ads
Friday, January 6, 2012

January 06, 2012
2

Tidak sepatutnya kita bermegah-megahan tunduk pada pesona dunia dan tidak menjadikannya sebagai medan perjuangan untuk menghimpun aset untuk kembali ke alam akhir kita, yaitu akhirat.

“Kemuliaan dunia diperoleh dengan harta, sedangkan kemuliaan akhirat diperoleh dengan amal salih,” demikian petuah Umar bin Khaththab r.a..

Dua alam ciptaan Allah, alam dunia dan alam akhirat, mutlak berbeda dalam karakteristik dan esensi wujudnya. Walaupun demikian, setiap manusia pasti memasuki dan bergumul di dalamnya. Tak seorang pun dapat menghindar dari keberadaan dua alam tersebut. Alam dunia, dengan segala watak dan karakteristiknya, adalah sebuah perjalanan. Sedangkan alam akhirat adalah persinggahan terakhir kita, kampung halaman, dan rumah kita yang abadi.

Karena itu, meskipun kita dilahirkan di dunia, dan dunia menjadi tempat tinggal kita, namun realitas sejatinya secara spiritual saat ini kita sedang berjalan jauh menuju tempat kembali ysng hakiki, yakni alam keabadian: alam akhirat.

Di sanalah kita akan dihadapkan pada berbagai peristiwa eskatologis yang belum pernah kita jumpai sebelumnya. Di sanalah akan terkuak jati diri kita yang sebenarnya; menjadi individu yang terhormat atau justru hina dina terjerembab ke dalam lumpur keburukan.

Sepenggal Kisah Inspiratif

Derajat bagi yang Memuliakan Lansia

Ali bin Abi Thalib sedang berjalan tergesa-gesa menuju masjid. Ia tak ingin melewatkan shalat Shubuh hari itu bersama Rasulullah saw.. Di tengah jalan, Ali terpaksa memperlambat langkahnya, karena di depannya ada seorang laki-laki tua berjalan tertatih-tatih. Ali tidak mau mendahului lelaki tua itu karena rasa hormatnya. Walhasil Ali pun menjadi terlambat tiba di masjid.

Tiba di masjid, ternyata lelaki tua itu tidak masuk ke dalamnya. Ia terus saja berjalan tanpa menghiraukan bahwa ia sedang berada di depan sebuah masjid pada saat shalat Shubuh tiba.

“Barangkali lelaki tua itu adalah seorang yang kafir, atau yang pasti ia bukanlah orang Islam,” begitu pikir Ali dalam hatinya.

Sewaktu Ali masuk ke dalam masjid, dilihatnya Nabi saw. masih dalam posisi rukuk. Berarti masih tersedia waktu bagi Ali untuk shalat berjamaah dengan diimami oleh Nabi saw..

Usai shalat para sahabat bertanya kepada Rasulullah, “Ada gerangan apa, wahai Rasulullah, sehingga engkau lebih memperlama masa rukuk waktu shalat tadi, padahal sebelumnya hal yang seperti ini belum pernah engkau lakukan?”

Mendengar pertanyaan para sahabat, Nabi segera menjawab, “Saat rukuk tadi, yaitu usai mengucapkan Subhana Rabbiyal ‘Adzimi, aku bermaksud segera mengangkat kepalaku. Tetapi, tiba-tiba pada saat yang sama, Jibril datang. Ia menggelar sayapnya di punggungku sehingga membuat aku terus saja rukuk. Jibril berbuat demikian lama sekali, selama yang kalian rasakan. Baru setelah Jibril mengangkat sayapnya, aku dapat berdiri mengangkat kepalaku.”

“Mengapa bisa terjadi begitu, wahai Rasulullah?” tanya seorang sahabat.
“Aku tak sempat menanyakan hal itu.”

Ternyata Jibril kembali menemui Nabi, dan menjelaskan perihal rukuk yang panjang tadi. “Wahai Muhammad, tadi itu, Ali sedang tergesa-gesa untuk bisa mengejar shalat berjamaah. Tapi, di tengah perjalanan ia bertemu dengan seorang lelaki tua Nasrani yang membuat jalannya menjadi terlambat sampai ke sini. Ali tidak tahu kalau orang itu adalah Nasrani, dan ia biarkan orang tua itu untuk tetap terus berjalan di depannya. Ali tidak mau mendahuluinya. Allah kemudian menyuruhku supaya engkau tetap rukuk sehingga memungkinkan Ali untuk dapat menyusul shalat Shubuh berjamaah. Perintah Allah seperti itu kepadaku bukan hal yang mengherankan bagiku, yang mengherankan adalah perintah Allah kepada Mikail agar ia menahan perputaran matahari dengan sayapnya. Ini tentunya karena perbuatan Ali tadi,” demikian penjelasan Jibril.

Setelah mendapat penjelasan dari Malaikat Jibril, Nabi pun kemudian bersabda, “Inilah derajat orang yang memuliakan orangtua (lansia), meskipun lansia itu adalah Nasrani.”

Untaian Mutiara Kata
1. Ketahuilah, banyak orang yang berpakaian putih bersih namun ternoda agamanya. Berapa banyak orang yang memuliakan dirinya, namun ternyata justru dihinakan oleh dirinya sendiri. Ingatlah, segera kau hapus keburukan yang telah lalu dengan kebaikan yang masih baru. (Abu Ubaidah bin Jarrah)

2. Tidaklah aku melihat seseorang yang takabur terhadap yang berada di bawahnya, melainkan dia ditimpakan oleh Allah kehinaan melalui orang lain yang lebih tinggi darinya. (Abu Hatim Al-Basati)

3. Orang yang banyak tertawa itu kurang wibawanya. Orang yang suka menghina orang lain, maka dia pun akan dihina. Orang yang mencintai akhirat, maka dunia pasti akan menyertainya. Barangsiapa menjaga kehormatan orang lain, maka kehormatan dirinya pun pasti akan terjaga. (Umar bin Khaththab)

4. Barangsiapa memakai pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan di hari akhirat kelak. (Sabda Nabi saw.)

5. Janganlah kalian dengar ucapan ulama yang hanya menggembirakan jiwa dan menghinakan diri kepada penguasa! Mereka tak berdaya di hadapan para penguasa. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani)

6. Bermegah-megahan dengan harta benda –demi Allah– telah menghinakan suatu kaum, merobek tirai, dan mempertontonkan aib diri sendiri. Kamu membelanjakan harta yang banyak dengan cara berlebihan untuk memuaskan nafsu, sementara tidak satu dirham pun yang kamu infakkan di jalan Allah. Hai orang tolol dan hina! Suatu saat kamu pasti akan tahu akibat buruk dari semua itu. (Hasan Al-Bashri)

7. Janganlah engkau menghina ketaatan sekecil apa pun hingga membuat engkau tidak mengerjakannya, dan kemaksiatan sekecil apa pun hingga membuat engkau tidak meninggalkannya. (Imam Al-Ghazali)

8. Kemuliaan ialah membangun umat yang telah binasa, membuka selubung kebodohan mereka, memberi peringatan dan petunjuk, menuntut hak yang terampas, mengingatkan akan kemuliaan yang hilang, membangun umat dari tidur dan kelalaian, serta menyatukan suara untuk memperbarui gerak langkah ke depan. (Muhammad Abduh)

9. Orang yang mulia tidak akan durhaka kepada Allah. Orang yang bijaksana tidak akan memilih dunia dengan meninggalkan akhirat. (Yahya bin Mu’adz)

10.Keterpautan antara dua tangan hanya akan dilakukan oleh dua hati yang saling mencintai. Tangan tidak akan bergerak untuk berjabat tangan secara tiba-tiba, tetapi menanti komando dari hati dan pikiran. (Abbas As-Siisiy)

11.Yang terbaik di antara kalian adalah mereka yang berakhlak paling mulia. (Sabda Nabi saw.)

12.Orang yang mengharapkan kemuliaan dari Allah, namun menyia-nyiakan kebaikan adalah bohong belaka. Siapa yang mengharapkan sesuatu, ia akan gigih memburunya. Dan barangsiapa yang takut pada sesuatu, maka ia akan segela lari meniggalkannya. (Hasan Al-Bashri)

13.Nabi Ibrahim a.s. pernah ditanya, “Wahai Ibrahim, apa sebabnya Allah menjadikanmu orang kesayangan-Nya?” Nabi Ibrahim menjawab, “Karena tiga perkara: (1) aku selalu mengutamakan perintah Allah di atas perintah selain Allah, (2) aku tidak pernah mengkhawatirkan sesuatu (rezeki) yang urusannya telah ditanggung oleh Allah, (3) aku tidak senang makan baik pada sore hari maupun pagi hari, kecuali bersama tamu. (Nabi Ibrahim a.s.)

14.Seseorang yang melihat kebaikan dalam berbagai hal berarti memiliki pikiran yang baik. Dan seseorang yang memiliki pikiran yang baik mendapatkan kenikmatan dari hidup. (Bediuzzaman Said Nursi)

15.Kembalilah menjadi diri, agar lebih berarti. (Hamzah Fansuri)

16.Kemaksiatan akan mewariskan kehinaan, karena kemuliaan itu hanya dapat diraih dengan ketaatan kepada Allah. (Ibnul Qayyim)

2 comments:

insidewinme said...

Islam, Dien yang haq yang mampu memecahkan problem-problem manusia. Dengan menerapkan sistem Islam yang kekal dan mabda’ (ideologi) Islam yang adil, maka kita pasti akan meraih kemuliaan. Tetapi apabila hal tersebut kita lalaikan dan telantarkan, maka kita tertimpa kehinaan dan akan dihina.

Irham Sya'roni said...

Semoga kita senantiasa meniti jalan yang diridhai Allah Swt, ya, Mas. aamiin