ads
Monday, September 15, 2014

September 15, 2014

Sebagian santri yang telah diwisuda pada 2008
Selepas Ashar, banyak anak berduyun-duyun ke mushalla. Canda dan tawa mereka meriuhkan suasana sore itu di sekitaran mushalla. Ada yang jalan kaki, ada pula yang bersepeda. Mereka yang bersepeda, biasanya karena bertempat tinggal agak jauh dari mushalla. Bahkan, tidak sedikit pula yang datang diantar oleh ayah atau ibu mereka dengan mengendarai motor.

Saat jam dinding sudah menunjuk pukul 16.00 WIB, anak-anak masuk ke kelas masing-masing. Mereka memang dikelompokkan dalam beberapa kelas sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Mereka yang baru belajar Iqra’ dibimbing di kelas dasar (TPA), sedangkan yang sudah juz ‘amma dan al-Qur’an dibimbing di kelas lanjut (Madrasah Diniyah 1 dan 2).

Pembelajaran dan bimbingan tersebut kami laksanakan tiga kali dalam seminggu. Mengapa tidak setiap sore? Mulanya kami berharap demikian, tetapi karena tidak sedikit anak yang berhalangan pada hari-hari tertentu, semisal karena ada les atau kegiatan ekstra di sekolah, akhirnya kami putuskan TPA dan Madin hanya tiga kali dalam seminggu.

Ust. H. Nur Iskandar, S.Pd.I, Ustz. Hj. Siti Alfiyah, S.Pd.I, dan Ust. Fajar Abdul Bashir, S.H.I, mereka bertiga adalah sesepuh kami dalam mewujudkan dan mengembangkan TPA serta Madin tersebut. Bahkan, kata Ust. Fajar Abdul Bashir, beliau sudah mengajukan permohonan resmi ke Kanwil Kemenag untuk Madin tersebut. Kebetulan beliau sangat kenal akrab dengan orang-orang penting di Kanwil Kemenag tersebut.
H. Nur Iskandar, Hj. Siti Alfiyah, Ust. Fajar Abdul Bashir, dan keluarga.

Untuk membantu merealisasikan tujuan mulia mereka, beberapa ustadz dan ustadzah dengan suka rela turut membantu. Di antaranya adalah: saya, istri saya, Ust. Samidi, Ust. Ponijan, Ust. Muhammad Hanan, Ust. Mudzakkir, Ust. Rohmat, Ustz. Dina Muthoharoh, Ustz. Murtini, Ustz. Umi Munafi’ah, dan Ustz. Yayun Ningsih. Masih ada satu ustadzah lagi yang saya lupa namanya. (Kepada Ustadzah, mohon maaf, saya benar-benar lupa nama panjenengan.)

Ada sekira 80 anak yang ikut dalam program TPA dan Madin tersebut. Benar-benar ramai dan membuat jalan macet saat mereka bubaran dari belajar sekira pukul 17.15 WIB. (Semoga masih ada dokumentasi audio-visual mereka untuk saya unggah di sini.)

Sayangnya, suasana tersebut tinggal kenangan. Kalau tidak salah ingat, sudah empat atau lima tahun ini kegiatan tersebut terhenti. Satu per satu tenaga pengajar mengundurkan diri karena beragam alasan yang melatarbelakanginya. Ada yang pindah tempat tinggal, ada pula yang punya kesibukan baru yang lebih menyita waktu.
Sebagian staf pengajar (Ustad-Ustadzah)

Termasuk saya dan Istri, sejak pindah ke rumah baru yang cukup jauh dari lokasi TPA dan Madin, keaktifan kami pun mulai berkurang. Apalagi ditambah kesibukan istri merawat dua buah hati yang masih balita, juga kesibukan saya menjemput rezeki untuk menafkahi anak-istri, kami pun akhirnya terpaksa absen dari kegiatan di TPA dan Madin.

Oh, ya, sekadar informasi, rumah baru kami berada di Desa Guwosari Kecamatan Pajangan, sedangkan lokasi TPA ada di Desa Wijirejo Kecamatan Pandak. Rumah baru kami tidak begitu dekat dengan perkampungan. Hanya ada beberapa rumah di dekat kami, itu pun masih terpisah oleh beberapa petak sawah. Bisa dibilang saat ini kami bertetangga dengan sawah dan berkarib dengan hewan-hewan sawah semisal ular, tikus, burung, kalajengking, dan lain-lain. Hehe…
Ini suasana malam hari di depan rumah saya

Bersambung --> 2 & 3

0 comments: