ads
Tuesday, January 3, 2012

January 03, 2012

Rasulullah saw biasa memberikan amal untuk dikerjakan oleh masing-masing sahabat sesuai dengan kemampuan mereka. Akan tetapi, para sahabat yang menerima amalan tersebut banyak yang protes. Karena, amal-amal tersebut terlalu ringan, sedangkan mereka merasa masih sanggup mengerjakan amal lain yang lebih berat dan besar pahalanya. Mendengar protes para sahabat, beliau menegaskan agar para sahabat tidak sekali-kali menganggap enteng pahala amalan-amalan yang beliau perintahkan.

Ada dua hal menarik yang dapat kita renungkan dari kisah para sahabat di atas. Pertama, ‘keresahan’ para sahabat yang hanya diberi amalan-amalan ‘ringan’. Mereka bahkan sampai berani mengajukan protes terhadap hal ini. Menurut para sahabat tersebut, mereka janganlah diberikan amalan-amalan yang berpahala kecil ,sebab mereka ingin berlomba-lomba mengumpulkan pahala sebagai pemberat timbangan amal kebaikan di akhirat kelak. Mereka meminta Rasulullah memberikan kepada mereka amalan yang lebih berat yang mestinya juga berpahala lebih berat.

Bandingkan antara semangat beribadah mereka dengan kebanyakan kita sekarang! Dalam hidup kita sekarang, seringkali kita tidak memiliki semangat untuk ber-fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan. Kita sering merasa cukup berada di luar arena menjadi penonton atau bahkan pengulas dan pengkritik perlombaan kebaikan yang dilakukan orang lain. Ketika orang lain bersedekah dan berinfak, kita sering mengomentari mereka mencari muka atau mencari dukungan. Ketika orang lain rajin shalat berjamaah ke masjid walaupun di Subuh yang dingin, kita berdalih dengan hadits yang menyatakan bahwa Islam itu mudah maka janganlah dipersulit. Jadi, cukuplah shalat di kamar saja kalau masih mengantuk. Kita lebih sering memosisikan diri sebagai penonton dan pengkritik tanpa berkeinginan untuk terlibat dalam perlombaan kebaikan itu.

Dalam segala hal, kita jarang berusaha bertanya, “Ibadah apa lagi yang bisa kita tingkatkan?” Kita jarang resah jika tidak dapat meningkatkan amal ibadah kita. Kita sering merasa aman dengan amal yang sudah ‘rutin’ kita kerjakan tanpa ada upaya-upaya untuk menanjak ke level yang lebih tinggi.

Kedua, bagaimana Rasulullah ‘meluruskan’ protes para sahabat yang menganggap bahwa amalan-amalan yang ringan-ringan akan selalu berpahala kecil. Yang terjadi pada masa sekarang adalah begitu mudahnya kita melupakan amalan-amalan kecil untuk dijadikan kebiasaan. Contoh kecil, coba perhatikan berapa banyak orang Islam yang berdoa sebelum makan. Jangankan berdoa, mengawali makan dengan bismillah saja lupa! Kalau makanan sudah siap, langsung saja disikat habis.

Coba perhatikan lagi, berapa banyak orang yang berani mengucap salam ketika bertemu kawan. Jarang! Padahal, Nabi telah bersabda bahwa orang yang mendahului mengucap salam berhak mendapatkan tempat di surga. Tampaknya kawan-kawan kita lebih menyukai ucapan Oh My God, Gile banget Coy, astaga, dan sebagainya, daripada ucapan subhanallah, masya Allah, alhamdulillah, dan sebagainya. Mungkin karena kalimat-kalimat yang mereka lontarkan itu kedengaran lebih keren, sementara kalimat-kalimat yang diajarkan Nabi terkesan usang dan ndeso.

Karena itu, Saudaraku, mari kita budayakan amalan-amalan kecil yang Islami. Mulailah dari yang sederhana, seperti mengucap salam pada saat bertemu, berdoa atau sekadar membaca bismillah pada saat makan, mengucap hamdalah ketika bersin, dan sebagainya, sembari kita terus berusaha meningkatkan ketakwaan kita ke level yang lebih baik. Insya Allah amalan-amalan ringan ini dan upaya kita untuk menjadi pelaku ibadah yang lebih baik bisa menyemarakkan dakwah di lingkungan kita yang gersang ini.

Saudaraku, jangan pernah anggap enteng semua amalan yang bernilai ibadah! Terkadang amal kebaikan yang kecil, yang kita anggap enteng, justru akan memberi kehormatan besar dan keselamatan bagi kebaikan manusia. Sebaliknya, kadang pula amal yang kita banggakan dan sangat banyak, apalagi menjadi sebutan orang-orang, bisa jadi tidak memberi manfaat atau justru menjadi fitnah.

Sepenggal Kisah Inspiratif

Wanita Ummu Mahjan
Ummu Mahjan adalah seorang wanita Madinah berkulit hitam yang tidak pernah mengeluh. Meski miskin dan bertubuh lemah, ia menyadari bahwa dirinya memiliki kewajiban terhadap akidahnya dan masyarakat Islam. Tetapi, apa yang bisa ia lakukan sementara ia sendiri adalah seorang wanita tua yang miskin dan lemah? Ia tidak pernah bimbang dan putus asa tentang hal itu. Baginya, putus asa tidaklah dikenal di hati orang-orang yang beriman.

Ia bahkan tak mau tertinggal dalam membela Islam. Memang, ia tidak bisa berbuat seperti layaknya orang lain. Ia tidak punya harta untuk diinfakkan. Juga tidak memiliki tenaga untuk pergi ke medan perang. Tapi, ia tak pernah mau ketinggalan dalam beramal. Ia ingin dirinya dikenang oleh Rasulullah saw.. Maka, dengan segenap semangat dan sisa tenaga yang ia miliki, ia melakukan suatu pekerjaan yang tidak pernah dilirik oleh orang lain, yaitu membersihkan masjid Rasulullah. Tiap hari beliau membersihkannya, sampai akhir hayatnya.

Kegigihan Ummu Mahjan pun menuai hasil. Malam itu, seusai shalat Isya’, Ummu Mahjan dipanggil menghadap Sang Maha Pencipta. Rasulullah merasa bersedih dan kehilangan wanita mulia itu. Wanita miskin itu begitu lekat dalam ingatan beliau. Setiap hari wanita beruban itu bekerja keras membersihkan masjid. Sehingga rumah Allah itu benar-benar menjadi tempat yang nyaman untuk beribadah dan bermusyawarah.

Wanita tua berkulit hitam itu memang bukan seorang pahlawan, tetapi sejarah telah mengukir namanya dengan tinta emas, meski nama aslinya tidak pernah dikenal orang. Ummu Mahjan adalah contoh dari orang yang mampu berbuat seadanya, tetapi memperoleh kemuliaan dari ketekunan apa yang telah ia lakukan. Ia isi kehidupannya hari demi hari dengan penuh keberkahan sampai akhir hayatnya dengan sebuah pekerjaan yang sederhana namun sarat pahala.

Untaian Mutiara Kata

1. Beramallah dan bersungguh-sungguhlah! Namun, janganlah engkau bergantung pada amal. Orang yang tidak beramal adalah pemimpi, sedangkan orang yang bergantung pada amal adalah sombong dan terpedaya. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani)

2. Janganlah engkau merasa puas dengan menyebut kebaikan para sufi serta dengan berpakaian dan berbicara seperti mereka. Semua itu tidak akan berguna bila perbuatanmu menyalahi mereka. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani)

3. Allah tidak akan menerima amal sunnah sebelum amal wajib dilaksanakan. (Abu Bakar Ash-Shiddiq)

4. Sebaik-baik manusia ialah orang yang panjang umurnya dan baik amalnya, dan sejelek-jelek manusia adalah orang yang panjang umurnya tetapi buruk amalnya. (Sabda Nabi saw.)

5. Nilailah manusia dengan amal mereka. Jangan pedulikan perkataan mereka. Karena Allah swt. tidak membiarkan suatu perkataan kecuali menjadikan amal sebagai bukti atas perkataan itu, apakah ia benar atau dusta. (Hasan Al-Bashri)

6. Masa depan sebagian harapannya ada dalam genggamanmu. Ambillah sebagian untuk beramal shalih. Jangan sampai kamu tertipu dengan harapan yang menjulang sebelum ajal menjemput. Seorang hamba sering menyia-nyiakan amal shalih karena harapan yang tinggi. (Hasan Al-Bashri)

7. Hari ini jika kamu mau berpikir mendalam, adalah seperti tamu yang singgah ke rumah. Sebentar lagi ia akan pergi. Bila kamu memperlakukannya dengan baik (beramal shalih), ia akan menjadi saksi yang menguntungkanmu dan membenarkan apa yang kamu lakukan. (Hasan Al-Bashri)

8. Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah amal yang kontinyu (terus-menerus) walaupun sedikit. (sabda Nabi saw.)

9. Jangan meremehkan kebaikan yang sedikit, walaupun hanya dengan senyuman di wajah ketika engkau bertemu dengan saudaramu. (sabda Nabi saw.)

0 comments: