasulullah. Jika dosaku itu memang tidak Engkau ampuni lagi, maka turunkanlah api dari langit untuk membakar kulitku sehingga aku menjadi hangus, sebagai balasan atas dosa yang aku lakukan itu.”

Tidak berapa lama kemudian Malaikat Jibril menyampaikan wahyu kepada Rasulullah, bahwa Tuhan mengampuni dosa anak muda itu, sebab taubatnya itu dilakukan dengan penuh ketulusan dan keikhlasan.

Setelah wahyu turun, maka Rasulullah memanggil si pemuda dan menyampaikan kepadanya berita yang menggembirakan itu.

Untaian Mutiara Kata
1. Orang alim yang berbuat dosa lebih berat siksanya, dibandingkan dengan orang bodoh yang berbuat dosa. (Mansyur Abdul Hakim)

2. Keadaan hamba ini hanya ada empat macam: Nikmat, balak, taat, dan maksiat. Maka jika ada di dalam nikmat, kewajiban hamba adalah bersyukur kepada Allah dan jika menerima balak harus sabar. Dan, jika dapat melakukan ketaatan harus merasa mendapat taufik hidayat dari Allah. Dan, bila tergelincir dalam dosa maksiat, maka harus membaca istighfar. (Abul Abbas)

3. Dosa yang paling berbahaya adalah dosa yang dianggap remeh oleh pelakunya. (Ali bin Abi Thalib)

4. Antara tanda-tanda orang yang bijaksana, yaitu hatinya selalu berniat suci, lidahnya selalu basah dengan dzikrullah, kedua matanya menangis karena penyesalan (terhadap dosa), segala perkara dihadapinya dengan sabar dan tabah, serta mengutamakan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia. (Utsman bin ‘Affan)

5. Jangan memandang kecilnya suatu kemaksiatan, tetapi lihatlah kepada kebesaran Dzat yang engkau telah melakukan kemaksiatan kepada-Nya. (Bilal bin Rabah)

6. Mencaci orang Muslim itu dosa, dan membunuhnya adalah kekufuran. (Sabda Nabi saw.)

7. Janganlah berputus asa terhadap rahmat Allah karena maksiat yang telah kalian lakukan. Cucilah kotornya pakaian agama dengan air taubat, istiqamah, dan ikhlas. Kemudian, harumkanlah pakaian itu dengan parfum makrifat. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani)

8. Andaikata jiwa terus sadar dan waspada, maka ia akan terus melakukan yang terbaik. Jika tidak, maka ia akan terjebak pada perasaan bangga, ketakaburan, dan sikap meremehkan orang-orang lain. Akhirnya, ia akan berkata, “Aku telah memiliki segalanya, aku berhak untuk berbuat apa saja!” Orang seperti itu akan membiarkan hawa nafsunya terjun ke dalam dosa-dosanya. Padahal, kalau saja ia berdiri di pantai kerendahan hati dan jiwa pengabdian pada Allah, akan selamatlah ia. (Ibnul Qayyim Al-Jauziyah)

9. Musibah bagi orang Mukmin dapat menghapus dosa-dosanya (jika ia bersabar). (Sabda Nabi saw.)

10.Barangsiapa yang selalu kenyang perutnya, maka banyak dagingnya. Barangsiapa banyak dagingnya, maka besar syahwatnya. Barangsiapa besar syahwatnya, maka banyak dosanya. Barangsiapa banyak dosanya, maka keras hatinya. Barangsiapa keras hatinya, maka ia akan tenggelam dalam lautan kenistaan dan kemewahan duniawi. (Yahya bin Mu’adz Ar-Razi)

11.Janganlah seseorang hamba itu mengharap selain kepada Tuhannya dan janganlah dia takut selain kepada dosanya. (Ali bin Abi Thalib)

12.Bila menghadapi kebodohan dan luapan hawa nafsu orang bodoh, sebaiknya engkau diam dan bersabar. Namun, jika mereka melakukan maksiat kepada Allah swt., engkau tidak boleh diam. Sebab, diam terhadap maksiat adalah dosa. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani)

13.Iblis itu celaka karena lima hal; tidak pernah mengakui dosa yang dilakukannya, tidak pernah menyesal setelah melakukan perbuatan dosa, tidak pernah mencela dirinya, tidak pernah punya niat untuk bertaubat, dan putus asa dari rahmat Allah. (Muhammad Ibnu Dauri)

14.Kerusakan hati manusia itu disebabkan oleh enam faktor, yaitu sengaja berbuat dosa dengan harapan dosanya nanti diampuni, memiliki ilmu tetapi tidak diamalkan, apabila beramal tidak ikhlas, memakan rezeki Allah tetapi tidak pernah bersyukur, tidak ridha dengan pemberian Allah, dan sering mengubur orang mati tetapi tidak mau mengambil pelajaran dari kematian itu. (Hasan Al-Basri)

15.Termasuk dalam golongan dosa besar ialah jika seseorang berani memaki kedua orangtuanya sendiri. (Sabda Nabi saw.)

16.Wahai anak cucu Adam, meninggalkan dosa jauh lebih baik daripada melakukan dosa lalu bertaubat. (Hasan Al-Bashri)

17.Takutlah kamu akan perbuatan dosa di saat sendirian, di saat inilah saksimu adalah juga hakimmu. (Ali bin Abi Thalib)

18.Yang paling ringan bagi manusia adalah meninggalkan shalat. Sedemikian ringannya hingga banyak manusia yang tidak merasa berdosa ketika meninggalkannya. (Imam Al-Ghazali)

19.Di antara keberakalan orang berakal adalah ia tidak mencela karena suatu dosa. Sebab, mungkin aku mencela seseorang dengan dosanya lalu aku mengalami dosa itu setelah dua puluh tahun. (Yahya bin Mu’adz)

20.Manakala kalbuku mulai melemah dan semua upayaku menemui jalan buntu, aku jadikan harapan beroleh pemaafan dari-Mu sebagai tanggaku. Dosa-dosaku terasa sangat besar, tetapi manakala kubandingkan dengan pemaafan-Mu, wahai Tuhanku, ternyata pemaafan-Mu jauh lebih besar.(Imam Syafi’i)

21.Allahlah yang memperbaiki orang yang berbuat kerusakan, merengkuh hati orang-orang yang berpaling, menerima taubat orang yang bertaubat, menunjuki orang yang sesat, menyelamatkan orang yang rusak, mengajari orang yang bodoh, menunjuki orang yang kebingungan, dan mengingatkan orang yang lalai. (Ibnul Qayyim Al-Jauziyah)

22.Hati itu juga bisa sakit sebagaimana sakitnya badan, dan obat sakit hati adalah taubat dan lemah lembut. Hati akan keruh sebagaimana keruhnya kaca cermin, dan cara membersihkan hati adalah dengan mengingat Allah. Hati juga bisa telanjang sebagaimana telanjangnya tubuh, maka pakaiannya adalah takwa. Hati juga bisa haus sebagaimana hausnya badan, maka minumannya adalah ma’rifat (mengenal Allah), cinta, tawakkal, taubat, dan selalu menolong manusia. (Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah)

23.Setiap Bani Adam pasti bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang segera bertaubat kepada Allah. (Sabda Nabi saw.)

24.Amal yang paling baik adalah amal yang diterima oleh Allah. Bulan yang paling baik adalah bulan yang di dalamnya engkau bertaubat kepada Allah dengan taubat nashuha (taubat yang sungguh-sungguh). Hari yang paling baik adalah hari saat engkau pergi meninggalkan dunia dan kembali kepada Allah dalam keadaan beriman kepada-Nya. (Ali bin Abi Thalib)

25.Ketergesa-gesaan itu datangnya dari setan, kecuali dalam lima hal. Sebab, yang lima hal itu termasuk sunnah Nabi, yaitu segera memberi jamuan kepada tamu apabila ia telah masuk, segera mengurus mayat jika sudah jelas kematiannya, segera menikahkan anak perempuan jika ia sudah dewasa, segera membayar hutang jika telah tiba waktu pembayarannya, dan segera bertaubat ketika terlanjur melakukan maksiat. (Hatim Al-Asham)

26.Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba sebelum nyawanya sampai di kerongkong. (Sabda Nabi saw.)

27.Barangsiapa yang bertaubat kepada Allah selagi belum terbit matahari dari arah barat, maka Allah menerima taubatnya. (Sabda Nabi saw.)

28.Perbanyaklah istighfar di rumah kalian, di depan hidangan kalian, di jalan, di pasar, dalam majelis-majelis kalian, dan di mana saja kalian berada! Karena, kalian tidak tahu kapan turunnya ampunan. (Hasan Al-Bashri)

29.Betapa banyak manusia yang dihukum secara berangsur-angsur melalui kesenangan yang diberikan kepadanya. Betapa banyak manusia yang mendapat cobaan melalui pujian orang lain kepadanya. Betapa banyak manusia yang terpedaya karena kelemahannya disembunyikan oleh Allah. (Ibnu Mas’ud)

30.Janganlah sombong dengan amal, karena kesombongan merusak dan melenyapkan amal. Orang yang mengakui pertolongan Allah pasti tidak sombong dengan amal yang dilakukannya. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani)


0 comments: