ads
Friday, November 16, 2018

November 16, 2018

Malam Sabtu, 9 Shafar 1432 H, kabar duka datang melalui telepon. Bapak saya meninggal dunia, demikian inti warta yang saya terima. Saat itu saya tidak percaya. Bagaimana tidak, Bapak sehat-sehat. Tidak sakit sama sekali. Justru ibu saya yang kala itu sakit. Tetapi, akhirnya saya sadar, kematian adalah hak prerogatif Allah.
Apa yang dialami saudara saya juga menjadi dalil bahwa kematian adalah rahasia Allah. Malam itu, Kang Hani, saudara saya, bersama warga membacakan Yasin dan doa untuk seorang tetangga yang tergolek sakit karena menua. Harapannya, jika Allah menghendakinya sehat, semoga disegerakan sehatnya. Tetapi, jika menghendaki berpulang kepada-Nya, semoga tidak dilamakan sakitnya.
Usai memimpin doa, Kang Hani kembali ke rumah. Baru saja istrinya membukakan pintu, sekonyong-konyong tubuh Kang Hani roboh. Seketika itu juga ia mengembuskan napas terakhirnya. Takdir Allah memang unik. Kang Hani meninggal, sementara tetangga yang didoakan ditakdirkan tetap sehat sampai sekarang.
Apa yang terjadi dengan saudara-saudara kita penumpuang Lion Air JT 610 kian menegaskan bahwa hanya Allah-lah yang mengetahui ajal manusia. Difirmankan dalam Q.S. Luqman ayat 34, “Tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Ayat lain menyebutkan, “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (Q.S. al-A’raf [7]: 34)
Kematian sering diidentikkan dengan kondisi sakit dan lanjut usia. Padahal tidak demikian. Kematian bisa datang kapan saja, di mana saja, kepada siapa saja, dan dalam keadaan apa saja. Ia senantiasa mengintai kita dalam setiap tarikan napas kita.
Menyadari itu, maka langkah terbaik yang bisa kita lakukan hanyalah berbekal dan bersiap-siap menghadapinya. Suatu hari Abdullah Ibnu Umar bertanya kepada Kanjeng Nabi, “‘Siapakah di antara kaum mukmin yang paling pandai?” Beliau menjawab, “Yaitu orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Merekalah orang-orang yang pandai.” (HR. Ibnu Majah)

*) Dipublikasikan di Surat Kabar Harian (SKH) Kedaulatan Rakyat pada Jumat, 16 November 2018, halaman 12.

0 comments: