Pertanyaan:
Dalam postingan saya berjudul Diskusi
Singkat Berhadiah Buku, Sobat
saya Mas Darmawan
Saputra meninggalkan komentar
sekaligus juga pertanyaan. Pertanyaan beliau adalah: “Ketika kita sedang shalat
lalu dipanggil ibu/ayah apa yang harus kita lakukan ? (3x tidak menjawab
panggilan ibu maka berdosa).”
Jawaban:
Sobat saya, Mas Darmawan Saputra, sebelum menjawab pertanyaan
Anda, saya sampaikan terima kasih yang tiada bermuara untuk Anda atas atensi di
setiap postingan saya. Terima kasih juga atas persahabatan kita selama ini.
Semoga persahabatan dan persaudaraan kita senantiasa membuahkan keberkahan/kebaikan.
Amin.
Apa yang Mas Darmawan tanyakan pernah pula diceritakan oleh
Rasulullah saw melalui sabda beliau:
لَمْ
يَتَكَلَّمْ فِي الْمَهْدِ إِلَّا ثَلَاثَةٌ: عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَصَاحِبُ
جُرَيْجٍ وَكَانَ جُرَيْجٌ رَجُلًا عَابِدًا فَاتَّخَذَ صَوْمَعَةً فَكَانَ فِيهَا
فَأَتَتْهُ أُمُّهُ وَهُوَ يُصَلِّي فَقَالَتْ يَا جُرَيْجُ فَقَالَ يَا رَبِّ
أُمِّي وَصَلَاتِي فَأَقْبَلَ عَلَى صَلَاتِهِ فَانْصَرَفَتْ فَلَمَّا كَانَ مِنْ
الْغَدِ أَتَتْهُ وَهُوَ يُصَلِّي فَقَالَتْ يَا جُرَيْجُ فَقَالَ يَا رَبِّ أُمِّي
وَصَلَاتِي فَأَقْبَلَ عَلَى صَلَاتِهِ فَانْصَرَفَتْ فَلَمَّا كَانَ مِنْ الْغَدِ
أَتَتْهُ وَهُوَ يُصَلِّي فَقَالَتْ يَا جُرَيْجُ فَقَالَ أَيْ رَبِّ أُمِّي
وَصَلَاتِي فَأَقْبَلَ عَلَى صَلَاتِهِ فَقَالَتْ اللَّهُمَّ لَا تُمِتْهُ حَتَّى
يَنْظُرَ إِلَى وُجُوهِ الْمُومِسَاتِ
Tidak ada bayi yang dapat berbicara ketika masih berada dalam
buaian kecuali tiga bayi:
(1) Isa bin Maryam, (2) dan bayi dalam
perkara Juraij.
Juraij adalah seorang laki-laki yang rajin beribadah. Ia membangun
tempat peribadatan dan senantiasa beribadah di tempat itu. Ketika sedang
melaksanakan shalat, tiba-tiba ibunya datang dan
memanggilnya, “Hai Juraij! “
Juraij bertanya dalam hati, “Ya Allah, manakah yang lebih aku
utamakan, memenuhi panggilan ibuku ataukah melanjutkan shalatku?” Akhirnya ia
pun meneruskan shalatnya hingga ibunya kecewa dan beranjak darinya.
Keesokan harinya, ibunya datang lagi kepadanya sedangkan Juraij
sedang melakukan shalat.
Kemudian ibunya memanggilnya, “Hai Juraij!”
Juraij kembali berkata dalam hati, “Ya Allah, manakah yang lebih
aku utamakan, memenuhi seruan ibuku ataukah shalatku?” Juraij tetap meneruskan shalatnya hingga ibunya kecewa dan beranjak darinya.
Hari berikutnya, ibunya datang lagi ketika Juraij sedang
melaksanakan shalat. Seperti biasa ibunya memanggil, “Hai
Juraij!”
Juraij kembali berkata dalam hati, “Ya Allah, manakah yang harus
aku utamakan, memenuhi seruan ibuku ataukah meneruskan shalatku?” Namun Juraij
tetap meneruskan shalatnya dan mengabaikan seruan ibunya.
Hal ini tentu membuat
kecewa hati ibunya. Tak lama kemudian ibunya pun berdoa kepada Allah, “Ya
Allah, janganlah Engkau matikan ia (Juraij) sebelum ia mendapat fitnah dari
perempuan pelacur! ”
*) Dalam redaksi hadits yang lain tidak menyebut 3 hari, tetapi tiga
kali.
***) Siapakah bayi yang ke-3? Dia adalah seorang bayi yang sedang disusui ibunya, yang selalu berbeda pendapat dengan ibunya dalam hal harapan/doa (lihat link hadits 1 dan 2 di atas).
****) Dalam hadits lain disebutkan seorang bayi yang juga bisa berbicara. Dia adalah bayi dari Masyithah, penyisir putri Fir'aun.
****) Dalam hadits lain disebutkan seorang bayi yang juga bisa berbicara. Dia adalah bayi dari Masyithah, penyisir putri Fir'aun.
~*~
Mas Darmawan dan sobat blogger lainnya tentu pernah mendengar
kisah Juraij, bukan? Ya, ia adalah seorang yang sangat rajin beribadah. Suatu
waktu, ketika Juraij sedang asyik dan khusyuk melaksanakan shalat, sang ibunda
memanggilnya, “Hai Juraij…!” Juraij bingung antara melanjutkan shalatnya atau
memenuhi panggilan ibundanya. Akhirnya, Juraij memilih melanjutkan shalatnya.
Hari kedua, terjadilah peristiwa yang sama, dan lagi-lagi Juraij
bingung antara meneruskan shalat atau menghentikannya demi memenuhi panggilan
sang ibu. Akhirnya, Juraij memilih meneruskan shalatnya.
Hari ketiga, peristiwa itu pun kembali terjadi. Seperti dua hari
sebelumnya, pada hari ketiga ini Juraij tetap memilih melanjutkan shalatnya dan
tidak memenuhi panggilan sang bunda. Sampai akhirnya sang bunda kecewa lalu
mendoakan yang kurang baik untuk Juraij. Sang bunda berdoa meminta kepada Allah
agar mendatangkan fitnah atau cobaan dari seorang pelacur untuk Juraij.
Bagaimana kelanjutan kisah Juraij dan sang pelacur? Kita bisa
menyimaknya dalam kelanjutan sabda beliau saw sebagaimana berikut:
فَتَذَاكَرَ
بَنُو إِسْرَائِيلَ جُرَيْجًا وَعِبَادَتَهُ وَكَانَتْ امْرَأَةٌ بَغِيٌّ
يُتَمَثَّلُ بِحُسْنِهَا فَقَالَتْ إِنْ شِئْتُمْ لَأَفْتِنَنَّهُ لَكُمْ قَالَ
فَتَعَرَّضَتْ لَهُ فَلَمْ يَلْتَفِتْ إِلَيْهَا فَأَتَتْ رَاعِيًا كَانَ يَأْوِي
إِلَى صَوْمَعَتِهِ فَأَمْكَنَتْهُ مِنْ نَفْسِهَا فَوَقَعَ عَلَيْهَا فَحَمَلَتْ
فَلَمَّا وَلَدَتْ قَالَتْ هُوَ مِنْ جُرَيْجٍ فَأَتَوْهُ فَاسْتَنْزَلُوهُ
وَهَدَمُوا صَوْمَعَتَهُ وَجَعَلُوا يَضْرِبُونَهُ فَقَالَ مَا شَأْنُكُمْ قَالُوا
زَنَيْتَ بِهَذِهِ الْبَغِيِّ فَوَلَدَتْ مِنْكَ فَقَالَ أَيْنَ الصَّبِيُّ
فَجَاءُوا بِهِ فَقَالَ دَعُونِي حَتَّى أُصَلِّيَ فَصَلَّى فَلَمَّا انْصَرَفَ
أَتَى الصَّبِيَّ فَطَعَنَ فِي بَطْنِهِ وَقَالَ يَا غُلَامُ مَنْ أَبُوكَ قَالَ
فُلَانٌ الرَّاعِي قَالَ فَأَقْبَلُوا عَلَى جُرَيْجٍ يُقَبِّلُونَهُ
وَيَتَمَسَّحُونَ بِهِ وَقَالُوا نَبْنِي لَكَ صَوْمَعَتَكَ مِنْ ذَهَبٍ قَالَ لَا
أَعِيدُوهَا مِنْ طِينٍ كَمَا كَانَتْ فَفَعَلُوا
Kaum Bani Israil selalu memperbincangkan tentang Juraij dan
ibadahnya, hingga ada seorang wanita pelacur yang cantik berkata, “Jika kalian
menghendaki (popularitas Juraij hancur di mata masyarakat), aku akan
memfitnahnya demi kalian.”
Rasulullah saw melanjutkan sabdanya: “Maka mulailah pelacur itu menggoda
dan membujuk Juraij, tetapi Juraij tidak mudah terpedaya oleh godaan pelacur
tersebut. Kemudian pelacur itu pergi mendatangi seorang penggembala ternak yang
kebetulan sering berteduh di tempat peribadatan Juraij. Ternyata wanita
tersebut berhasil memperdayainya hingga laki-laki penggembala itu melakukan
perzinaan dengannya sampai akhirnya hamil.
Setelah melahirkan, wanita pelacur itu berkata kepada masyarakat,
”Bayi ini adalah hasil perbuatan aku dan Juraij.” Mendengar pengakuan wanita
itu, masyarakat pun marah dan membenci Juraij. Mereka lalu mendatangi rumah
peribadatan Juraij, hingga mereka menghancurkannya. Mereka pun bersama-sama
menghakimi Juraij tanpa bertanya terlebih dahulu kepadanya.
Lalu Juraij bertanya kepada mereka, “Mengapa kalian lakukan hal
ini kepadaku?” Mereka menjawab, “Karena kamu telah berzina dengan pelacur ini
sehingga ia melahirkan bayi dari hasil perbuatanmu.”
“Di manakah bayi itu?” seru Juraij.
Maka mereka mendatangkannya (bayi itu). Lalu Juraij berkata,
“Panggil aku setelah aku shalat.”
Ketika selesai shalat, Juraij mendatangi bayi itu lalu memengang
perut sang bayi seraya berkata, “Wahai bayi, siapakah bapakmu?”
(Ajaib), sang bayi menjawab, “Ayahku adalah si Fulan, seorang
pengembala.”
Seketika mereka menghampiri Juraij, kemudian menciumnya dan
menyentuhnya (menaruh hormat kepada Juraij). Mereka berkata, “Kami akan
membangunkan kembali tempat ibadahmu dari emas.”
Namun Juraij menolak dan berkata, “Tidak usah. Kembalikan saja
rumah ibadahku seperti semula yang terbuat dari tanah liat.” Akhirnya mereka
pun mulai melaksanakan pembangunan rumah ibadah itu seperti semula. (HR.
Bukhari dan Muslim)
~*~
Apakah hadits tersebut menyiratkan atau bahkan menyuratkan jawaban
bahwa saat kita shalat dan orangtua memanggil kita maka kita wajib menjawabnya
(membatalkan shalat)? Ternyata kesimpulannya tidak mutlak seperti itu karena shalat yang
dilakukan oleh Juraij sebagaimana kisah di atas adalah shalat sunnah, bukan
shalat fardhu/wajib.
sumber gambar |
Mas Darmawan dan Sobat blogger lainnya, dari itulah bisa kita
simpulkan bahwa menjawab
seruan orangtua memang wajib, tetapi jika kita sedang dalam keadaan shalat
maka hukumnya dirinci sebagai berikut.
1. Jika yang sedang kita dirikan adalah shalat
FARDHU maka kita TIDAK BOLEH membatalkan shalat. Kebolehan membatalkan shalat fardhu hanya dalam kondisi-kondisi
darurat semisal mendengar atau melihat orang kecebur sumur, rumah tetangga
kebakaran, atau darurat-darurat lainnya. Adapun panggilan orangtua, dalam hal
ini tidak terbilang darurat sehingga harus melanjutkan shalat/tidak boleh
membatalkannya.
2. Jika yang sedang kita dirikan adalah shalat
SUNNAH maka kita BOLEH membatalkan shalat. Nah, jika kondisi ini yang terjadi pada kita maka solusinya
adalah:
a) Kita memberi isyarat kepada orangtua bahwa kita sedang shalat.
Caranya, misalnya, dengan membaca tasbih atau dengan sedikit mengeraskan bacaan
yang sedang kita baca sehingga beliau mengerti bahwa ternyata “anakku yang
paling guanteng sendiri” sedang shalat. Jika beliau memaklumi kita yang sedang
shalat, maka kita boleh melanjutkan shalat (tidak menjawab panggilan beliau).
b) Kalau beliau tidak memahami isyarat kita, maka:
(1)
jika
kita khawatir beliau akan kecewa atau bahkan marah maka pilihan terbaiknya
adalah kita membatalkan shalat sunnah kita untuk memenuhi panggilan beliau.
(2)
Jika
kita tidak khawatir beliau akan kecewa maka kita boleh memilih antara
melanjutkan atau membatalkan shalat sunnah.
c) Beliau sebetulnya memahami isyarat kita tetapi beliau tetap
menginginkan jawaban atau kehadiran kita, maka yang harus kita lakukan adalah
membatalkan shalat lalu memenuhi panggilan mereka.
Demikian sedikit yang saya tahu dan sedikit pula
yang bisa saya jadikan jawaban atas pertanyaan Mas Darmawan Saputra. Semoga
bermanfaat. Dan, salam ukhuwah!
39 comments:
Siip.. edukasi fiqih yang oke akhi :)
sip banget kak >< pernah aku lagi solat isya di panggil ayah,emang langsung mengganggu konsentrasi solat sih cuman ya aku besarin aja suara bacaan solat ku.. hurm untung dia ngerti -.- dan aku dah dapat pencerahan tentang masalah ini great :D keep blogging dan share hal hal yang bermanfaat ya kak ^^
jazakallah pembahasannya ustadz, sangat bermanfaat...
barokallah fiekum wa ahlikum:}
makasih sudah membagii ilmunya :)
benar kata uztadku dulu
Walau apa adanya dan sangat sederhana, semoga bermanfaat ya, Mbak diniehz. :)
Alhamdulillah dan syukurlah kalau bermanfaat buat Rulita. Kapan mulai kuliahnya? Moga sukses ya!
Wa iyyaka, semoga Allah juga melimpahkan keberkahan dan kebaikan untuk Mas Muroi'i sekeluarga. :) **Dah berkeluarga belum ya? :-)
Makasih kembali, Mas Febriansyah. Makasih memberikan atensinya di postingan ini.
Keren Om ulasannya...
Ini juga sering jadi bahan pertanyaan dalam kehidupan sehari-hari...
saya baru tahu mengenai kisah ini mas.
terimakasih telah menambah ilmu kepada saya mas. :D
sekaligus menjawab pertanyaan sy slama ini ustadz....hehehe :)
sukron infonya,...manfaat banget
mulai kuliah antara akhir agustus atau awal september kak,ehhehee blm pasti nanti tanggal 16 mau daftar ulang dulu hehe :D
Subhanalloh... bLognya sangat penuh dengan manfaat...
Smoga menjadi amal jariyah... Amin... :)
Hadir perdana di sini dengan bawa oleh2 MP3 Inspiratif Bag. XVI, ditunggu lawatan baliknya, Thanks, Salam bLogger :)
wahhh ini benar-benar artikel tentang fiqih yang sangat bermanfaat, Aida baru tau loh tentang hukum ini ....
Aida juga sering sekali mengalami kejadian "dipanggil orang tua saat shalat", tapi Aida lebih memilih melanjutkan sholat dari pada menjawabnya, dan Alhamdullilah orang tua paham dan tidak marah pada kondisi itu" hehehe ....
saya kebetulan belum pernah mengalami lagi shalat dan di panggil orangtua, karena sering2nya orangtua selalu tahu kalo saya lagi sholat. tapi terimakasih artikelnya mas, saya jadi tahu bagaimana menghadapinya jika suatu saat mengalaminya.
Makasih, Ko. Kali aja suatu ketika nanti kita mengalaminya, postingan ini bisa jadi solusinya. :)
Terima kasih kembali, sobat. Semoga bermanfaat
Alhamdulillah jika ternyata bermanfaat dan menjawab pertanyaan Mbak cii yuniaty. makasih atas kunjungannya. :)
Amiin... ya Rabb... semoga benar2 menjdi jariyah kita semua.
Turut senang deh kalau memang bermanfaat.
Ttg cerita Aida di atas, kalau shalat farghu memang wajib milih nglanjutin shalat. Tp kalau shalat sunnah, boleh dibatalkan. Salam Ta'zhim buat ortunya Aida.:)
Makasih atas atensinya, Mami. Setidaknya tulisan kecil di atas bermanfaat dan jadi tambahan ilmu buat kita semua, khususnya bagi sy sndiri.
bang,blogy bnyak bgd yah.hehe
saya kunjungi satu per satu ampe bingung jeglek.. hehEE lanjut membaca yg lain
waaahhh....wawasan religi yang ajiiib ustdz......tapi sebagai orang tua tenyunya harus punya jiwa pemaaffff yang luar biasa yoo ustadz biar gakterjadi pada anak-anak nya tu kisah juraij....yaahhh jangan membuatkan dosa ..apalagi berbuat dosa...
. . dapet ilmu lagi nich. tenkz ya kawan?!? . .
Alhamdulillah jika bisa menjawab pertanyaan Mas Darmawan tempo hari. Selanjutnya, agar tidak terjadi lagi peristiwa itu, Mas Darmawan bisa menyampaikan inti dari postingan ini kepada beliau. Dengan demikian beliau juga bisa memahami bgmna Islam membuat aturan indah dlm hal "memanggil anak saat si anak sdg shalat".
Aduh, maaf, Nur. Blog saya cuma ini kok. Yg lain itu saya cuma diminta jadi penulis kontributornya saja. Hehe... Insya Allah, klo nambah blog atau ganti blog, aku kabari deh.
Leres sanget, Kangmas. Sepakat 100 karat deh dgn jenengan: slain anak harus berbakti, orangtua jg harus jembar dadane alias pemaaf. :-)
Makasih kembali, Mahadhifa.
Berarti habis lebaran ya? Selamat ya... moga kuliahnya lancar dan suskes.
Assalamu`alaikum. Salam kenal mas Irham.
Saya suka sekali artikel2 dalam blog ni.
Wa'alaikumussalam warahmatullah... Salam kenal juga, Mas Muslim. Makasih dan berkenan mampir ke sini. Alhamdulillah, bisa bersahabt dan bersaudara dg Mas Muslim.
Terimaksih ustadz...
Sangat lugas dan gampang difahami.
Terima kasih kembali, Mas Sarifudin Serip.
Apakah cuman panggilan dari org tua ? Gimana pggilan suami, kakek/nenek, org tua tiri, dan org tua angkat. Syukron
Termasuk mereka juga.
ustadz mau tanya, gimana jika kondisi suami baru pulang kerja terus adzan berkumandang, apakah yg lebih didahulukan, sholat atau nemenin suami makan malam?
@Unknown: Kenapa tidak shalat berjamaah saja dengan suami, jika memang suami tidak berjamaah di masjid?
Saya tadi sedang sholat..ayah manggil..ingin menanyakan sesuatu, jadi saya jawab.apakah saya salah.
Unknown: jawabannya sudah tertulis jelas di artikel di atas. Bahkan, agar benar-benar jelas, teksnya sudah saya bold (cetak tebal). Silakan dibaca.
Post a Comment