ads
Saturday, October 19, 2013

October 19, 2013
22

“Tidak ikut mengawal anak-anak lomba takbir, Mas?” tanyaku.

“Dulu saya memang aktif melatih dan mengawal mereka. Tapi, tahun ini saya tidak mau lagi,” jawabnya.

“Kenapa, Mas?” selidikku.

“Malas, Mas. Dulu takbirnya 2 kali, ee… sekarang malah 3 kali.”

“Memang ada apa dengan takbir 2 kali dan 3 kali? Apa ada yang salah?” cecarku.

“Yang 2 kali itu Muhammadiyah, sedangkan yang 3 kali itu NU. Begitu, Mas,” jelasnya penuh percaya diri.

OMG….!!! Oh my god! Betapa berbahaya kalau semua masalah agama hanya diukur berdasarkan sentimen pribadi atau keorganisasian semata. Memangnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda bahwa yang bertakbir 2 kali itu Muhammadiyah, dan yang 3 kali itu NU? Ah, bahlul sekali kita jika posisi al-Qur’an, hadits, dan ijtihad para ulama terhadap kedua sumber hukum tersebut kita abaikan begitu saja.

Mari kita belajar melapangkan hati dan meluaskan khazanah keilmuan dengan terus mengkaji al-Qur’an, hadits Nabi, dan simpulan-simpulan ilmiah (ijtihad) para ulama yang ahli di bidangnya.

***

Bagaimana Sebetulnya Shighat (Lafal) Takbir Hari Raya?

Takbir hari raya itu adalah masalah yang luas dan longgar. Karena, tidak ada riwayat khusus dari Nabi yang memerintahkan melafalkan satu bacaan takbir tertentu secara khusus. Akan tetapi, ada beberapa riwayat dari para sahabat yang bisa kita jadikan sandaran, antara lain sebagai berikut.

1.           Bacaan takbir Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi.


اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَأَجَلُّ
اللَّهُ أَكْبَرُ، عَلَى مَا هَدَانَا


2.          Dua versi lafal takbir Abdullah Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf, yakni takbir 2 kali dan 3 kali. Dua-duanya boleh diamalkan.

a.     اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ
b.     اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ


3.          Bacaan takbir Salman al-Farisi yang diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dalam al-Mushannaf.

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا



Bagaimana Pendapat Empat Madzhab?

Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam Hambali, dan Imam Syafi’i merupakan ulama mujtahid yang tidak diragukan lagi kealimannya. Semua ulama dari zaman dahulu sampai sekarang sangat menghargai hasil ijtihad mereka. Entah itu ulama NU, Muhammadiyah, atau lainnya, pasti mempertimbangkan hasil ijtihad mereka. Ini membuktikan bahwa keempat mujtahid tersebut bukan hanya milik satu jamaah atau ormas, melainkan seluruh umat Islam. Oleh karena itulah tidak salah apabila kita mengulik pendapat mereka tentang takbir ini.

Wahbah az-Zuhaily dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu merangkum pendapat mereka sebagai berikut.

عند الحنفية والحنابلة شفعاً: ( الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله ، والله أكبر،الله أكبر (ثنتين)، ولله الحمد ) عملاً بخبر جابر عن النبي صلّى الله عليه وسلم الآتي، وهو قول الخليفتين الراشدين، وقول ابن مسعود.
وصيغته عند المالكية والشافعية في الجديد ثلاثاً: ( الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر )، وهذا هو الأحسن عند المالكية، فإن زاد ( لا إله إلا الله ، والله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد ) فهو حسن، عملاً بما ورد عن جابر وابن عباس رضي الله عنهم، ويستحب أن يزيد عند الشافعية بعد التكبيرة الثالثة:( الله أكبر كبيراً، والحمد لله كثيراً، وسبحان الله بكرة وأصيلاً ) كما قاله النبي صلّى الله عليه وسلم على الصفا. ويسن أن يقول أيضاً بعد هذا: ( لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه، مخلصين له الدين ، ولو كره الكافرون، لا إله إلا الله وحده، صدق وعده، ونصر عبده، وهزم الأحزاب وحده، لا إله إلا الله والله أكبر). وهذه الزيادة إن شاءها عند الحنفية، ويختمها بقوله: ( اللهم صلِّ على محمد وعلى آل محمد، وعلى أصحاب محمد، وعلى أزواج محمد، وسلم تسليماً كثيراً .


·         Menurut Hanafiyah dan Hanabilah dibaca dua kali.

الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله ، والله أكبر،الله أكبر (2 x)، ولله الحمد

Amalan ini berdasarkan riwayat dari Jabir, dari Nabi Saw, juga pendapat dua khalifah, dan Abdullah bn Mas’ud.
·         Menurut Malikiyah dan Syafi’iyah dalam Qaul Jadid (pendapat baru) dibaca tiga kali.

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر
·          Menurut Malikiyah, inilah yang terbaik. Jika ditambahkan dengan lafal di bawah ini maka lebih baik.

لا إله إلا الله ، والله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد

Ini sesuai dengan riwayat dari Jabir dan Ibnu Abbas.

Menurut Syafi’iyah, setelah takbir ketiga dianjurkan dengan menambahkan:

الله أكبر كبيراً، والحمد لله كثيراً، وسبحان الله بكرة وأصيلاً

Hal ini sebagaimana yang diucapkan oleh Nabi saw di atas bukit Shafa.

Disunnahkan juga, setelah mengucapkan lafal tersebut di atas, menambahkan lafal:

لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه، مخلصين له الدين ، ولو كره الكافرون، لا إله إلا الله وحده، صدق وعده، ونصر عبده، وهزم الأحزاب وحده، لا إله إلا الله والله أكبر


Tambahan ini menurut Hanafiyah boleh dibaca jika memang menginginkan, kemudian ditutup dengan: 

اللهم صلِّ على محمد وعلى آل محمد، وعلى أصحاب محمد، وعلى أزواج محمد، وسلم تسليماً كثيراً .

Mana yang harus Kita Pilih?
Kita boleh memilih membaca salah satu atau membaca (mempraktikkan) semuanya.
Ash-Shan’ani berkata bahwa di dalam uraian tentang hal ini (takbir hari raya) terdapat banyak sekali sifat (redaksional) dan pembenaran (ijtihad) dari beberapa ulama. Hal ini menunjukkan bahwa masalah takbir hari raya cukup longgar, dan ini sesuai pula dengan kemutlakan ayat (yang memerintahkan bertakbir). (Subulussalam 2/72).
Simpulan
1.    Lafal takbir hari raya tidak hanya ada satu bacaan, tetapi ada beberapa lafal yang diriwayatkan oleh para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Kita boleh memilih salah satunya atau bahkan semuanya.

2.   Penyimpulan bahwa takbir 2 kali adalah takbirnya Muhammadiyah, dan takbir 3 kali adalah takbirnya NU, merupakan kesimpulan orang yang “kurang kerjaan”. Kesimpulan yang salah ini bisa mengakibatkan perpecahan antarumat Islam, sebagaimana kisah kawan saya di atas. Dia tidak mau membersamai orang lain hanya karena mereka bertakbir 3 kali, sedangkan dia bertakbir 2 kali. Na’udzubillah min dzalik.

3.   Mari kedepankan persatuan dan persaudaraan umat Islam (ukhuwah Islamiyah). Lihatlah, di balik perbedaan-perbedaan kecil itu ternyata tersimpan banyak sekali persamaan. Nah, persamaan-persamaan inilah yang hendaknya kita jadikan sebagai alat perekat sesama muslim.

Wallahu a’lam



22 comments:

Mas Mur said...

Betul Om, setuju banget, ditempat saya juga menemui hal semacam ini... persis
yang terkadang malah justru tidak mau menerima penjelasan dari orang lain.

Kang Fahmi said...

betul sekali ....

Irham Sya'roni said...

Semoga kita tetap rekat dalam ukhuwah ya. aamiin... Berbeda tetapi tetap satu jua. :)

Irham Sya'roni said...

Kita mulai dari diri sendiri ya, Om.

jlc said...

Setuju dgn pndapat ini.. Beda itu boleh, mnganggap diriny yg benar jg boleh, yg penting jgn menghina dan menyalahkan.

Irham Sya'roni said...

Sippp, bener banget, Mas. Sepakat. (y)

muhammad isnaini said...

Betul...aku setuju om

muhammad isnaini said...

Betul...aku setuju om

Unknown said...

Tapi mas mengapa ada perbedaan pendapat seperti itu ya ? padahal kan tujuan kita semua sama mas :)

Irham Sya'roni said...

Itulah indahnya perbedaan, Mas. :)

Ummi Nadliroh said...

Hihi... Di tempat saya masih ada yang suka begitu. Tidak suka dg yg beda2. Tapi sepertinya yg muda2 sekarang lebih bisa menerima perbedaan.

Irham Sya'roni said...

Semoga kita semakin dewasa menyikapi perbedaan, ya, Mbak. Dengan semakin bijak dan dewasa, insyaAllah akan tercipta suasana persaudaraan yang indah dan harmonis.

Unknown said...

Adalah bijak kalau kita mau terus belajar ilmu agama agar kita tdk gampang menghakimi pada setiap perbedaan. Cari dalilnya, contohnya atau qiasnya. Wallah a'lam bissawab

Irham Sya'roni said...

Benar sekali, Pak Herman Zuhdi. Dengan terus belajar dan meluaskan khazanah keilmuan, insyaAllah akan semakin terbuka hati dan pikiran sehingga tidak gampang memvonis salah dan buruk kepada pendapat lain. Salam ukhuwah

Unknown said...

Allahuakbar
Allahuakbar
Allahuakbar
Allahuakbar walilahilham

Irham Sya'roni said...

Allahu akbar
Allahu akbar
Allahu akbar walillahilhamd

Unknown said...

Jgn cuma krn beda jmlah takbir kita terpecah

Irham Sya'roni said...

Benar sekali.

Unknown said...

Alhamdulillah bersatu itu indah, mari bertakbir

Irham Sya'roni said...

Alhamdulillah... mari

Unknown said...

Kalau yg muda alhamdulillah bs menerima, tp yg tua malah memaksa. Sedih sy

Pabetasi said...

Knp kita gak ikut takbiran dimekkah atau madinah aja....???