ads
Wednesday, August 15, 2012

August 15, 2012
7






Suntik pada saat puasa, sepertinya masih menjadi salah satu topik yang tak henti ditanyakan oleh umat Islam. Apalagi pada bulan Ramadhan. Terbukti pada Ramadhan tahun ini pun pertanyaan serupa masih saja mengemuka.

Adalah Tifatul Sembiring, ustadz yang sekaligus menjabat sebagai Menkominfo, pada bulan ini mendapat pertanyaan dengan topik tersebut melalui akun twitternya. Bagaimana jawaban beliau?

***
Jawaban Ustadz Tifatul Sembiring
Batal...RT @AsrilRHakim: RT @DrJeffryT: @tifsembiring pak ustad bagaimana kalau suntik antibiotik apakah membatalkan puasa? Ada yg bilang gak batal

Dari tanya-jawab melalui media sosial Twitter tersebut, Ustadz Tifatul Sembiring memberikan jawaban bahwa suntik antibiotik membatalkan puasa.

***
Pendapat yang Saya Kukuhi
Suntik, bisa jadi merupakan bagian dari masalah kontemporer dalam fiqih shiyam. Di dalam Al-Qur’an, hadits Nabi saw, maupun kitab-kitab klasik, rasanya tidak saya temukan pernyataan yang sharih (tegas dan gambling) tentang hal ini. Hanya saja, dari penjelasan para guru dan berdasarkan pula pada kajian saya terhadap beberapa literatur kekinian, suntikan (antibiotik, dll) di lengan, pantat, atau di bagian kulit/daging lainnya tidak membatalkan puasa. Dengan pertimbangan sebagai berikut:
-       Suntikan tersebut tidak masuk melalui jawf (rongga/lubang tubuh), yakni telinga, hidung, mulut, serta qubul dan dubur.
Sepemahaman saya (sebagaimana penjelasan dalam kitab-kitab Syafi’iyah), pengertian makan dan minum dalam konteks berpuasa tidak sekadar memasukkan makanan atau minuman lewat mulut, tetapi lebih luas lagi mencakup pula masuknya benda (‘ain) ke dalam rongga tubuh (jawf).
-     Suntikan tersebut tidak berupa nutrisi (vitamin atau mineral) pengganti makanan dan minuman. Dalam hal ini, suntikan tersebut hanya berupa obat antibiotik.
Bagaimana jika suntikan itu berupa nutrisi (infus) pengganti makanan dan minuman? Ulama berbeda pendapat: ada yang mengatakan membatalkan puasa dan ada pula yang tidak. Namun, mayoritas ulama mengatakan suntikan berupa nutrisi (infus) membatalkan puasa karena walaupun tidak masuk melalui jawf namun pada hakikatnya sefungsi dengan makan atau minum.
***

Pernyataan Para Tokoh
1.      Dr. Ali Jum’ah / Dar Al-Ifta Al-Mishriyah
Fatwa no. 3588 yang dikeluarkan Dar Al-Ifta Al-Mishriyah telah menjelaskan hukum melakukan injeksi/suntikan insulin pada siang hari bulan Ramadhan. Dr. Ali Jum’ah, selaku Mufti Agung Mesir, menjelaskan bahwa injeksi pada saat berpuasa tidak membatalkan puasa. Sama saja apakah kandungan injeksi itu berupa obat atau nutrisi. Karena cairan tersebut tidak sampai ke badan dengan cara normal. Dengan demikian, maka menyuntikkan cairan insulin ke dalam tubuh tidak membatalkan puasa. 

2.      Syekh Abdul Aziz bin Baz
Ia pernah ditanya tentang hukum suntikan di pembuluh atau lengan pada siang hari bulan Ramadhan; apakah membatalkan puasa?
Ia menjawab, “Puasanya sah, karena suntikan di pembuluh tidaklah termasuk makan atau minum. Demikian pula suntikan di lengan, lebih tidak membatalkan lagi. Akan tetapi, andaikan dia mengqadha puasanya dalam rangka kehati-hatian maka itu lebih baik. Jika hal ini diakhirkan sampai malam ketika butuh maka itu lebih baik dan lebih berhati-hati, dalam rangka keluar dari perselisihan pendapat dalam masalah ini.”

3.      Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Dalam Fatwa Tentang Puasa (hlm. 220), Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin pernah ditanya tentang hukum menggunakan jarum suntik di urat maupun di pembuluh.
Ia menjawab, “Suntikan jarum di pembuluh, lengan, maupun paha diperbolehkan dan tidak membatalkan puasa, karena suntikan tidaklah termasuk pembatal dan juga tidak bisa disamakan dengan pembatal puasa. Sebabnya, suntikan bukanlah termasuk makan dan minum, juga tidak bisa disamakan dengan makan dan minum …. Yang bisa membatalkan puasa adalah suntikan untuk orang sakit yang menggantikan makan dan minum (infus).”

4.      Lajnah Daimah
Lajnah Daimah (Komite Tetap untuk Penelitian Ilmiah dan Fatwa) ditanya tentang hukum berobat dengan disuntik saat siang hari Ramadhan, baik untuk pengobatan maupun untuk nutrisi.
Lajnah menjawab, “Boleh berobat dengan disuntik di lengan atau urat, bagi orang yang puasa di siang hari Ramadhan. Namun, orang yang sedang berpuasa tidak boleh diberi suntikan nutrisi (infus) di siang hari Ramadan karena ini sama saja dengan makan atau minum. Oleh sebab itu, pemberian suntikan infus disamakan dengan pembatal puasa Ramadhan. Kemudian, jika memungkinkan untuk melakukan suntik lengan atau pembuluh darah di malam hari maka itu lebih baik.” (Fatawa Lajnah, 10:252)
www.islamqa.com

5.      Dr. Ahmad bin Muhammad al-Khalil & Lembaga Majma’ Fiqh Saudi Arabia
Suntik yang ditujukan untuk memasukkan obat ke dalam tubuh manusia, disepakati para ulama kontemporer, hukumnya tidak membatalkan puasa. Pendapat ini juga diikuti oleh Lembaga Majma’ Fiqh di Saudi Arabia. Alasannya, karena pada dasarnya puasa adalah sah hingga ada alasan kuat yang membatalkannya. Suntik tersebut tidak termasuk makan dan minum dan juga tidak mempunyai tujuan yang sama dengan makan dan minum, maka tidak bisa dianggap sama dengan makan dan minum yang membatalkan puasa.
Adapun suntik atau infus yang ditujukan untuk menguatkan badan atau sebagai pengganti makan saat pasien tidak diperkenankan mengonsumsi makanan, para ulama kontemporer berbeda pendapat mengenai hukumnya apakah membatalkan puasa atau tidak?
Pendapat pertama, termasuk yang diikuti oleh oleh Lembaga Majma’ Fiqh di Saudi Arabia, bahwa infus membatalkan puasa. Alasannya, bahwa infus mempunyai kemiripan dengan makan dan minum dan mempunyai tujuan yang sama dengan makan dan minum. Orang yang menjalani infus bahkan kuat tanpa makan dan minum.

Pendapat kedua, infus tidak membatalkan puasa. Pendapat ini diikuti Syeh Muhammad Bakhit, Syeh Muhammad Shaltut, dan Syeh Sayyid Sabiq (juga Dr. Yusuf Qardhawi dalam Fatawi Mu’ashirah, hlm 324). Alasannya bahwa suntik seperti itu tidak memasukkan sesuatu ke dalam lambung manusia yang diangggap membatalkan puasa. 
Mayoritas ulama melihat bahwa sesuai tujuan syari’at maka suntikan yang ditujukan untuk memperkuat badan atau sebagai pengganti makan dan minum dianggap membatalkan puasa.
(Dr. Ahmad bin Muhammad al-Khalil dalam kitab Muftiraatus Shiyaam al-Mu’asir)

6.      Dr. Muhammad Al-Madhaghi
Ada beberapa jenis suntikan yang dikenal saat ini:
a.   Suntikan di kulit, contohnya suntik insulin untuk penderita diabetes.
b.   Suntikan di otot, contohnya suntik vaksin, bius, penurun panas, suntikan alergi yang berfungsi untuk menambah daya tahan tubuh pasien terhadap bibit alergi.
c.   Suntikan di pembuluh darah, merupakan suntik yang paling banyak dilakukan. Pembuluh darah merupakan jalur yang paling baik untuk memasukkan dosis yang ditentukan, dan merupakan cara yang efektif dan cepat untuk menyebarkannya ke seluruh tubuh.
Adapun tentang pengaruh ketiga jenis suntikan di atas terhadap puasa maka sesungguhnya suntikan tersebut bukanlah nutrisi, maka tidak membatalkan puasa, karena itu bukanlah makanan dan minuman juga tidak yang semakna dengan keduanya dan juga tidak masuk melalui saluran makanan. Pada dasarnya sah puasa hingga dipastikan ada yang membatalkannya sesuai dalil syar’i.
(Dr. Muhammad Al-Madhaghi dalam Ahkamun Nawazil Fish Shiyaam)

7.      KH. Sahal Mahfudh (PB NU)
Definisi puasa yang paling praktis adalah meninggalkan makan/minum dan berhubungan seksual. Pengertian makan dan minum dalam konteks berpuasa ternyata lebih luas dari sekadar memasukkan makanan dan minuman lewat mulut. Ia mencakup masuknya benda ke dalam rongga tubuh (al-jawf) lewat organ yang berlubang terbuka (manfadz maftuh), yaitu: mulut, telinga, dubur, kemaluan, dan hidung.
Melihat ketentuan tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa suntik tidak membatalkan puasa. Sebab proses masuknya obat tidak melalui organ berlubang terbuka, tetapi jarum khusus yang ditancapkan ke dalam tubuh. Lagi pula, suntik tidak menghilangkan lapar dan dahaga sama sekali.
(KH. Sahal Mahfudh dalam Dialog dengan Kiai Sahal Mahfudh-Solusi Problematika Umat)

8.      Majelis Tarjih dan Tajdid PP. Muhammadiyah
Yang dimaksud dengan makan dan minum ialah segala sesuatu yang ditelan melalui mulut hingga masuk ke perut besar, sekalipun rasanya tidak enak dan tidak lezat. Suntik untuk pengobatan tidak termasuk makan. Namun bila makan dan minum itu dilakukan karena lupa, maka tidak membatalkan puasa, …dst.
(Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dalam Tuntunan Ramadlan hlm 46)

9.      Prof. Dr. M. Quraish Shihab
Tanya:
Bolehkan suntikan diberikan saat kita sedang berpuasa?
(Indriana Wa, indriana_raharja@yahoo.com)

Jawab:
Suntikan tidak membatalkan puasa.
(M Quraish Shihab)

10.  Ustadz Ahmad Sarwat, Lc
Para ulama umumnya sepakat mengatakan bahwa suntikan obat yang dimasukkan ke dalam tubuh seseorang yang sedang berpuasa tidak membatalkan puasa. Selama suntikan itu berupa obat, tidak berupa makanan.
Lain halnya bila yang disuntikkan merupakan glukosa atau yang sering kita kenal dengan infus. Para ulama mengatakan bahwa infus makanan yang dimasukkan ke dalam tubuh orang yang sedang sakit akan membatalkan puasanya.
Alasan lain karena suntikan obat itu memang tidak masuk ke dalam rongga perut, hanya masuk bercampur dengan darah untuk membunuh penyakit yang ada di dalam tubuh.

Kesimpulan Saya
  1. Saya belum (atau bahkan tidak) menemukan rujukan, baik dari kitab-kitab fiqih maupun pernyataan para ulama/tokoh, yang menetapkan bahwa suntikan (obat/antibiotik) membatalkan puasa (sebagaimana jawaban Ustadz Tifatul Sembiring di atas).
  2. Mayoritas ulama (atau bahkan semua ulama fiqih) sepakat bahwa menyuntikkan obat melalui semisal lengan, pantat, atau lainnya tidak membatalkan puasa.
  3. Adapun tentang menyuntikkan semisal nutrisi sebagai pengganti makanan/minuman ke dalam tubuh (yang lebih terkenal dengan istilah infus), para ulama berbeda pendapat.
Sebagian mengatakan membatalkan puasa karena suntikan tersebut semakna dengan memasukkan makanan/minuman. Sebagian ulama lain mengatakan tidak membatalkan puasa karena suntikan itu tidak dimasukkan melalui lubang terbuka dari tubuh.
Pendapat yang mengatakan bahwa infus membatalkan puasa adalah sikap berhati-hati (ihtiyath) dalam beragama, dan sikap ihtiyath adalah pilihan
Menyadari akan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan saya dalam menelisik jawaban melalui sekian banyak referensi, saya berharap ada di antara sobat blogger yang berkenan melengkapi, menyempurnakan, atau bahkan meluruskan simpulan saya ini.
Wallahu a’lam


NB: Postingan ini merupakan rangkaian diskusi tentang keragaman fiqih puasa. Ada beberapa poin tema yang kita diskusikan, yaitu:
- Pembuka
- Puasa Ibu Hamil dan Menyusui
- Suntikan Abiotik Membatalkan Puasa?
-

7 comments:

Niar Ningrum said...

Huaah panjang banget baba,untuk postingan ini berat dan terima kasih sudah di rankum diakhir kalimat :D

mimi RaDiAl said...

ijin baca saja,, ga bs kasi pendapat hmmmm

Irham Sya'roni said...

Hehehe... biar mengakomodasi semua pihak, maka ada bagian yg rada berat dan ada juga bagian yg ringan (to the poin), Niar. Bagi yg berat, bisa lgsg to the poin di kesimpulannya. :-)

Irham Sya'roni said...

dgn semangat membaca saja itu sdh jadi kekuatan untuk menambah ilmu, Mi. :)

Unknown said...

Kalo ane lebih condong yang ini khi,
pendapat al-Habib Abdullah bin Mahfudz al-Haddad, _rahimahullahta'ala._ (Mufti Hadhramaut) tentang suntikan saat berpuasa.

Suntikan pada pembuluh darah membatalkan puasa baik dengan sebagai nutrisi ataupun sebagai obat. Sedangkan suntikan pada otot (termasuk juga jaringan lemak dan kulit luar) tidak membatalkan puasa*
Alasan:
=> Suntikan pada otot tidak membatalkan puasa karena otot bukanlah sebuah rongga dalam tubuh. Dan cairan suntikan pada otot ini tidaklah masuk ke dalam tubuh kecuali dengan cara menyerapnya. Dan Jumhur ulama menyatakan bahwa masuknya sesuatu ke dalam tubuh dengan cara menyerap itu tidak membatalkan puasa.
=> Sedangkan suntikan pada pembuluh darah membatalkan puasa karena pembuluh darah termasuk rongga dalam tubuh, yang mampu mengantarkan cairan suntikan ke seluruh tubuh dalam sesaat.

Pendapat ini sesuai dengan teori medis. Karena suntikan pada pembuluh darah, cairan akan mengalir ke seluruh tubuh dalam sesaat, sama halnya dengan suatu benda yang masuk lewat rongga yang langsung masuk ke dalam tubuh. Berbeda dengan suntikan pada kulit luar, jaringan lemak dan otot, suntikan pada bagian-bagian ini tidak seperti pembuluh darah yang menyebarkan cairan ke seluruh tubuh secara langsung melainkan dengan cara diserap oleh pembuluh darah terlebih dahulu, kemudian disebar ke seluruh tubuh.

Untuk ibarohnya bisa dilihat pada kitab al-wajiz fi ahkam as-Shiyam dan Fatawa Ramadhan karya beliau.

Tulisan antum sangat bergizi :)

Irham Sya'roni said...

Terima kasih atas tambahan penjelasannya, ya Khuya. Terlebih poin tambahan tentang 'pembuluh darah'.
Salam ta'zhim dan ukhuwah dari saya.

Unknown said...

Bagus