Keberhasilan Rasulullah saw. membangun umat bukan lantaran
kecanggihan teknologi, kekuatan angkatan perang, atau persenjataan yang
tangguh. Agama Islam yang diperkenalkan Rasulullah berhasil dianut oleh
bermilyar orang hingga hari ini karena Nabi mengerti bagaimana cara
memperkenalkannya supaya bisa meluluhkan hati yang membatu dan sukma yang
membisu. Selain karena campur tangan dari Allah, peran akhlak terpuji yang
selalu ditunjukkan Nabi dalam segenap sisi kehidupannya membuat agama ini lebih
mudah dan lebih cepat menyebar memasuki hati manusia dari ufuk timur hingga
ufuk barat.
Begitu pentingnya akhlak terpuji, sampai-sampai Rasulullah saw.
pada suatu kesempatan berdoa, “Ilahi, tunjukkan padaku akhlak terpuji, karena
tidak ada yang bisa menunjukkannya kecuali hanya Engkau. Hindarkan aku dari
akhlak tercela, karena tidak ada yang bisa menghindarkannya selain Engkau.”
(H.r. Ibnu Abid-Dunya)
Jargon Nabi pada saat berdakwah juga selalu berkait dengan
pembenahan aspek moral, selain tentu saja permasalahan ketauhidan. Sabda Nabi
yang sangat terkenal menyebutkan bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan
akhlak terpuji. Itu berarti akhlak terpuji sesungguhnya sudah dikenal
masyarakat sebelum Nabi terutus. Karena, konsep akhlak terpuji pada dasarnya
sudah dimiliki oleh masyarakat secara naluriah, Nabi hanya meneguhkan kembali
sesuatu yang masih bersifat naluriah itu menjadi sesuatu yang bersifat ibadah.
Sahabat Nabi, Anas bin Malik, suatu ketika mendegar Rasulullah
saw. bersabda, “Akhlak terpuji itu bagian dari amal calon penghuni surga.” Pada
kesempatan yang lain beliau bersabda, “Allah itu terpuji. Dia selalu menyukai
hal-hal yang terpuji. Allah itu pemurah. Dia selalu menyukai sifat memberi. Dia
menyukai akhlak terpuji dan tidak menyukai sebaliknya.”
Dua hadis itu memberikan rumus untuk melihat siapa yang akan
menjadi calon penghuni surga dan siapa yang akan menjadi calon penghuni neraka.
Akhlak di sini tidak bermakna sempit, karena ia meliputi semua bentuk
penghormatan terhadap etika dan nilai-nilai moral baik kepada Allah,
Rasulullah, makhluk Allah yang lain, termasuk lingkungan sekitar kita, bahkan
termasuk diri kita sendiri.
Lantaran sifatnya yang memang terpuji, tidak mengherankan budi
pekerti luhur seperti itu pasti akan mudah mendatangkan pujian dari orang lain.
Dengan demikian, rentan mendapat gangguan riya.
Ubaid Ash-Shaid pernah bertanya pada Zaid bin Aslam, “Ada orang
yang melakukan suatu kebaikan, lalu ia mendengar ada orang memujinya dan ia
senang dengan pujian itu. Apakah hal itu dapat menggugurkan amal baiknya?”
“Apa ada orang yang senang bila dicemooh?” Zaid justru balik
bertanya, “Bahkan Nabi Ibrahim saja pernah berdoa, ‘Dan jadikanlah aku buah
tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian,’ (Q.s. Asy-Syu’ara
[26]: 84).”
Menurut Mujahid, “Jadikanlah aku buah tutur yang baik” itu
maksudnya adalah “pujian yang baik”.
Meski boleh mendapat pujian, tetapi berakhlak terpuji tidak benar
bila diniatkan semata-mata untuk dipuji. Pujian yang dibenarkan juga bukan
pujian yang diharapkan (yang pada tahap berikutnya akan menyuburkan riya’ di
hati kita). Pujian yang dibenarkan adalah pujian yang tidak memengaruhi amal
dan akhlak kita pada saat kita tidak dipuji. Karena, “seorang mukmin itu memang
harus jantan dan terpuji,” demikian kata Nabi.
Sepenggal Kisah Inspiratif
Rasulullah saw. dan Seorang Pengemis Buta
Rasulullah saw. dan Seorang Pengemis Buta
Di sudut pasar Madinah Al-Munawarah, seorang pengemis Yahudi buta
hari demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata, “Wahai
saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia
itu tukang sihir. Apabila kalian mendekatinya, kalian akan dipengaruhinya.”
Sementara itu, setiap pagi pula Rasulullah saw. mendatangi
pengemis buta itu dengan membawa makanan. Tanpa berkata sepatah kata pun,
Rasulullah menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun
pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad.
Rasulullah melakukannya hingga menjelang beliau wafat.
Setelah kewafatan Rasulullah, tidak ada lagi orang yang membawakan
makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari Abu Bakar
berkunjung ke rumah putrinya, Aisyah r.ha.. Beliau bertanya kepada Aisyah,
“Anakku, adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan?”
Aisyah r.ha. menjawab pertanyaan ayahnya, “Wahai Ayah, engkau
adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah
lakukan kecuali satu sunnah saja.”
“Apakah itu?” tanya Abu Bakar.
“Setiap pagi Rasulullah selalu pergi ke ujung pasar dengan
membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana.
Beliau sendiri yang menyuapinya,” terang Aisyah.
Keesokan harinya, Abu Bakar pergi ke pasar dengan membawa makanan
untuk diberikannya kepada pengemis buta itu. Abu Bakar mendatangi pengemis
tersebut dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abu Bakar mulai
menyuapinya, pengemis tersebut marah sambil berteriak, “Siapakah kamu?”
Abu Bakar menjawab, “Aku orang yang biasanya menyuapimu.”
“Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku,” cetus si
pengemis buta, “Apabila ia datang kepadaku, tidak susah tangan ini memegang dan
tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu
menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya
setelah itu ia berikan padaku.”
Abu Bakar tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil
berkata kepada pengemis itu, “Aku memang bukan orang yang biasa datang
kepadamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia itu telah
tiada. Ia adalah Muhammad, Rasulullah saw..”
Setelah pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar, ia pun menangis
dan kemudian berkata, “Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya,
memfitnahnya. Ia tidak pernah memarahiku sedikit pun. Ia mendatangiku dengan
membawa makanan setiap pagi. Ia begitu mulia.”
Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abu
Bakar r.a..
Untaian Mutiara Kata
1. Kecantikan bukan terletak pada pakaian yang dipakai, tetapi ia
bergantung kepada keelokan akhlak dan budi pekerti. (Ali bin Abi Thalib)
2. Adab dan akhlak yang buruk seperti tembikar yang pecah. Tidak
dapat dilekatkan lagi dan tidak dapat dikembalikan menjadi tanah. (Wahab Ibnu
Munabbih)
3. Diam adalah penghulu akhlak, siapa yang gemar bergurau maka ia
dianggap rendah. (Sabda Nabi saw.)
4. Sesungguhnya akhlak yang buruk itu merusak amal sebagaimana
cuka merusak madu. (Sabda Nabi saw.)
5. Keahlian terletak pada akhlak yang lembut. Inilah keahlian
hakiki yang dapat menyelesaikan segala tantangan, dan ini lebih utama daripada
ijazah dan keahlian. (Abbas As-Siisiy)
6. Kalau engkau ingin menjadi raja, pakailah sifat qanaah! Kalau
engkau ingin beroleh surga dunia sebelum surga akhirat, pakailah budi pekerti
yang baik! Kedua sifat ini ialah kawan bahagia. (Ali bin Abi Thalib).
7. Rasakanlah kerendahan saat engkau rukuk dalam shalat. Karena
engkau meletakkan jiwamu pada asalnya, yakni tanah. Mengembalikan cabang ke
pokoknya dengan cara bersujud ke tanah, yang darinya engkau diciptakan. (Imam
Al-Ghazali)
8. Jika engkau berada di rumah orang, hendaklah engkau jaga
matamu! Jika engkau berada di tengah orang banyak, jagalah lidahmu! Dan, jika
engkau berada dalam majelis jamuan, maka jagalah perangaimu! (Lukman Al-Hakim)
9. Orang beradab pasti pandai menghormati keyakinan orang lain,
walaupun dia sendiri tidak sesuai dengan keyakinan itu. (Hamka)
10.Bertambah kuat kepercayaan kepada agama, bertambah tinggi
derajatnya di dalam pergaulan hidup, dan bertambah naik tingkah laku dan akal
budinya. (Hamka)
11.Jadilah seperti pohon kayu yang lebat buahnya; tumbuh di tepi
jalan, dilempar buahnya dengan batu, tetapi tetap dibalas dengan buah. (Abu
Bakar Ash-Shiddiq)
12.Jangan engkau percaya melihat kegagahan seorang lelaki. Tetapi,
jika mereka teguh memegang amanah dan menahan tangannya dari menganiaya
sesamanya, maka itulah lelaki yang sebenarnya. (Umar bin Khattab)
13.Orang yang suka berkata jujur akan mendapatkan tiga hal:
kepercayaan, cinta, dan kehormatan. (Ali bin Abi Thalib)
14.Perkataan itu seperti obat; kalau sedikit bercakap memberi
manfaat, tetapi kalau terlalu banyak bercakap niscaya akan membunuh. (Amr bin
‘Ash)
15.Menunda amal perbuatan baik karena menantikan kesempatan yang
lebih baik merupakan tanda kebodohan dan kelemahan jiwa. (Ibnu Atha’illah)
16.Amal yang paling dicintai Allah ialah yang dikerjakan
terus-menerus meskipun sedikit. (Sabda Nabi saw.)
17.Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi lainnya.
(Sabda Nabi saw.)
18.Kannâs (tukang sapu) itu kan-nâs (sama seperti manusia)!
Sehingga mereka berhak mendapat penghargaan sebagaimana manusia lain. (Abbas
As-Siisiy)
19.Lelaki sejati adalah lelaki yang mau tersenyum kepada orang
yang pernah menghancurkannya. (Al-Mujaini)
20.Bersikap lembutlah kepada orang yang bersikap kasar kepadamu,
niscaya ia akan bersikap lembut kepadamu. (Ali bin Abi Thalib)
21.Siapa banyak bicara, banyak salahnya. Siapa banyak berpikir,
terbukalah tabir. (Ali bin Abi Thalib)
22.Jadilah manusia paling baik di sisi Allah! Jadilah manusia
paling buruk dalam pandangan dirimu sendiri! Dan, jadilah manusia biasa di
hadapan orang lain! (Ali bin Abi Thalib)
23.Barangsiapa suka meremehkan orang lain, maka ia tentu akan
diremehkan oleh orang lain. (Umar bin Khattab)
24.Bila kamu melihat orang-orang berbuat kebaikan, berlombalah
dengan mereka dalam kebaikan. Dan bila kamu melihat orang-orang berada dalam
kebinasaan, tinggalkan mereka dan tinggalkan pula apa yang mereka pilih untuk
diri mereka. (Hasan Al-Bashri)
25.Kebajikan yang ringan adalah menunjukkan muka berseri-seri dan
mengucapkan kata-kata lemah lembut. (Umar bin Khattab)
26.Barangsiapa ingin dicintai Allah dan Rasul-Nya, hendaklah dia
berbicara benar (jujur), menepati amanat, dan tidak mengganggu tetangganya.
(Sabda Nabi saw.)
27.Jauhilah dengki, karena dengki memakan amal kebaikan
sebagaimana api memakan kayu bakar. (Sabda Nabi saw.)
28 Kekurangan dan kelebihan seseorang akan tampak jika kita
terus-menerus menginstropeksi diri.(Ibnu Al-Jauzy)
29.Memenuhi aktivitas keseharian dengan kebaikan lebih baik
daripada diam. Dan diam lebih baik dari memenuhi aktivitas keseharian dengan
keburukan. (Hasan Al-Bashri)
36.Anak itu amanah Allah bagi kedua orangtua, hatinya bersih bagaikan
mutiara yang indah bersahaja, bersih dari setiap lukisan dan gambar. Ia
menerima setiap yang dilukiskan, cenderung ke arah apa saja yang diarahkan
kepadanya. Jika ia dibiasakan belajar dengan baik ia akan tumbuh menjadi baik,
beruntung di dunia dan akhirat. Jika ia dibiasakan melakukan keburukan dan
diabaikan sebagaimana mengabaikan hewan, ia akan celaka dan rusak. (Imam
Al-Ghazali)
37.Tidak ada pemberian orangtua kepada anak yang lebih utama
daripada pendidikan yang baik. (Sabda Nabi saw.)
38.Barangsiapa pada masa mudanya membiasakan diri dengan sebuah
perilaku, maka ia akan terbiasa dengan perilaku itu pada masa tuanya. (Abbas
As-Siisiy)
0 comments:
Post a Comment