Sebagian santri yang telah diwisuda pada 2008 |
Saat jam dinding sudah menunjuk pukul 16.00 WIB, anak-anak
masuk ke kelas masing-masing. Mereka memang dikelompokkan dalam beberapa
kelas sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Mereka yang baru belajar
Iqra’ dibimbing di kelas dasar (TPA), sedangkan yang sudah juz ‘amma dan al-Qur’an
dibimbing di kelas lanjut (Madrasah Diniyah 1 dan 2).
Pembelajaran dan bimbingan tersebut kami laksanakan tiga
kali dalam seminggu. Mengapa tidak setiap sore? Mulanya kami berharap demikian,
tetapi karena tidak sedikit anak yang berhalangan pada hari-hari tertentu,
semisal karena ada les atau kegiatan ekstra di sekolah, akhirnya kami putuskan TPA
dan Madin hanya tiga kali dalam seminggu.
Ust. H. Nur Iskandar, S.Pd.I, Ustz. Hj. Siti Alfiyah,
S.Pd.I, dan Ust. Fajar Abdul Bashir, S.H.I, mereka bertiga adalah sesepuh kami dalam
mewujudkan dan mengembangkan TPA serta Madin tersebut. Bahkan, kata Ust. Fajar Abdul Bashir, beliau sudah mengajukan permohonan resmi ke Kanwil Kemenag untuk Madin tersebut. Kebetulan beliau sangat kenal akrab dengan orang-orang penting di Kanwil Kemenag tersebut.
Untuk membantu merealisasikan tujuan mulia mereka, beberapa ustadz dan ustadzah dengan suka rela turut membantu. Di antaranya adalah: saya, istri saya, Ust. Samidi, Ust. Ponijan, Ust. Muhammad Hanan, Ust. Mudzakkir, Ust. Rohmat, Ustz. Dina Muthoharoh, Ustz. Murtini, Ustz. Umi Munafi’ah, dan Ustz. Yayun Ningsih. Masih ada satu ustadzah lagi yang saya lupa namanya. (Kepada Ustadzah, mohon maaf, saya benar-benar lupa nama panjenengan.)
H. Nur Iskandar, Hj. Siti Alfiyah, Ust. Fajar Abdul Bashir, dan keluarga. |
Untuk membantu merealisasikan tujuan mulia mereka, beberapa ustadz dan ustadzah dengan suka rela turut membantu. Di antaranya adalah: saya, istri saya, Ust. Samidi, Ust. Ponijan, Ust. Muhammad Hanan, Ust. Mudzakkir, Ust. Rohmat, Ustz. Dina Muthoharoh, Ustz. Murtini, Ustz. Umi Munafi’ah, dan Ustz. Yayun Ningsih. Masih ada satu ustadzah lagi yang saya lupa namanya. (Kepada Ustadzah, mohon maaf, saya benar-benar lupa nama panjenengan.)
Ada sekira 80 anak yang ikut dalam program TPA dan Madin
tersebut. Benar-benar ramai dan membuat jalan macet saat mereka bubaran dari
belajar sekira pukul 17.15 WIB. (Semoga masih ada dokumentasi audio-visual
mereka untuk saya unggah di sini.)
Sayangnya, suasana tersebut tinggal kenangan. Kalau
tidak salah ingat, sudah empat atau lima tahun ini kegiatan tersebut terhenti. Satu per
satu tenaga pengajar mengundurkan diri karena beragam alasan yang melatarbelakanginya.
Ada yang pindah tempat tinggal, ada pula yang punya kesibukan baru yang lebih
menyita waktu.
Termasuk saya dan Istri, sejak pindah ke rumah baru
yang cukup jauh dari lokasi TPA dan Madin, keaktifan kami pun mulai berkurang.
Apalagi ditambah kesibukan istri merawat dua buah hati yang masih balita, juga kesibukan
saya menjemput rezeki untuk menafkahi anak-istri, kami pun akhirnya terpaksa absen dari
kegiatan di TPA dan Madin.
Oh, ya, sekadar informasi, rumah baru kami berada
di Desa Guwosari Kecamatan Pajangan, sedangkan lokasi TPA ada di Desa Wijirejo
Kecamatan Pandak. Rumah baru kami tidak begitu dekat dengan perkampungan. Hanya
ada beberapa rumah di dekat kami, itu pun masih terpisah oleh beberapa petak
sawah. Bisa dibilang saat ini kami bertetangga dengan sawah dan berkarib dengan
hewan-hewan sawah semisal ular, tikus, burung, kalajengking, dan lain-lain. Hehe…
Bersambung --> 2 & 3
Ini suasana malam hari di depan rumah saya |
Bersambung --> 2 & 3
0 comments:
Post a Comment