Sambutan
dari Guru Kita, asy-Syaikh al-Mukarram Muhammad Arwani Kudus
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ
اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ لِلّهِ
الَّذِيْ جَعَلَ اَهْلَ الْقُرْآنِ مِنْ اَهْلِهِ وَ خَاصَّتِهِ وَالصَّلاَةُ وَ
السَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ القَائِلِ اِقْرَءُوْا الْقُرْآنَ فَاِنَّهُ يَأْتِيْ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا لِاَصْحَابِهِ وَ عَلَى الِهِ وَ صَحْبِهِ وَ
التَّابِعِيْنَ لِسُنَّتِهِ
Saya
bertawakal kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Setelah saya baca dan teliti
kitab Risalatul Qurra’ wal-Huffazh yang disusun oleh anak (murid) saya,
Abdullah Umar, mulai halaman pertama sampai terakhir, saya nyatakan bahwa semua
yang ditulis di dalam kitab ini adalah benar. Saya juga berkeyakinan bahwa kitab
ini, walaupun kecil, memuat banyak sekali manfaat. Di dalamnya dijelaskan bacaan-bacaan
yang kebanyakan pembaca al-Qur’an masih belum tahu atau ragu bagaimana cara
membacanya yang benar. Karena itulah, Saudara-saudaraku khususnya para pembaca
al-Qur’an, saya harap kalian mau mempelajari kitab ini dan mengamalkan isinya. Jangan
sampai kita termasuk orang yang disebut oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam sabdanya:
رُبَّ قَارِئٍ لِلْقُرْآنِ
وَالْقُرْآنِ يَلْعَنُهُ
“Tidak sedikit orang yang membaca al-Qur’an, sedangkan al-Qur’an justru melaknatnya.”
Banyak orang yang
membaca al-Qur’an, tetapi al-Qur’an yang dibacanya bukan mensyafa’ati, melainkan justru melaknati karena membacanya dengan asal-asalan,
semaunya sendiri, dan tidak digurukan.
Oleh karena itu, pesan
saya, selain kalian mempelajari dan mengamalkan isi kitab ini, kalian juga
harus musyafahah[1] kepada guru al-Qur’an
yang mumpuni dan mendapat lisensi mengajar dari gurunya. Sebagaimana telah diteladankan
pula oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam saat beliau menerima wahyu, beliau bisa membaca ayat-ayat
al-Qur’an secara benar dan fasih tiada lain karena dibimbing oleh Malaikat
Jibril. Boleh dibilang, Malaikat Jibril adalah guru dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal sejatinya derajat
Malaikat Jibril itu di bawah derajat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sini pun masih
bisa kita petik keteladanan bahwa orang yang ingin belajar membaca al-Qur’an
hendaklah tidak memandang derajat dan pangkat (calon) gurunya. Walaupun derajat
(calon) gurunya itu rendah semisal masih muda, termasuk orang miskin, atau
profesinya yang tidak bergengsi, kita tidak boleh urung atau malu untuk belajar
al-Qur’an kepadanya. Jangan malu untuk menjadi muridnya. Mentang-mentang kita lebih
tua, lebih kaya, atau menyandang profesi yang lebih elit, lantas kita tidak mau
berguru kepadanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ambillah
hikmah dari wadah (sumber) mana pun).”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima bimbingan
dari Malaikat Jibril seayat demi seayat sampai akhirnya khatam selama 23 tahun.
Ini pun menjadi pelajaran penting bagi kita bahwa jika kita ingin bisa membaca
al-Qur’an dengan baik, selain minta dibimbing oleh seorang guru juga harus
bersabar dan telaten dalam waktu yang lama. Jangan sampai tergesa-gesa karena
tidak sabar, ingin cepat khatam.
Keteladan lagi
dari beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam, setiap malam pada bulan Ramadhan, beliau menyimakkan ayat-ayat
yang sudah beliau terima kepada Malaikat Jibril dengan cara tadarusan (gantian
membaca). Tujuannya untuk mengoreksi bacaan beliau, siapa tahu ada yang salah. Keteladan
beliau ini sudah semestinya kita ikuti. Jika kita sudah berhasil membaca al-Qur’an
dengan baik, hendaklah kita selalu membuat forum tadarusan dengan guru-guru
kita atau teman-teman kita.
Berpijak pada uraian
saya tersebut, nyatalah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berhasil membaca
al-Qur’an dengan baik karena (1) dibimbing oleh seorang guru, (2) ditempuh
dalam waktu belajar yang lama, dan (3) selalu dibuat tadarusan. Oleh karena
itulah, siapa saja yang ingin bisa membaca al-Qur’an dengan baik dan benar serta
diridhai oleh Allah subhanahu
wa ta’ala, dia harus mengikuti teladan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Harus digurukan
lebih dulu. Tidak boleh hanya diotak-atik dengan akalnya sendiri.
Saya cukupkan sambutan
saya sampai di sini. Apabila ada kesalahan, mohon diluruskan. Terima kasih.
رَبَّنَا آتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
“Ya Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami ini.” (QS. Al-Kahfi: 10)
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ
اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Turabul aqdam
Muhammad Arwani
Kembali ke DAFTAR ISI (Risalatul Qurra' wal-Huffazh)
[1] Musyafahah
berarti saling memperhatikan bibir. Maksudnya, murid dan guru harus bertemu
langsung, saling melihat gerakan bibir masing-masing saat membaca Al-Qur'an. Hanya
dengan cara inilah seorang murid akan belajar membaca al-Qur’an secara benar,
baik dalam makhraj maupun tajwid.
0 comments:
Post a Comment