ads
Wednesday, September 10, 2014

September 10, 2014
4

Berawal dari hal sepele, tanpa kusadari berubah menjadi masalah besar. Untung ada Ki Demang yang mendamaikan kami. Andai tidak, pastilah aku dan istri sudah bertikai atau bahkan bercerai hari ini.

Mula ceritanya, ketika tadi pagi istriku, Juwita, membuka HP-ku dan membaca SMS yang aku kirim kepada Budi, temanku.

“Alhamdulillah, istriku Juwita sudah hamil empat bulan, Bud!” tulisku dalam pesan singkat itu.

Tidak kuduga, seketika istriku murka usai membaca pesan singkat itu. Tentu saja aku bingung mengapa dia marah begitu. Bukankah seharusnya dia senang karena aku telah berkirim kabar baik tentangnya kepada Budi, temanku?

“Mas Dul punya istri berapa? Hayo, ngaku!” bentak istriku.

“Kesambet apa sih kamu?! Istriku kan cuma kamu seorang. Hanya kamu dalam hatiku,” terangku. Tetapi, dia tidak mau tahu. Dia tolak semua penjelasanku karena terlanjur tidak percaya lagi kepadaku.

Sampai saat aku berangkat bekerja, dia tetap marah kepadaku. Demi istri tercinta, aku mencoba meyakinkannya bahwa dialah satu-satunya istriku. Kucoba merayunya dengan berkirim SMS kepadanya.

Juwita, aku “sangat mencintaimu”! pesan singkatku untuknya.

Bukan balasan ucapan cinta nan mesra yang kudapat, atau setidaknya cukuplah dia membalas SMS-ku dengan berkirim emoticon mata berkedip-kedip atau simbol hati yang berbunga-bunga. Itu sudah cukup menenangkan hatiku. Ternyata tidak, dia justru semakin murka. Dia bilang SMS-ku tadi membuktikan bahwa cintaku kepadanya hanyalah pura-pura. Aku dituduhnya pembohong. Tidak sungguh-sungguh cinta kepadanya.

Ya Tuhan….!! Bagaimana aku harus membuatnya percaya? Bagaimana aku harus membuktikan ketulusan dan kesungguhan cintaku kepadanya?

Rasanya sudah tidak ada lagi cara untuk membuatnya percaya. Buntu. Mau tidak mau, aku harus menyudahi pertikaian ini. Tidak ada jalan lain, kecuali aku harus bercerai darinya.

“Oke, Mas, siang ini juga kita urus perceraian kita!” pesan singkat terakhir yang ia kirim kepadaku.

Cepat-cepat aku keluar dari kantor lalu melajukan motor. Kencang sekali aku melajukannya sehingga tidak membutuhkan waktu lama aku tiba di rumah, bertemu dengan istriku. Perang besar tidak bisa dielakkan. Beruntung ada Ki Demang yang melerai kami.

“Kenapa kalian bertikai sampai-sampai memutuskan bercerai?” ucap Ki Demang, tenang.

Aku pun menceritakan semua ihwal percekcokan kami. Kusampaikan mula masalahnya, yaitu tentang isi pesan singkatku untuk si Budi, sampai SMS rayuan cintaku kepada Juwita yang justru dibalas murka.

Ki Demang tertawa tergelak-gelak. Hahaha…. Hahaha….

“Lho, kenapa ditertawakan, Ki?” tanyaku, bingung. Begitu juga istriku, dia tidak kalah bingung.

Ki Demang lalu mengurai masalah kami satu per satu. Menurutnya, ada dua masalah utama yang sehingga wajar membuat istriku murka.

Pertama, pesan singkatku kepada Budi.
Alhamdulillah, istriku Juwita sudah hamil empat bulan, Bud!

Kata Ki Demang, kalimat tersebut artinya adalah istriku yang bernama Juwita sudah hamil empat bulan. Jadi, ada kemungkinan aku mempunyai istri lain bernama Dewi, Wati, Yetti, atau lainnya.

Masih kata Ki Demang, agar tidak dipahami secara salah, seharusnya aku memasukkan koma setelah kata “istriku” dan “Juwita”, menjadi Alhamdulillah, istriku, Juwita, sudah hamil empat bulan, Bud!.

Kedua, pesan singkatku kepada istriku.
Juwita, aku “sangat mencintaimu”!

Kata Ki Demang, kata yang dihimpit oleh kutip itu bisa dimaknai berbeda oleh pembaca, menjadi makna yang tidak sesungguhnya.  Dengan memakai kutip atau tanda baca petik, berarti bisa saja aku tidak benar-benar sangat mencintai istriku.

Masih kata Ki Demang, kalau aku bermaksud menekankan kata sangat mencintaimu, aku harus memakai huruf miring, garis bawah, huruf kapital, atau cetak tebal.

Setelah mendapat uraian tentang bahasa dari Ki Demang, aku dan istri menjadi malu. Ah, karena kesalahan tanda baca, hampir aku menghancurkan dalam rumah tangga.

Kami jadi bercerai? Tentu saja tidak! Usai mendapat pencerahan dari Ki Demang, kami justru makin romantis. Kupeluk istriku erat, kubelai manja, lalu ….. (SENSOR). ^_^

***

1.   Tanda baca koma
-      Istriku Juwita sudah hamil empat bulan.
Artinya, istriku yang bernama Juwita sudah hamil empat bulan. Entah dengan istriku yang bernama Dewi, Duwi, Dowi, dan lainnya, mereka sudah hamil berapa bulan atau justru belum hamil.

-      Istriku, Juwita, sudah hamil empat bulan.
Artinya, istriku hanya satu, yaitu Juwita. Dia kini hamil empat bulan.

2.   Tanda baca petik
-      Aku “sangat mencintaimu”!
Artinya, aku tidak benar-benar sangat mencintaimu.


-  Aku sangat mencintaimu!
-      Aku sangat mencintaimu!
-      Aku sangat mencintaimu!
-      Aku SANGAT MENCINTAIMU!
Artinya, aku benar-benar sangat mencintaimu.



4 comments:

Mang Lembu said...

hehehee......mendalam banget keluaran pikiran dan perasaan orang atas sebuah tanda baca....keren mang.

Irham Sya'roni said...

Berarti, tanda baca memang vital dalam bahasa tulis, ya, Pak. Kalau tidak tepat, bisa jadi berakibat fatal seperti cerita suami-istri di atas, ya. :)

Muhammad Lutfi Hakim said...

Sayangnya di HP tidak ada semacam tombol untuk memiringkan teks.

Irham Sya'roni said...

Iya, Mas. Kemungkinan yang bisa dilakukan di HP hanyalah menulisnya dengan huruf kapital.