ads
Tuesday, July 17, 2012

July 17, 2012
43
Sumber Gambar

Dalam postingan berjudul Maksud dariUtang Puasa, saudara saya Arifah Fatih melontarkan pertanyaan sebagai berikut.

Pertanyaan
Ingin bertanya dua pertanyaan:
Pertama, bila kita tidak ingat berapa utang puasa kita (terutama wanita yang haid), apakah utang puasa yang harus dibayar adalah maksimal 15 hari atau bagaimana? Bagaimana biar 'aman' gitu?

Kedua, bila utang puasa tahun ini belum lunas, eh ternyata sudah datang puasa lagi, kira-kira bagaimana cara membayar utang itu, ya?
Terimakasih sudah menjawab.

Jawaban
Pertama:
Jika tidak ingat berapa hari berutang puasa, solusinya adalah dengan memperkirakan secara sungguh-sungguh dan penuh kehati-hatian. Mintalah “fatwa” kepada hati sendiri secara jujur dan sungguh-sungguh, kira-kira Ramadhan kemarin berutang berapa hari. Misalnya, 10 hari, kurang dari 10 hari, atau bahkan lebih dari 10 hari.

Jika masih menyisakan keraguan di hati antara dua bilangan, sebagai bentuk kehati-hatian (ihtiyath) pilihlah bilangan yang lebih tinggi. Misalnya, “Utang saya 10 hari atau 11 hari, ya?” Maka, pilihlah dan tetapkan bahwa utang Anda 11 hari.

Kedua:
Sebetulnya, pertanyaan kedua ini sudah kita ulas secara sekilas di postingan berjudul Jangan Lupa Membayar Utang Puasa di poin (4). Namun, tidak ada salahnya saya urai lagi di sini.

Mbak Arifah Fatih dan Sobat blogger lainnya, waktu pembayaran utang puasa Ramadhan sebetulnya sangat panjang, yakni 11 bulan sejak selesai Ramadhan sampai akhir Sya’ban (menjelang Ramadhan berikutnya). Walaupun waktu yang disediakan untuk membayar utang puasa begitu panjang, namun tidak sedikit yang melewatkan kesempatan itu sehingga sampai Ramadhan kembali menyapa ternyata utang-utangnya belum terbayarkan.

Dalam kasus seperti ini, bagaimana solusi pelunasannya?
Pendapat Pertama
Menurut jumhur ulama’ (mayoritas ulama), orang yang menunda kewajiban membayar utang puasa Ramadhan tanpa udzur syar‘i[1] sampai akhirnya datang Ramadhan berikutnya, maka ia wajib mengqadha‘nya sekaligus membayar fidyah sejumlah hitungan hari yang ditinggalkannya. Selain mengqadha’nya dan membayar fidyah, ia juga harus beristighfar/bertaubat karena telah bersikap tasahul (meremehkan, menyepelekan) terhadap kewajiban yang telah dititahkan oleh Allah Ta’ala.

Para sahabat  Nabi yang berpendapat demikian antara lain adalah Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan Abu Hurairah. Adapun dari kalangan tabi’in antara lain Said bin Jubair, Mujahid, Atha’ bin Abi Rabah. Juga ada ulama lain seperti Al-Qasim bin Muhammad, Az-Zuhri, Al-Auza’i, Ishaq, Ats-Tsauri, dan lain-lain. Sementara para ulama sekaligus mujtahid yang berpendapat demikian adalah madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. 

Ilustrasinya:
Pada Ramadhan tahun 1432 H saya berutang puasa selama 7 hari, tetapi sampai Ramadhan tahun 1433 H saya sengaja tidak membayarnya. Maka, setelah Ramadhan tahun 1433 H saya wajib mengqadha’nya sebanyak 7 hari + membayar fidyah.

Fidyah yang harus saya bayarkan --menurut hitungan madzhab Syafi’i-- adalah 7 x 1 mudd. Berapakah 1 mudd itu? 1 mudd itu setara dengan 675 gram atau 0,688 liter.

Bahkan, menurut pendapat madzhab Syafi’i, denda pembayaran fidyah akan menjadi berlipat sesuai dengan jumlah tahun yang dilewati. Misalnya, saya berutang puasa 7 hari pada tahun 1432 H namun baru saya bayar setelah Ramadhan tahun 1435 H, maka --menurut madzhab Syafi’i-- saya wajib mengqadha’nya 7 hari + membayar fidyah sejumlah 7 hari x 1 mudd (675 gram) x 3 tahun.

Pendapat Kedua
Ada juga pendapat ulama yang tidak mewajibkan membayar fidyah secara mutlak, baik menundanya karena ada udzur syar’i atau tidak. Jadi, cukup mengqadha’ puasa saja. Di antara yang berpendapat demikian adalah Hasan al-Bashri, Ibrahim an-Nakha’i, Daud adz-Dzhahiri, dan madzhab Hanafi.

“Wah, pendapat yang kedua asyik tuh. Enak, tidak perlu keluar biaya! Tentunya lebih irit!” Beeuughhh, dalam hal seperti ini kita jangan main ‘licik’ donk alias mau enaknya saja. Mintalah ‘fatwa’ pada hati nurani secara jujur dan bersih, mana yang lebih dimantapkan oleh hati.



[1] Alasan yang bisa diterima oleh syari’at, semisal sakit atau perjalanan jauh.


 ّ*ّ

قال الإمام الشافعي مَذْهَبُنَا صَوَابٌ يَحْتَمِلُ الْخَطَأَ وَمَذْهَبُ مُخَالِفِنَا خَطَأٌ يَحْتَمِلُ الصَّوَابَ

Imam Syafi’i berkata: “Madzhab kami benar, namun boleh jadi mengandung kekeliruan; sementara madzhab selain kami keliru, namun bisa jadi justru mengandung kebenaran.”


إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ


 
“Apabila seorang hakim menetapkan suatu hukum dengan cara berijtihad, dan ternyata hasil ijtihadnya itu benar, maka ia mendapatkan dua pahala (pahala ijtihad dan pahala kebenarannya).  Apabila ia menetapkan suatu hukum dengan berijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya itu salah, maka ia mendapatkan satu pahala (pahala berijtihad).” (H.R. Muttafaq ‘alaih)

Tulisan ini dipublikasin ulang di www.nabawia.com



43 comments:

mimi RaDiAl said...

makasi ilmunya baba... ;-)

Irham Sya'roni said...

Makasih juga, Mimi. :-)

KomTE said...

Bentar lagi puasa... Met menyambut bulan suci Ramadhan ya Mas...

Unknown said...

meski pun ada dua pendapat tetap saja yang namanya puasa ramadhan itu hukumnya w-a-j-i-b ... dan kita tetap tidak boleh semberono dalam memilih pendapat yang akan kita gunakan ...

Kang Muroi said...

semoga kita dijauhkan dari sifat lalai, jazakumullah ustadz atas ulasannya:}

Irham Sya'roni said...

Marhaban ya Ramadhan...

Irham Sya'roni said...

Leres, Mbak Aida. tidak boleh seenaknya dan sembrono

Irham Sya'roni said...

Amiin ya Rabbal 'alamin. Balasan terbaik dari-Nya smga trcurah pula kpd Mas Muro'i.

Unknown said...

asalamualaikum. mohon berkenan menjawab. 1.q pnya tmen umur 21 thn. bru jg mualaf, apakah dy brkwajiban membyar hutang puasanya dlu sbelum msuk islam? 2. tmen q yg 1 nya brumur 21 thn dy islam, tpi bsa d bilang jarang puasa, lalu dy bertaubat, tpi dy bingung bgaimana membalas jumlah puasa + sholat yang ia tinggalkan?

Irham Sya'roni said...

Tentang mereka yg lupa jumlah persis utang puasanya sdh dijawab di poin PERTAMA. Silakan dibaca ulang.Semoga bisa dipahami. Jika belum phm, silakan ditanyakan. Adapun fidyah tntu berlku bg mereka yg mampu.

Irham Sya'roni said...

Wa'alaikumussalam wr wb.
1. Ia tidak wajib meng-qadla’ puasanya saat masih kafir, berdasarkan sabda Nabi Saw:

الْإِسْلاَمُ يَجُبُّ مَا كَانَ قَبْلَهُ مِنَ الذُّنُوبِ
“Islam itu menghapus dosa-dosa yang sebelumnya”

2. Dia harus mengira-kirakan jumlahnya, menurut kelegaan hatinya. Jika hatinya mengatakan sekian belas/puluh hari, maka laksanakan pembayrannya sehingga hati merasa telah terbebas dari hutang puasa dan shalat.

Twibbon SCP said...

Terima kasih ilmunya ..!! Semoga bisa jadi amal jariyah ya..!! Amin

Irham Sya'roni said...

Aamiin.. terima kasih kembali.

Anonymous said...

Assalamualaikum..
Apa benar kalau batas waktu mengqada puasa sebelum malam nisfu sya'ban?

Irham Sya'roni said...

Wa'alaikumussalam warahmatullah...
Tidak benar, Mas/Mbak Anonim. Selengkapnya bisa dibaca di sini: https://babarusyda.blogspot.co.id/2015/06/puasa-setelah-nishfu-syaban-haramkah.html

Anonymous said...

Assalamu'alaikum..
Ada seorang teman menanyakan ini pd saya, mohon dbantu menjawab uztad.

beliau skrg berumur 28th saat baligh berumur 11th. dsaat usia 11 s/d 20thn beliau bercerita kalau jarang puasa dan tdk pula menggantinya dtahun" trsbt. Sampai d usianya 23thn dia bertaubat dan hanya mengingat puasa yg dqhodo d2thn terakhir dan dia membayar dgn qhodo puasa. Yg teman saya tanyakan beliau sdh memperkirakan jumalahnya akan ttpi bagai mana cara membayarnya? Krn jumalah hutang puasa yg begitu banyak..
Trimakasi uztad.

Irham Sya'roni said...

Wa'alaikumussalam warahmatullah...

Cara meng-qadha' puasanya, silakan dilakukan kapan saja (di luar Ramadhan dan 5 hari yg diharamkan berpuasa). Tidak harus urut. Boleh kadang puasa, kadang tidak. Sampai merasa yakin telah melunasi utangnya. Lebih baik lagi jika ditambah dengan memberi makan fakir/miskin dengan hitungan di atas. Jika tidak bisa atau tidak mampu, bisa mengeluarkan semampunya. Jika sekadar semampunya jg tdk bisa, maka cukuplah qadha' saja sampai yakin terlunaskan utangnya.

Anonymous said...

jazaakallahu khair uztad

Irham Sya'roni said...

Wa iyyaka...
Sama-sama, terima kasih kembali.

Unknown said...

Ini yg sedang aku alamin. Aku juga lagi bingung dan takut dengan jumlah hutang2 puasa ku yg sejak bertahun2 menumpuk. Aku bingung gimana bayarnya. Udah kebanyakan banget n ntah berapa ratus hari jumlahnya. Apa cara bayarnya juga kaya gitu?

Irham Sya'roni said...

"Kayak gitu" yang bagaimana, ya, Mbak Elsa Widya Aidid?

Unknown said...

Assalamualaikum wr.wb. ustadz.. Maaf saya mau nanya.. sebenarnya qodho puasa itu kan sesuai dengan yang kita tinggalkan kan ustadz.. Tapi saya bingung, ada yang bilang harus bayar 2 kali lipat nya.. Sebelum nya saya hanya mengqodho sesuai dengan yang saya tinggalkan.. Tapi semenjak ada yang bilang haru
s bayar 2 kali lipat saya jadi bingung.. Mohon penjelasan nya ustadz ☺😊.. Terimakasih

Irham Sya'roni said...

Waálaikumussalam warahmatullah.
Qadha'puasa dibayarkan sesuai jumlah hari yang ditinggalkan, Mbak Maya.
Terima kasih, semoga membantu.

Unknown said...

Assalamualaikum ustad.. Kalau misalnya kita lupa dengan jumlah hutang puasa kita, lalu memperkirakan dengan jumlah terbesarnya, lalu mengqadanya lalu setelah beberapa lama lupa dan akhirnya mengulang.. Namun setelah mengulang tsb telah datang Ramadhan lagi, bagaimana ustad? Tolong dijawab, terimakasih.. Wassalamualaikum

Irham Sya'roni said...

Wa'alaikumussalam warahmatullah.

Patut saya acungi jempol atas semangat dan tekad Mbak Dewi Ayu untuk membayar utang kepada Allah, yaitu utang puasa Ramadhan. InsyaAllah, Allah juga akan mencatat kebaikan Mbak Dewi ini.

Sedang berproses mengqadha' lalu lupa, tidak perlu mengulang dari awal. Cukup perkirakan berapa yang sudah terbayarkan. Andai ragu antara 10 hari atau 12 hari, maka pilihlah 10 hari. Jadi, anggaplah bahwa Mbak Dewi sudah mengqadha' 10 hari. Tinggal melunasi sisanya.

Jika telah masuk Ramadhan, bayarlah sisanya selepas Ramadhan.

Apakah wajib fidyah?
Sudah saya sampaikan dalam artikel di atas, bahwa para ulama berbeda pendapat tentang kewajibannya. Ada yang mewajibkan jika memang menundanya secara sengaja dan tanpa udzur syarí. Namun, ada pula yang tidak mewajibkan sama sekali. Silakan Mbak Dewi memilih menurut kelegaan hati Mbak Dewi. Yang paling penting, utang puasa Mbak Dewi dibayar lunas. Itu yang utama!

Semoga bermanfaat.
Wassalam
Wallahu a'lam

Mira Hadistina said...

Bagaimana jika seseorang yang berhutang tidak tahu jika ia melewati ramadhan berikutnya harus membayar fidyah, sehingga ia melewatkannya begitu saja, akan tetapi ketika ia telah mengetahui hukumnya ia bergegas membayar hutangnya tersebut, pertanyaannya apakah wajib baginya membayar fidyah sebelum-sebelumnya walaupun saat itu ia tidak tahu tentang hukum tersebut?

Irham Sya'roni said...

Pertama, perlu saya tegaskan ulang bahwa para ulama lintas mazhab berbeda pendapat tentang kewajiban fidyah. Tetapi, mereka tidak berbeda pendapat tentang kewajiban mengqadha'/membayar utang puasa.

Kedua, di antara orang yang dimaafkan adalah orang yang tidak tahu. Apakah kemudian dia wajib membayar fidyah yg telah lalu? Jawabannya kembali pada poin pertama; jika dia berketetapan hati untuk mengikuti pendapat bahwa fidyah itu wajib, maka dia harus keluarkan fidyah itu. Tetapi, jika hati lebih mantap memilih bahwa fidyah tidak wajib, maka tidak wajib pula baginya mengeluarkan fidyah. Yang pokok dan paling utama, utang puasanya harus benar-benar dilunasi.

Unknown said...

saya mau bertanya ...saya umur 19th dan saya mulai berhutang puasa pada thn 2012-2016 tetapi jumlah hutang puasa yang saya ingat hanya pada 3 thn terakhir yaitu thn 2014, 2015, dan 2016 ... pertanyaan saya bagaimana cara saya utuk mengqhodo puasa saya apakah puasa yang saya lupa jumlahnya tetap hrs sya lakukan ... mhon jawban nya ... trmksh

Irham Sya'roni said...

Berutang puasa sejak 2012 - 2016, dan yang diingat secara pasti adalah utang pada tahun 2014 - 2016, maka bayarlah utang puasa Mbak Rini pada 3 tahun tersebut.

Lalu, bagaimana dengan dengan utang puasa pada tahun 2012 - 2013? Karena pada tahun tersebut tidak tahu secara pasti berapa jumlahnya, maka tetapkan menurut perkiraan dan kemantapan hati Mbak Rini.

Jadi, yang akan diqadha' nantinya adalah jumlah pasti utang pada tahun 2014 sampai 2016 + jumlah perkiraan pada tahun 2012 sampai 2013.

Anonymous said...

hutang puasa Ramadhan beberapa tahun belum dibayar,apakah boleh tidak membayar fidyah,??? Hanya qadha saja??

Irham Sya'roni said...

Jawaban sudah jelas, sebagaimana postingan di atas.

Anonymous said...

Saya punya hutang puasa beberapa tahun yang lalu ,pada saat itu saya tidak tau tentang qhada puasa, sekarang saya sudah tau tentang qhada puasa apakah saya harus membayar hutang puasa tersebut? padahal pada saat itu saya belum tau tentang qhada puasa ?

Irham Sya'roni said...

Ada "dua orang tidak tahu" yang dimaafkan oleh syariat,
1. orang yang baru masuk Islam,
2. orang yang hidupnya jauh dari ulama (ustad, kiai, atau lainnya) sehingga dia tidak mempunyai akses untuk mendapatkan ilmu agama.

Apakah Mas/Mbak Anonim memenuhi 2 kriteria tersebut?
Kalau iya, maka dimaafkan sehingga tidak wajib meng-qadha' puasa.
Kalau tidak, maka tidak dimaafkan. Karena tidak dimaafkan oleh syariat, maka tetap wajib meng-qadha' puasa.

Deny said...

Saya mau bertanya, tolong dijawab karna saya merasa terbebani. Saya baru berumur 17thn. Saya pernah melakukan kesalahan 2 tahun yang lalu (2016). Pada saat itu, saya melakukan hal yang menyebabkan keluarnya air mani pada malam ramadhan, dan saya lupa pada tanggal berapa itu. Ketika itu saya lupa untuk melakukan mandi besar dan langsung tertidur. Saya terus melakukan puasa seperti biasanya. Dan pada tahun 2018 awal bulan Januari, saya baru teringat hal itu, saya benar2 orang yang pelupa. Jadi, apa yang harus saya lakukan untuk mengganti puasa itu ? Tolong dijawab, saya merasa terbebani. Terlebih lagi saya melakukan itu 2 tahun lalu dan telah melewati satu bulan ramadhan. Yang saya ingat bahwa saya melakukan itu ditengah2 bulan ramdhan. Sekali lagi, tolong dijawab dengan jelas. Terima kasih

Irham Sya'roni said...

Membaca susunan pertanyaannya, terselip kesan mengintimidasi dan menginterogasi si empunya blog. Namun, sejurus kemudian saya memafhumi, Mas Deny sedang galau tingkat tinggi sehingga berefek dalam menyusun kalimat pertanyaan yg kurang soft dan polite.


Baiklah, pertanyaan Mas Deny bisa saya jawab sebagai berikut:
Keluar mani bisa membatalkan puasa jika (1) dilakukan secara sengaja (2) pada saat puasa, yakni rentang waktu mulai Subuh sampai Maghrib. Dengan demikian, keluar mani tidak membatalkan puasa jika (1) tidak disengaja, seperti mimpi basah pada siang hari, (2) atau terjadi pada malam hari baik disengaja maupun tidak.

Kesimpulannya:
Keluar mani yg terjadi pada Mas Deny pd malam Ramadhan tidak membatalkan puasa.

Tapi, saat puasa masih dalam kondisi junub (belum bersuci), bagaimana?
Puasa tetap sah walau dalam keadaan junub karena memang tidak ada yang menyebutkan bahwa syarat sah puasa adalah suci dari hadas kecil atau besar. Hal ini pernah terjadi pada diri Rasulullah, beliau pernah memasuki waktu Subuh bulan Ramadhan masih dalam keadaan junub.

Dengan demikian, tidak ada masalah dengan puasa Mas Deny. Justru yang menjadi masalah adalah shalat Anda, karena salah satu syarat sah shalat adalah harus suci dari hadas besar dan kecil.
Wallahu a'lam.

Deny said...

Uhm iya benar saya galau tingkat tinggu. Hehe��. Makasih buat jawaban nya. Mohon dimaafkan kalau bahasa saya kurang sopan.

Irham Sya'roni said...

Sama-sama, Mas Deny. Terima kasih kembali. Semoga bermanfaat. :)

Unknown said...

Assalamualaikum...
Saya mau tanya nich
Apakah di perbolehkan mengqodho puasa ramadhan tahun yang lalu dengan cara berpuasa Daud ( satu hari puasa satu hari tidak) ?
Terima kasih

Irham Sya'roni said...

Wa'alaikumussalam warahmatullah. Boleh, Mbak. Qadha' puasa Ramadan tidak diwajibkan bersambung dari satu hari ke hari berikutnya.

Anonymous said...

Assalamualaikum

Semoga penulis selalu mendapat rahmat dan berkah dari Allah SWT. Ada beberapa pertanyaan yang ingin saya tanyakan, sekiranya penulis bisa membantu saya menjawabnya

1) Apakah boleh kafarat fidyah tersebut dibulatkan menjadi 1 kg, karena 675 gram = 0,675 kg?
2) Wajibkah mengakalilipatkan kafarat fidyah, sedangkan ada beberapa yang tidak dikalilipatkan berdasarkan tahun terlewatnya. Hanya membayar sesuai jumlah hutang puasanya?
3) Apakah membayarkan kafarat fidyah pada panti asuhan diperbolehkan?
4) Apakah ada niatan yang perlu dilakukan sebelum atau saat menjalani pembayaran kafarat fidyah?

Mungkin sekian dulu pertanyaan dari saya
terima kasih atas perhatiannya

Waalaikumussallam

Irham Sya'roni said...

Wa'alaikumussalam warahmatullah.

Aamiin, terima kasih doa yang Saudara berikan.
Berkaitan dengan pertanyaan saudara, berikut jawaban saya:

1. Boleh.
2. Sudah tertulis di postingan di atas, menurut madzhab Syafi'i harus dikali-lipatkan, sementara menurut madzhab yang lain tidak harus.
3. Berdasarkan QS. Al Baqarah: 184 fidyah diberikan kepada (fakir) miskin. Jika memang panti tersebut bisa dipastikan akan menyerahkan fidyah kepada orang miskin (baik si miskin tersebut berstatus yatim atau bukan), maka boleh.
4. Cukup berniat dalam hati saat membayar fidyah.

Terima kasih. Wallahu a'lam
Wassalamu'alaikum warahmatullah.

Unknown said...

Kalau kita memperikarakan hutang puasa sebanyak 30 hari, apakah fidyahnya yg kira2 30×0,6 kg (1mud) itu harus sy bagi ke 30 kantung atau bisa sy langsung gabungkan terus memberinya ke panti asuhan?

Irham Sya'roni said...

Berdasarkan Q.S. al-Baqarah [2]: 184, fidyah bisa diberikan kepada beberapa fakir miskin, bisa juga diberikan sekaligus kepada satu orang fakir/miskin. Tentang kedudukan panti asuhan, bisa baca jawaban dr penanya sebelumnya.
Terima kasih