“Allah membuat perumpamaan bagi orang yang
ingkar; istri Nuh dan istri Luth. Mereka adalah istri dua orang hamba di antara
hamba-hamba Kami yang saleh. Tetapi mereka berkhianat (kepada suami-suaminya).
Maka mereka tiada berdaya suatu apa pun
terhadap Allah. Kepada mereka dikatakan, ‘Masuklah kamu ke dalam neraka Jahanam bersama
orang yang masuk (ke dalamnya).’”
(Q.S. At-Tahrim [66]: 10)
Wa’ilah,
Istri Nabi Luth
Nabi Luth adalah nabi dan rasul
yang diutus oleh Allah untuk menyeru kepada kaum Sodom. Kaum Sodom telah
melakukan dosa menjijikkan dan tercela yang belum pernah dilakukan oleh seorang
pun di muka bumi, yaitu melakukan perbuatan zina antarsesama laki-laki
(sodomi). Maka, diutuslah Nabi Luth untuk menyampaikan risalah suci kepada mereka.
“Mengapa kamu melakukan perbuatan tercela itu
yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu? Kamu
mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu, bukan kepada wanita. Bahkan kamu
ini adalah kaum yang melampaui batas.” (Q.S. Al-A`raf [7]: 80-81)
Meskipun demikian, penduduk Sodom tetap melakukan perbuatan zina itu.
Setelah beberapa waktu, penduduk Sodom berniat untuk mencari cara agar Luth
tidak bisa mengganggu kesenangan mereka. Saat sedang melakukan rapat, mereka
didatangi seorang nenek yang mengusulkan untuk memanfaatkan Wa’ilah, istri Nabi Luth. Mereka pun setuju. Mereka mendatangi Wa’ilah dan
membujuknya untuk memberikan informasi apabila ada laki-laki tampan yang
datang. Dengan iming-iming berupa emas dan perak, Wa’ilah pun bersedia membantu
melancarkan aksi maksiat mereka. Ia selalu memberikan informasi kepada penduduk
apabila ada laki-laki tampan yang datang.
Hari berganti hari, Nabi Luth tetap berdakwah kepada kaumnya. Ia pun memperingatkan tentang datangnya
azab yang akan segera terjadi. Akan
tetapi, penduduk Sodom tetap mau menerima dakwah Nabi
Luth. Allah lalu mengutus malaikat untuk membinasakan kaum Sodom. Mereka datang menyerupai lelaki yang
tampan ke rumah Luth. Istri Luth yang berkhianat pun segera memberitahu
penduduk Sodom tentang keberadaan lelaki tampan itu. Segera setelah itu, penduduk Sodom berbondong-bondong menuju rumah Luth.
Penduduk Luth memaksa Luth untuk menyerahkan lelaki tampan itu, tetapi Luth
menolaknya. Setelah didesak, Luth membuka pintu dan terkaget-kaget karena lelaki
(yang tiada lain adalah malaikat) itu kemudian mengembangkan sayapnya dan
memukul orang-orang durjana itu hingga buta. Nabi Luth lalu bertanya kepada malaikat, “Apakah kaumku akan dibinasakan saat ini
juga?”
Malaikat menjawab bahwa azab ditimpakan setelah subuh. Maka, Luth pun diperintahkan
untuk segera membawa keluarganya pergi. Luth pun segera pergi. Sementara itu,
Wa’ilah yang telah berkhianat ikut menerima akibat seperti kaum Sodom. Azab turun atas dirinya dan kaum Sodom. “Maka tatkala datang azab Kami,
Kami jungkir-balikkan (kota itu) dan Kami turunkan di atasnya hujan batu,
(seperti) tanah liat dibakar bertubi-tubi. Diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan
siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim.” (Q.S. Hud [11]: 82-83)
Kedurhakaan Istri Nabi Nuh
Nabi Nuh diutus oleh Allah swt di tengah kaum yang menyembah berhala. Tak
hanya kaumnya saja, istri dan anaknya yang
bernama Kan’an pun ikut serta menyembah berhala. Ketika Nabi Nuh
mendakwahi mereka, istri dan anaknya itu tidak mau meninggalkan agama
nenek moyang mereka. Bahkan,
mereka seringkali mencoba menghalang-halangi dakwah yang dilakukan oleh Nabi Nuh. Setiap kali ada orang yang datang ingin menjadi pengikut Nuh, mereka menyarankan untuk pulang
saja.
Bulan berlalu dan tahun pun bergulir. Istri Nabi Nuh semakin menunjukkan
penentangannya. Ia sering mengolok-olok Nuh tentang kaum yang mengikutinya.
Bertahun-tahun Nabi Nuh berdakwah, memang tidaklah lebih dari seratus orang
yang mengikutinya. Meski demikian, Nabi Nuh tetap sabar. Ia lalu bermunajat
kepada Allah swt, “Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam maka seruanku itu hanya
membuat mereka lari (dari kebenaran),” (Q.S.
Nuh [71]: 5-6). Allah lalu memerintahkan Nabi Nuh agar membuat bahtera.
Nuh beserta pengikutnya kemudian mendatangkan kayu dan mulai meletakkan
kayu itu di tengah kota yang jauh dari laut dan sungai. Istri Nabi Nuh bertanya
perihal tujuan
dikumpulkannya kayu-kayu itu. Ketika mengetahui tujuannya, istri Nabi Nuh mengejek habis-habisan perbuatan suaminya itu. Penduduk kota tidak
luput pula mengejek Nabi
mulia itu.
Tahun berganti tahun, bahtera itu pun selesai. Kemudian, datanglah perintah
untuk mengumpulkan hewan berpasangan. Nabi Nuh pun melaksanakannya. Istri Nabi
Nuh kebali bertanya tujuan dikumpulkannya hewan-hewan itu. Nabi Nuh lalu
menjawab, “Kelak air bah akan datang hingga menenggelamkan segala sesuatu.
Tidak akan ada yang selamat, kecuali siapa yang naik dalam bahteraku untuk
kemudian memulai kehidupan di dunia baru yang muncul dengan fajar keimanan.”
Istri Nabi Nuh sebetulnya merasa ketakutan dengan
berita mengerikan itu. Namun sayang, jiwanya telah membatu
atau bahkan telah mati. Dia usir perasaan takut itu, lalu pergi memberi tahu kaumnya tentang rencana Nabi
Nuh tersebut. Maka, bertambah keraslah ejekan penduduk
kepada Nabi Nuh.
Janji Allah yang disampaikan kepada Nabi Nuh itu akhirnya benar terjadi.
Air bah (banjir) datang. Langit terbuka dan mencurahkan air hujan ke bumi
sehingga membuat mereka lari tunggang-langgang. Sementara itu, bahtera Nabi Nuh
berlayar di atas air, tanpa istri Nabi Nuh dan putranya, Kan`an,
karena keduanya telah menolak ajakan Nabi Nuh untuk ikut bersama kaum
beriman di dalam bahteranya. Kaum
Nabi Nuh tenggelam, begitu pula istrinya.
0 comments:
Post a Comment