Kewajiban lelaki (suami/ayah) terhadap anak dan istri
tidak hanya memberi nafkah berupa sandang, pangan, papan, dan uang. Lebih dari
itu, lelaki berkewajiban pula mendidik dan membimbing keluarganya menuju jalan
kebaikan. Barangkali kewajiban terakhir inilah yang kadang terlupakan oleh
kita, para suami dan ayah. Saking sibuknya mencari uang, sampai-sampai kita tidak
tergerak untuk meluangkan waktu demi membimbing keluarga. Bahkan, lebih buruk lagi
jika keduanya sama-sama supersibuk sehingga rumah pun berubah fungsi menjadi sekadar
penginapan; tidak ada aktivitas pendidikan, pengajaran, pendampingan, juga pembimbingan.
Sayang sekali, bukan?
Hal itulah yang sempat membuat istri saya khawatir. Setiap
hari suaminya harus bekerja dari pagi hingga petang sebagai buruh. Beruntung masih
ada sedikit waktu untuk bercengkerama sejenak menjelang maghrib. Beruntung pula
terluang waktu untuk mengajar sang buah hati seusai maghrib hingga lepas shalat
Isya’. Tetapi, jika suaminya ada kegiatan di luar, semisal rapat RT, ronda, pengajian,
semaan al-Qur’an, atau lainnya, waktu untuk membimbing keluarga menjadi hilang
pada hari itu.
Kondisi inilah yang membuat istri saya takut sekaligus iri
dan cemburu. Iri karena pada hari itu dia tidak mendapatkan kesempatan berbagi ilmu dan nasihat dengan suaminya. Cemburu karena pada hari itu suaminya bisa berbagi ilmu dan nasihat
kepada orang lain, tetapi tidak kepadanya. Akhirnya, muncullah permintaan khusus dari
istri saya agar saya merekam apa yang saya berikan kepada orang lain. Dengan
begitu, dia bisa menyimak rekaman tersebut di rumah saat senggang. Walaupun
melalui rekaman, dia tetap mendapatkan haknya untuk dididik, dibimbing,
dan diberi nasihat oleh suaminya. Maafkan suamimu ini yang tidak bisa mendampingimu setiap
waktu.
Istriku, demi menjaga rekaman tersebut agar tidak hilang --sehingga kelak bisa
didengarkan pula oleh anak-cucu kita--, saya simpan rekaman itu dalam media daring
berikut. Semoga rekaman ini bisa menggugurkan kewajibanku sebagai suami untuk
berbagi nasihat denganmu. Aamiin.
2 comments:
yang di Youtube kok belum ada, Mas. aku juga pengen menyimak. Mas Irham ini ustadz atau jangan2 sudah level kiai haji kayaknya... ^_^
Level santri Kali Gelis, Mas. Yang penting bisa memenuhi dan mengamankan permintaan istri, Mas, sehingga kelak bisa dijadikan warisan pula untuk anak dan cucu (insyaAllah) jika saya sudah tiada.
Post a Comment