ads
Monday, May 28, 2018

May 28, 2018
Sudah semestinya kedatangan Ramadan kita sambut dengan suka cita dan kita isi bulan suci itu dengan segala aktivitas yang bernilai ibadah. Pada bulan itulah pintu-pintu surga dibuka, doa orang-orang yang berpuasa dikabulkan, dosa-dosa yang telah lalu diampuni (dilebur hingga tandas), dan pahala puasa diberikan oleh Allah dengan lipatan yang tiada terkira. Sayangnya, kemuliaan dan keutamaan Ramadan ini tidak dimanafaatkan secara sungguh-sungguh oleh sebagian orang sehingga jadilah mereka termasuk orang-orang merugi.
Siapakah sajakah yang merugi pada bulan Ramadan?
1.   Orang yang tidak berpuasa tanpa ada udzur syar’i.
Ada dua kategori orang yang tidak berpuasa:
Pertama, orang yang (terpaksa) tidak berpuasa karena ada udzur syar’i (alasan yang bisa diterima syariat). Apa saja udzur syar’i itu? Yaitu: (1) orang yang sakit, (2) orang yang sedang dalam perjalanan jauh (musafir), (3) orang yang tidak kuat lagi berpuasa karena berusia renta, (4) wanita hamil, dan (5) wanita yang menyusui.
Kedua, orang yang tidak (mau) berpuasa karena tidak ada udzur syar’i. Orang seperti ini enggan berpuasa dikarenakan ndableg, ogah, atau malas. Terhadap orang seperti ini, para ulama membagi hukum keislaman mereka ke dalam dua bagian.
a.   Tetap dihukumi Islam jika dia tetap meyakini bahwa puasa Ramadan adalah wajib. Hanya saja, karena kemalasannya dia tidak berpuasa. Jika meninggal, dia tetap diperlakukan sebagai jenazah muslim; dimandikan, dikafani, dishalati, dan dimakamkan.
b.   Dihukumi keluar dari Islam jika dia tidak lagi meyakini kewajiban puasa Ramadan. Dengan angkuhnya dia meyakini dan mengatakan bahwa puasa Ramadan itu tidak wajib. Jika meninggal, dia tidak berhak diperlakukan sebagai jenazah muslim, tetapi jenazah nonmuslim.
2.   Orang yang tidak memedulikan thalabul ilmi asy-syar’i (mencari ilmu syariat) yang berkenaan dengan puasa. Sehingga mengakibatkan kejahilan dirinya terhadap hal-hal yang membatalkan puasa. Tersebab itulah dia menjadi tidak sadar atau tidak tahu manakala melakukan perkara yang membatalkan puasa.
Orang yang tidak tahu tentang hukum memang dima’fu alias dimaafkan oleh Allah. Tetapi, jika ketidaktahuannya dikarenakan keengganannya belajar maka tidak dimaafkan.
3.   Orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan pahala alias tidak diterima oleh Allah Ta’ala. Yang dia dapatkan hanyalah lapar dan dahaga. Secara fiqih puasanya memang sah, tetapi sayang sekali lapar dan dahaganya itu tidak membuahkan pahala (tidak diterima Allah Ta’ala). Bisa jadi karena puasanya tidak lillahi ta’ala. Bisa jadi pula karena ucapan kotor, dusta, ghibah, namimah, sumpah palsu, memandang dengan syahwat, dan perbuatan-perbuatan buruk lain yang dilakukan saat berpuasa.
Rasulullah bersabda:
 مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ - رواه البخاري 

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR. Bukhari: 1804)
4.   Orang yang berpuasa dan sah puasanya juga mendapat pahala, tetapi dia tidak produktif dalam meraup pahala. Ramadan semestinya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk hal-hal yang produktif, seperti bekerja mencari nafkah, mendaras Alquran, mengkaji kitab, beri’tikaf, bersedekah, dan lain-lain. Bukan justru dihabiskan waktunya untuk mendengkur seharian. Jika tidurnya orang yang berpuasa bernilai ibadah, maka aktivitas produktif dan positifnya tentu jauh lebih bernilai ibadah.

Semoga Allah memberi kelapangan dan kekuatan kepada kita untuk menyemarakkan Ramadan ini dengan segala aktivitas yang produktif, positif, dan bernilai ibadah. Aamiin...

0 comments: