ads
Monday, August 6, 2007

August 06, 2007
Masih saja ada dokter yang menghiasi kamar prakteknya dengan susu kaleng formula. Masih banyak sales promotion girl pabrik susu formula dengan agresif membujuk para ibu untuk mengonsumsi susu formula.

Ini merupakan kenyatan buruk dan kontraproduktif. Bagaimana tidak, di saat pemerintah bahkan dunia menggalakkan Pekan Air Susu Ibu (ASI) Sedunia Sedunia (World Breasfeeding Week) saban 1-7 Agustus, (oknum) dokter, institusi atau produsen susu justru melakukan agresi menjajakan susu formulanya. Apakah demi sejumput keuntungan mereka mengingkari bahwa, ASI adalah karunia Tuhan yang diberikan kepada anak untuk kepentingan kesehatan dan kualitas kehidupan masa depannya?

Pemberian ASI di Indonesia hingga saat ini masih banyak menemui kendala. Upaya meningkatkan perilaku menyusui pada ibu yang memiliki bayi khususnya ASI eksklusif masih dirasa kurang. Permasalahan yang utama adalah faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung program pemberian ASI, serta diperparah dengan gencarnya promosi susu formula dan ibu bekerja.

Menyusui adalah Wajib
Seiring digelarnya peringatan Pekan Air Susu Ibu (ASI) Sedunia (World Breasfeeding Week), keprihatinan atas fenomena mutakhir tentang ibu pun menyembul. Pasalnya, kebanyakan perempuan (ibu) saat ini cenderung memandang aktivitas menyusui sekadar sebagai proses pemberian makanan dan minuman yang ditransfer ke mulut bayi.

Pada gilirannya, pandangan itu akan berujung pada pandangan lain yang lebih kontraproduktif, yaitu proses menyusui bisa saja digantikan dengan cara memeras ASI kemudian memasukkannya ke mulut bayi dengan menggunakan botol ataupun sendok, guna menggantikan keberadaan puting payudara ibunya.

Mereka lakukan ini, biasanya, karena takut payudaranya akan kendor, atau terlalu sibuk di wilayah publik, atau menyusui mereka anggap sebagai aktivitas yang menguras energi dan melelahkan, dan sebagainya.

Ahmad Musthafa al-Maraghi, dalam kitab tafsirnya, menegaskan bahwa para ahli hukum Islam (Islamic Jurist) bersepakat bahwa menyusui dalam pandangan agama hukumnya wajib bagi ibu kandung. Kelak, sang ibu akan dimintai pertanggungjawaban (al-mas’uliyyah) di hadapan Allah atas kehidupan anaknya. (Tafsir al-Maraghi, Juz I, hal. 185)

Namun, apakah tugas ini semata-mata tugas kemanusiaan yang didorong oleh kesadaran regenerasi umat manusia atau kewajiban legal-normatif kodrati selaku orang yang melahirkannya, ternyata para ulama bersilang pendapat.

Dari kompilasi pendapat yang terlacak, ada benang merah yang bisa ditarik bahwa, meskipun dikatakan wajib syar’iy tetapi kewajiban ini dalam kerangka moralitas kemanusiaan. Namun, perlu diperhatikan bahwa, tugas moral ini bisa saja menjadi kewajiban legal-formal normatif dalam kondisi bayi darurat.

Keunggulan ASI
Merujuk pada Buku Panduan Manajemen Laktasi: Dit. Gizi Masyarakat-Depkes RI, 2001, keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu: aspek gizi, aspek imunologik (kekebalan), aspek psikologi, aspek kecerdasan, neurologis, ekonomis dan aspek penundaan kehamilan.

ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak.

Selain itu, ASI (tepatnya kolostrum/air susu yang berwarna kekuning-kunginan yang keluar setelah bersalin dan mengandung zat anti kuman) sangat membantu mengeluarkan mekonium, yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hitam kehijauan.

Secara psikologis, menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih sayang terhadap bayi. Hal ini akan meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI. Selain itu, pengaruh interaksi atau kontak langsung ibu-bayi akan kian memperkukuh ikatan kasih sayang antara keduanya karena terjadi berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih dalam rahim.

Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan untuk perkembangan sistem syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan bayi. Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki 4.3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8.3 point lebih tinggi pada usia 8.5 tahun, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI.

Secara ekonomis pun, ASI lebih bisa menghemat pengeluaran rumah tangga. Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli susu formula dan peralatannya.

Barangkali untuk aspek terakhir ini tidak banyak perempuan yang mengetahui, bahwa dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal dengan Metode Amenorea Laktasi (MAL).

Peran suami dalam program ini tak kalah penting, yaitu memfasilitasi kebutuhan gizi bagi isteri yang sedang menyusui dan menciptakan suasana nyaman bagi istri sehingga selain fisik, kondisi psikis mereka juga sehat.

Kepada para ayah maupun calon ayah, perlu diingatkan agar membuat istri selalu merasa nyaman dan tenang. Jika tak nyaman atau selalu berpikiran negatif seperti takut ASI tak keluar, sedih, cemas, marah, kesal, kesakitan saat menyusui, malu menyusui sampai lingkungan yang tak menunjang --terutama suami dan mertua, serta keadaan di tempat kerja-- bisa menyebabkan ASI tak lancar.

-----------------------------------------
Tulisan/opini ini dipublikasikan di Koran Merapi pada Senin, 6 Agustus 2007.

0 comments: