Dalam sebuah postingan saudara saya yang berjudul Cara Melunasi Hutang Puasa Orang Yang Sudah Meninggal. Bag. 1, ada satu komentar yang sekaligus merupakan pertanyaan untuk shahibul blog (si empunya blog).
~*~
Pertanyaan:
assalamualaikum
maaf saya ijin bertanya
maksud hutang puasa itu hutang membayar untuk menggenapkan sebulan atau puasa yang terlewat dari keluarga yang sudah meninggal?
Jawaban dari saudara saya, sang empunya blog:
wa'alaykumsalam warohmatullah...
contohx gini sob,
sy puasa pd tahun ini, belum genap satu bulan puasa tiba2 sy meninggal, tp sy sempat puasa selama 20 hr., sisa dr puasa yg 10 hr itu lah yg disebut dgn utang puasa.
jd keluarga pny tanggungan utang puasa 10 hr. selanjutx gk ada lagi..
smg bs dipahami.., klo penjelasan sy kurang jelas bs ditanyakan kembali..
barakallahu fiikum. :)
~*~
Sedangkal Pengetahuan Saya:
Yang dimaksud dengan utang puasa adalah puasa yang kita tinggalkan saat kita masih hidup dan saat kita masih menyandang status wajib berpuasa. Nah, pertanyaannya adalah siapakah yang mendapatkan titah wajib berpuasa? Dalam literatur fiqih, inilah yang disebut dengan Syarat Wajib Puasa.
1. Beragama Islam.
Karena itulah selain Muslim tidak wajib berpuasa. Namun demikian, mereka tetap berdosa karena kekafirannya. Bahkan, seandainya berpuasa pun amal mereka tidak akan diterima oleh Allah swt, sebagaimana firman-Nya:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.’” (Q.S. Az-Zumar [39]: 65)
2. Baligh.
Karena itulah puasa Ramadhan tidak diwajibkan atas anak-anak yang belum baligh. Begitu pula mereka tidak diwajibkan menggantinya (meng-qadha’nya) karena pada dasarnya mereka memang tidak diwajibkan berpuasa.
3. Berakal sehat.
Karena itulah orang gila tidak diwajibkan berpuasa. Apabila ia sembuh, maka ia tidak diwajibkan mengganti puasanya karena pada dasarnya ia memang tidak diwajibkan berpuasa.
Poin 2 & 3 bersandar pada sabda Nabi saw:
رفع القلم عن ثلاثة: الصبي حتى يحتلم والنائم حتى يستيقظ والمجنون حتى يفيق }. أخرجه أحمد وأبو داود{
“Telah diangkat pena dari tiga orang: anak kecil hingga ia bermimpi (baligh), orang gila hingga ia waras, dan orang yang tidur hingga ia terjaga dari tidurnya.” (H.R. Ahmad dan Abu Daud)
4. Mampu.
Karena itulah orang yang tidak mampu atau tidak kuat berpuasa, boleh tidak berpuasa. Misalnya, seorang yang tua renta atau sakit menahun sehingga tidak kuat berpuasa.
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 184)
5. Bermukim di suatu tempat (bukan musafir).
Karena itulah bagi musafir (sedang bepergian dengan jarak yang diperbolehkan untuk meng-qashar shalat), ia diperbolehkan tidak berpuasa. Namun, bagi dia, pada lain waktu tetap diwajibkan men-qadha’ puasanya. Begitu pula orang sakit yang sakitnya tidak menahun, apabila telah sembuh wajib meng-qadha’nya.
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 184)
6. Suci dari haid atau nifas.
Bahkan, mereka yang sedang haid dan nifas diharamkan berpuasa.
لقول عائشة رضي الله عنها: "كنا نحيض على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فنؤمر بقضاء الصيام ولا نؤمر بقضاء الصلاة".
Sebagaimana ucapan Aisyah r.ha., “Pada masa Rasulullah saw, kami sedang haid, maka kami diperintah oleh beliau untuk meng-qadha’ puasa namun tidak diperintah untuk meng-qadha’ shalat.”
Nah, dari paparan ini, menurut kedangkalan pengetahuan saya, jawaban sang empunya blog di atas adalah tidak benar. Seandainya saya berpuasa 20 hari lalu meninggal dunia, maka tidak benar jika dikatakan bahwa saya mempunyai utang 10 hari. Dengan alasan, pada hari ke-21 sampai hari ke-30 saya meninggal dunia. Bukankah orang yang sudah mati/meninggal dunia tidak terbebani kewajiban apa pun? Bagaimana jika saya baru sempat puasa 1hari lalu pada hari ke-2 meninggal dunia? Apakah saya dianggap berhutang puasa 29 hari? Tentu tidak, bukan?
Berbeda kasusnya apabila saya berpuasa 20 hari lalu pada hari ke-21 sampai hari ke-30 saya jatuh sakit sehingga tidak berpuasa. Kemudian, pada malam hari raya saya meninggal dunia. Nah, dalam kasus ini benar sekali jika dikatakan bahwa saya mempunyai utang puasa 10 hari, karena selama 10 hari itu saya masih hidup dan berakal sehat namun tidak berpuasa. Jadi, maksud dari utang puasa adalah puasa yang terlewat saja.
“Pendapat saya benar, namun bisa juga salah. Dan pendapat dia salah, namun bisa juga benar.” Karena itulah saya sangat berterima kasih apabila Sobat blogger berkenan menambahkan atau meluruskan tulisan saya. Atau, Sobat blogger mempunyai pendapat sendiri dengan pijakan-pijakan naqlinya, dengan penuh keterbukaan saya persilakan.
Terima kasih.