ads
Thursday, January 5, 2012

January 05, 2012

Ikhlas, alangkah indahnya makna yang terkandung di dalamnya. Ikhlas berarti bersih dari segala maksud-maksud pribadi, bersih dari segala pamrih dan riya’, bersih dari harap dan kecewa, bebas dari segala simbol-simbol pribadi atau kelompok, bebas dari pada perhitungan untung rugi material. Ikhlas, bersih dari segala hal yang tidak disukai Allah.

Ikhlas dalam menjadikan Allah sebagai Pencipta, Pemilik, Pemelihara, dan Penguasa alam raya. Ikhlas dalam menjadikan Allah satu-satunya Dzat yang diharapkan, ditakuti, dicintai, diikuti, serta satu-satunya Dzat yang diabdi dan disembah.
Ikhlas menerima Muhammad saw. sebagai teladan, penjelas, penyampai risalah Islam yang sempurna, dan ikhlas menerima Al-Qur’an sebagai pedoman hidup.

Ikhlas adalah salah satu tiang akhlak Islami. Tanpanya maka amal akan lenyap bak buih membentur karang. Inilah kualitas paripurna kemurnian hati, hanya karena Allah dan untuk Allah.

Ikhlas merupakan suatu sifat yang sangat agung, suatu rahasia dari rahasia-rahasia yang dititipkan hanya di kalbu para hamba yang dicintai-Nya. Mereka adalah manusia-manusia pilihan yang benar-benar murni ketaatannya serta bersih dari noda-noda syirik, terlindung dari karat-karat jahiliyyah, dan terbebas dari penyakit-penyakit jiwa.

Mereka adalah jiwa yang senantiasa berada dalam kecintaan kepada Al-Haq. Gerak-geriknya adalah dzikrullah. Senyum dan tangisnya hanya karena Allah. Desah dan resahnya pun karena Allah semata. Shalatnya, ibadahnya, hidupnya, matinya, dan semuanya demi Allah Penguasa semesta alam.

Ikhlas adalah tingkat ihsan, yang meyakini sekalipun dirinya tidak dapat melihat Allah, tetapi Allah Maha Melihat apa saja yang kita kerjakan. Ikhlas itu tidak pernah memandang, menghitung-hitung apa-apa yang telah diperbuat, tidak mengharap-harap balasan dan tidak pernah merasa puas dengan amal-amal yang telah dikerjakan. Ikhlas tidak membutuhkan pengakuan dirinya, hawa nafsunya, apalagi orang lain. Ikhlas tidak mencari keindahan, keuntungan, pujian, popularitas, fasilitas, apalagi isi dompet dan tas.

Sepenggal Kisah Inspiratif

Evi, Muslimah yang Ikhlas

Sekali syahadat sudah diucapkan, maka pantang baginya untuk surut menegakkan kalimat Allah dalam kehidupan. Demikian tekad Evi Cristiani, yang kini telah menjadi seorang muslimah sejati.

Belum lagi beres masalah dengan orangtuanya yang menentangnya masuk Islam, Evi harus menghadapi masalah di tempat kerjanya. Gadis berusia 27 tahun bekerja di sebuah biro perjalanan yang mayoritas karyawannya beragama non-muslim. Profesionalisme juga tidak dijalankan di sana, karena sikap sebagian besar karyawannya masih memakai sentimen agama.

Akhirnya, Evi jadi bulan-bulanan para atasan karena dianggap tidak sejalan dengan pola pikir mereka. Ada acara rutin tiap dua pekan sekali yang wajib diikuti oleh karyawan bagian Evi bertugas. Acara yang sarat dengan unsur maksiat itu adalah mengunjungi bar-bar dan bersenang-senang hingga mabuk.

Dulu ia tidak pernah lewatkan acara itu. Tapi, sejak ia masuk Islam, acara seperti itu ia tolak mentah-mentah. Segala alasan ia cari agar bisa terbebas dari dosa itu. Sampai akhirnya atasannya jenuh dan tidak akan mengajak Evi hura-hura lagi.

Beres dengan yang satu itu muncullah masalah lain yang tak kalah menyakitkan. Ketika seorang kawannya pulang dari tugas ke Eropa, ia membawa oleh-oleh yang dibagikan ke rekan-rekan kantornya, tak terkecuali Evi. Oleh-oleh berupa kue itu tak disangka mengandung daging babi. Lantaran Evi tidak tahu ia makan segigit kue itu, lalu kawannya pun berkata, “Evi itu kan ada babinya, kok dimakan juga?"

Mendengar hal itu, Evi pun lari ke kamar mandi dan memuntahkan sebisa-bisa makanan dalam mulutnya sambil beristighfar tak henti-henti. Kawannya pun ia tegur, tidak keras tapi tegas. Si kawan merasa tidak salah dan berkelit. Evi menghentikan debat itu dan coba menyabarkan dirinya.

Ia hanya mampu berdoa semoga Allah memberinya kekuatan untuk dapat bertahan dari cobaan yang silih berganti menimpanya. Sejak itulah kebencian mulai tumbuh subur di antara rekan sejawatnya. Menanggapi hal tersebut, atasannya segera memindahkannya ke bagian lain.

Lagi-lagi di bagian yang baru Evi dihujam oleh fitnah yang bertubi tubi. Manajernya yang baru justru yang menjadi momok lahirnya fitnah tersebut. Cobaan demi cobaan dipuncaki dengan dipanggilnya ia oleh pihak SDM. Ia jelaskan bahwa ia harus menjalankan kewajibannya sebagai muslim, yaitu shalat dan menghindari maksiat. Tidak ada jalan keluar, dan akhirnya surat PHK pun ia dapat.

Evi terima dengan ikhlas. “Rezekiku sudah diatur oleh-Nya,” gumam Evi mantap sambil keluar kantor dengan perasaan lega. Ia yakin, Allah akan memberinya rezeki baru yang lebih halal dan berkah.

Untaian Mutiara Kata
1. Keikhlasan itu membersihkan segala kekotoran. (Al-Junaid Al-Baghdadi)

2. Keikhlasan dalam diri kalian tampak saat kalian tidak tergoyahkan oleh pujian dan celaan orang lain serta tidak pernah mengharapkan sesuatu dari orang lain. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani)

3. Bertauhid itu wajib. Mencari yang halal juga wajib. Menuntut ilmu juga wajib. Ikhlas beramal juga wajib. Dan, meninggalkan kebalikan semua itu juga wajib. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani)

4. Keikhlasan adalah menjaga diri dari campur tangan makhluk, dan sifat shidiq (jujur) berarti membersihkan diri dari kesadaran akan diri sendiri. Orang yang ikhlas tidaklah bersikap riya’ (pamer) dan orang yang jujur tidaklah takjub pada diri sendiri. (Abu Ali Ad-Daqqaq)

5. Keikhlasan tidak dapat dipandang sempurna kecuali dengan cara menetapi dengan sebenar-benarnya dan bersabar untuknya. Sedangkan jujur hanya dapat dipenuhi dengan cara berikhlas secara terus-menerus. (Dzun Nun Al-Mishry)

6. Apabila mereka melihat keikhlasan di dalam keikhlasannya, maka keikhlasan mereka itu memerlukan keikhlasan lagi.(Abu Ya’qub As-Susy)

7. Cacat keikhlasan dari masing-masing orang yang ikhlas adalah penglihatannya terhadap keikhlasannya itu. Jika Allah menghendaki untuk memurnikan keikhlasannya, dia akan mengugurkan keikhlasannya dengan cara tidak memandang keikhlasannya sendiri sehingga jadilah ia sebagai orang yang diikhlaskan Allah (mukhlash), bukan orang yang berikhlas (mukhlish). (Abu Bakr Ad-Daqqaq)

8. Hanya orang yang ikhlas sajalah yang mengetahui riya’. (Sahl bin Abdullah)

9. Keikhlasan adalah melupakan pandangan makhluk melalui perhatian yang terus-menerus kepada Khalik. (Abu Utsman)

10.Menghentikan amal-amal baik karena manusia adalah riya’, dan melaksanakannya karena manusia adalah musyrik. Ikhlas berarti Allah menyembuhkanmu dari dua penyakit ini. (Al-Fudhail)

11.Milikku yang paling berharga di atas dunia ini adalah keikhlasan. Betapa seringnya aku telah berjuang untuk membebaskan hatiku dari riya’, namun setiap kali aku berhasil, ia muncul dalam warna yang lain! (Yusuf bin Al-Husain)

12.Senyuman yang dibuat-buat tidaklah sama dengan senyuman yang tulus ikhlas. Senyuman yang dibuat-buat adalah sebuah kreasi seni, tak lebih dari sebuah plastik. Sedangkan senyuman yang tulus ikhlas adalah fitrah. (Abbas As-Siisiy)

13.Bila berbicara, berbicaralah dengan niat tulus. Bila diam, diamlah dengan niat tulus pula. Setiap amal yang tidak diawali dengan niat yang tulus, maka akan sia-sia. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani)

14.Barangsiapa rela dengan ketetapan Allah, maka ketetapan itu berlaku padanya dan ia mendapatkan pahala. Dan barangsiapa tidak rela dengan ketetapan Allah, maka ketetapan itu juga tetap berlaku padanya, sedangkan ia terputus amalnya (tidak mendapat pahala). (Ali bin Abi Thalib)

15.Semua amal perbuatan itu bergantung pada niatnya, dan bagi setiap orang itu adalah menurut apa yang ia niatkan. (Sabda Nabi saw.)

16.Niat adalah ukuran dalam menilai benarnya suatu perbuatan. Oleh karenanya, ketika niatnya benar, maka perbuatan itu pun benar; dan jika niatnya buruk, maka perbuatannya pun buruk. (Imam An-Nawawi)

17.Ikhlas dan tauhid adalah pohon dalam hati. Dahannya adalah amal, buahnya kemanisan hidup di dunia dan kenikmatan yang kekal di akhirat. (Ibnul Qayyim Al-Jauziyah)

18.Bila seorang hamba tidak mempunyai kebaikan, maka ia akan melihat dirinya penuh dengan kebaikan. (Hasan Al-Bashri)

19.Seluruh perbuatan yang tidak diniatkan untuk mencari ridha Allah, maka perbuatan itu akan rusak. (Ar-Rabi’ bin Khaitsam)

0 comments: