ads
Monday, October 21, 2013

October 21, 2013


Sekilas Tentang Utsman bin Affan

Namanya adalah Utsman bin Affan. Usianya lima tahun lebih muda dari Rasulullah saw. Dia termasuk salah seorang yang menerima Islam berkat ajakan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Sejak muda ia memiliki akhlak yang sangat mulia. Ia juga seorang saudagar kaya raya yang sangat banyak amal baiknya. Karena itulah ia mendapat gelar Ghaniyyun Syakir, yang berarti orang kaya yang banyak bersyukur kepada Allah swt.
Selain gelar tersebut, Utsman bin Affan juga mendapat gelar lain, yaitu Dzun Nurain, yang berarti pemilik dua cahaya. Digelari demikian karena ia menikah dengan dua putri Rasulullah saw. Pertama, ia menikah dengan Ruqaiyah. Setelah Ruqaiyah meninggal, ia dinikahkan dengan putri yang lain dari Rasulullah, yaitu Umi Kultsum.
Utsman bin Affan wafat pada usia 82 tahun setelah memerintah (menjadi khalifah) selama 12 tahun. Ia wafat oleh tikaman para pemberontak yang tidak menyukai kepemimpinannya. Di antara pemberontak tersebut adalah Muhammad bin Bakar, Saudan bin Hamran, dan Amr bin Hamq.


Testimoni Rasulullah Terhadap Utsman bin Affan
Rasulullah saw bersabda, “Utsman adalah salah seorang dari sahabatku yang sangat mirip perilakunya dengan aku.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari Abu Hurairah)

Beliau saw juga bersabda, “Nikahkan anak kalian dengan Utsman. Andaikata aku memiliki putrid ketiga, niscaya akan aku nikahkan putriku itu dengannya; dan tidaklah aku nikahkan, kecuali karena ada wahyu dari Allah swt.”
(Diriwayatkan dari Ath-Thabarani dari Ishmah bin Malik)

Ali bin Abi Thalib pernah mendengar Rasulullah berkata kepada Utsman bin Affan, “Andaikata aku memiliki empat puluh orang anak maka akan aku nikahkan mereka satu demi satu denganmu sehingga tidak ada yang tersisa satu pun di antara mereka.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari Ali bin Abi Thalib)


Nasihat-Nasihat Utsman bin Affan
Di antara nasihat Utsman bin Affan adalah sebagai berikut.

1.    Kesedihan dalam urusan dunia dapat menggelapkan hati, sedangkan kesedihan dalam urusan akhirat bisa menerangi hati. (Dalam Nasha’ih al-‘Ibad, An-Nawawi Al-Bantani)

2.      Aku menemukan kenikmatan beribadah dalam empat hal, yaitu:
a.       ketika mampu menunaikan kewajiban-kewajiban dari Allah;
b.      ketika mampu menjauhi segala yang diharamkan oleh Allah;
c.       ketika mampu melakukan amar ma’ruf dan mencari pahala dari Allah;
d.      dan ketika mampu melakukah nahi munkar serta menjaga diri dari murka Allah.
(Dalam Nasha’ih al-‘Ibad, An-Nawawi Al-Bantani)

3.      Ada empat perkara yang zhahirnya merupakan keutamaan, sedangkan batinnya merupakan kewajiban, yaitu:
a.       Bergaul dengan orang shalih merupakan keutamaan, sedangkan mengikuti jejak langkah mereka adalah kewajiban.
b.      Membaca Al-Qur’an adalah keutamaan, sedangkan mengamalkan kandungan Al-Qur’an adalah kewajiban.
c.       Ziarah kubur (ke makam orang yang shalih) itu merupakan keutamaan, sedangkan menyiapkan bekal untuk kehidupan sesudah mati adalah kewajiban.
d.      Menengok orang sakit itu adalah keutamaan, sedangkan berwasiat (pada akhir hayat) adalah kewajiban.”
(Dalam Nasha’ih al-‘Ibad, An-Nawawi Al-Bantani)

4.      Alangkah baiknya mendapat hukuman di dunia, bukan di akhirat. (Dalam Mutiara Hikmah Kekasih Rasul, Hani Al-Hajj)

5.     Saudaraku, sadarilah bahwa malaikat pencabut nyawa itu masih membiarkanmu. Ia masih mendahulukan orang lain. Sekarang, ia sudah mengarahkan langkahnya untuk mencabut nyawamu. Oleh karena itu, persiapkan dirimu untuk menghadapinya. Jangan lupa bahwa ia tidak mungkin lupa sedikit pun kepadamu. Saudaraku, ketahuilah! Jika kamu lalai menyiapkan bekal untuk menghadapinya, orang lain tidak akan mungkin menyiapkan bekalmu untuk menghadapinya. Ingat bahwa pertemuan dengan Allah pasti terjadi! (Dalam Mutiara Hikmah Kekasih Rasul, Hani Al-Hajj)

6.      Orang yang kebaikannya tidak bertambah, berarti dia telah menyiapkan dirinya untuk dijilat api neraka. (Dalam Mutiara Hikmah Kekasih Rasul, Hani Al-Hajj)


0 comments: