ads
Tuesday, August 6, 2013

August 06, 2013
"Aseeekkkk.... Lebaran! Saatnya borong baju baru, celana baru, sandal dan sepatu baru, ngecat rumah, beli meja kursi baru, beli motor baru, masak makanan yang super enak-enak," teriak Kang Madzmum girang.

Benar juga, Kang Madzmum bergegas berburu belanjaan sepenuh mobil yang dikemudikannya.

Kang Shoim, tetangganya, merasa risih melihatnya. "Orang gak pernah puasa kok ikut-ikutan merayakan hari kemenangan dengan borong dan pesta-pesta!" umpatnya dengan suara yang ia sengaja tidak lirih.

"Weleeehh... ngapain sewot begitu, Kang Shoim?" tanya Habib Rusydi yang kebetulan berdiri di dekat Kang Shoim.

"Itu lho, Bib, Kang Madzmum. Dia itu kagak punya hak sedikit pun untuk merayakan hari raya. Lha wong dia itu kagak pernah berpuasa kok ikut-ikutan sibuk menyambut hari kemenangan," terang Kang Shoim judes.

"Lho...lho..., siapa bilang orang-orang seperti Kang Madzmum tidak punya hak untuk berpesta-pora? Siapa bilang orang seperti dia tidak boleh berpakaian baru, makan enak-enak, dan lain-lain?" tanya Habib Rusydi kepada Kang Shoim. "Wah, sepertinya justru sampeyan ini nih yang harus belajar tentang hakikat hari raya, Kang."

"Hari raya itu kan pesta kemenangan dengan perayaan dan barang belanjaan yang serba baru toh, Bib."

"Nah, itulah kesalahan terbesar kamu, Kang. Ini yang harus sampeyan luruskan," tegas Habib Rusydi. "Kalau mereka berpesta pora, berhura-hura, memamerkan kekayaan, dan berlomba-lomba mempertontonkan barang-barang baru, itu wajar. Karena, sedari awal Ramadhan mereka tidak pernah mengenal dan merasakan bagaimana berjuang menundukkan nafsu. Jadi, ya wajar saja donk mereka berpesta-pora. Kita tidak perlu iri atau bahkan melarang mereka! Karena, memang seperti itulah sifat nafsu yang suka berpesta. Nah, yang jadi masalah itu kalau sampeyan ikut-ikutan perilaku mereka, berarti sampeyan tidak ada bedanya dengan mereka donk. Rugi banget, kan?!"
"Lantas, hari raya atau lebaran yang sesungguhnya itu apa, Bib?"
"Bagi kita yang taat beribadah dan berpuasa, lebaran atau hari raya itu intinya adalah penyambutan titik awal menuju tangga peningkatan amal dan ibadah. Karena itulah dalam kalender Islam, lebaran itu jatuh pada awal Syawal. Syawal itu artinya apa? Artinya adalah peningkatan."
"Peningkatan apa, Bib?"
"Peningkatan apa lagi kalau bukan amal kita, ibadah kita, kedermawanan kita, kepedulian sosial kita, dan kesalehan-kesalehan lainnya."
"Berarti bukan peningkatan jumlah baju baru, perabot baru, dan segala kekayaan baru kita ya, Bib."
"Ya jelas bukan donk, Kang!"

Kang Shoim tertunduk malu. Hampir saja ia terjebak dan terseret oleh arus glamourisasi yang ditebarkan oleh Kang Madzmum yang selama ini tidak pernah berpuasa.

Ucapan Habib Rusydi cukup menampar kesadarannya. Terbukalah mata hati Kang Shoim bahwa lebaran yang sesungguhnya tidak terletak pada pakaian yang baru, perhiasan yang mewah, rumah yang megah, atau kendaraan yang wah. Tetapi, lebaran yang sesungguhnya diperuntukkan bagi mereka yang semakin meningkat ketakwaannya, diampuni dosa-dosanya, dan bertambah amal ibadahnya.
***
Saat sedang menyerahkan bantuan beras dan uang kepada fakir miskin, Kang Shoim bertemu muka dengan Kang Madzmum. Kali ini Kang Shoim tidak lagi menahan iri dan sakit hati kepada Kang Madzmum. Senyum indah ia kembangkan saat bersalaman dengan Kang Madzmum.
"Mau mudik kapan, Kang?" tanya Kang Madzmum di sela-sela Kang Shoim membagikan bantuan beras dan santunan.

"Wah, belum tahu, Kang," sahut Kang Shoim ringan.

"Lha kok belum tahu. Gimana toh? Mudik itu wajib lho, Kang?"

"Sejak kapan mudik itu wajib?" Kang shoim balik bertanya.
"Ya sejak ada tradisi lebaran di bumi ini, Kang."
Dalam hati Kang Shoim, senyatanya dia  ingin mudik walau sejenak untuk bertemu dengan sanak-saudaranya. Tetapi, sedari akhir Ramadhan, setiap kali ia mendapat rezeki, selalu saja ada orang lain yang membutuhkan bantuan. Setiap itu pula, rezeki itu ia luluskan kepada siapa saja yang membutuhkan bantuannya. Termasuk pada malam itu selepas Tarawih hari terakhir di mushalla, Kang Shoim menerima surat permohonan untuk menjadi donatur di sebuah lembaga pendidikan Islam.
"Apa aku ini punya tampang orang kaya, ya?" batin Kang Shoim sambil bibirnya menyunggingkan senyum indah. Karena, senyatanya ia tidak pernah punya buku tabungan dengan angka yang berderet panjang di dalamnya. Hidupnya benar-benar pas-pasan. Tetapi, itulah kehendak Allah, Dia berkehendak menambah pundi-pundi pahala bagi Kang Shoim melalui jalan donasi.
Kang Shoim membuka dompetnya yang tidak lagi terlihat tebal. Sepertiga dari isi dompetnya ia kuras untuk donasi atau infak di lembaga pendidikan Islam di kampungnya. Jadilah saat lebaran tiba, uang di dompet Kang Shoim tinggal beberapa lembar saja. Dan itu membuatnya harus berpikir seribu kali untuk memutuskan membeli baju baru, sandal baru, sarung baru, atau lainnya. Termasuk berpikir beribu-ribu kali untuk mudik ke kampung halamannya, yang sebetulnya setiap dua bulan sekali ia telah rutin mudik ke sana.

Walaupun lebaran ini Kang Shoim tidak bisa mudik, ia sangat puas bisa merayakan hari kemenangan dengan berbagi rezeki kepada sesama. Berkat penjelasan Habib Rusydi, ia menyadari makna hakiki lebaran. Ia tidak ingin perjuangannya melawan hawa nafsu selama sebulan penuh justru sia-sia disebabkan hawa nafsunya yang tidak terkendali saat lebaran. Termasuk nafsu untuk berpesta-pora, berfoya-foya, dan nafsu untuk tidak peduli kepada sesama.
 ***

لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدَ


إِنَّمَا الْعِيْدُ لِمَنْ طَاعَاتُهُ تَزِيْدُ


لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ تَجَمَّلَ بِاللِّبَاسِ وَالرُّكُوْبِ


إِنَّمَا الْعِيْدُ لِمَنْ غُفِرَتْ لَهُ الذُّنُوْبُ


فِي لَيْلَةِ الْعِيْدِ تُفْرَقُ خِلَعُ الْعِتْقِ وَالْمَغْفِرَةِ عَلَى الْعَبِيْدِ


فَمَنْ نَالَهُ فَمِنْهَا شَيْءٌ فَلَهُ عِيْدٌ وَإِلَّا فَهُوَ مَطْرُوْدٌ بَعِيْدٌ

Tidaklah ‘Id itu bagi orang yang pakaiannya bagus.
Hanya saja ‘Id itu bagi orang yang semakin bertambah ketaatannya (kepaa Allah).
Tidaklah ‘Id itu bagi orang yang berhias dengan baju dan kendaraan baru.
Hanya saja ‘Id itu bagi orang yang diampuni dosanya.
Pada malam ‘Id disebarkan pembebasan dari api neraka dan maghfirah (ampunan) bagi para hamba.
Siapa yang memperoleh demikian di antaranya, maka ia mendapat ‘Id. Jika tidak, maka ia adalah terusir dan jauh.


0 comments: