ads
Friday, February 24, 2012

February 24, 2012
20
Tidak diketahui secara pasti apa penyebab sang gadis itu marah hingga memaki ibunya. Yang jelas, gadis itu kini benar-benar marah lalu pergi me­ninggalkan rumah dengan membawa kemarahan dan kebencian yang meluap terhadap ibunya. Ia terus berjalan sampai akhirnya melewati sebuah kedai makan.

“Ah, alangkah nikmat­nya andai aku bisa mencicipi makanan hangat di kedai itu,” gumamnya, sembari menekan perutnya yang lapar.

“Hai, Nona, masuklah! Mau menikmati masakan istimewa kami?” tanya pemilik kedai yang sedari tadi memperhatikannya.

“Iya, Pak, tapi saya tidak membawa uang,” kata gadis tersebut.

“Ya, tak apa, silakan duduk! Akan aku suguhkan menu istimewa untukmu. Gratis!”

Benar juga, sepiring masakan hangat disajikan di meja. Lengkap dengan lauknya. Gadis itu segera melahapnya. Di tengah nikmatnya makan, tiba-tiba air matanya meleleh. Setitik demi setitik hingga akhirnya terdengar isakan sang gadis.

“Kenapa menangis, Nona?” tanya pemilik kedai.

“Saya terharu, Pak. Bapak yang baru pertama ber­temu dengan saya, sudah sedemikian baik kepada saya. Sampai rela memberikan makanan hangat ini untukku.

Pemilik kedai menarik napas dalam, menyulam senyum, lalu berkata, “Ah, Nona ini terlalu berlebihan. Jika dibandingkan dengan ibu Nona, saya ini tidak ada apa-apanya. Saya hanya memberi Nona sepiring nasi, dan baru sekali ini. Sementara ibu Nona, dia memberi Nona aneka masakan setiap hari. Bahkan tiga kali sehari. Apalagi jika dihitung sejak Nona dilahirkan, ah… tentu tidak bisa dihitung lagi jumlah masakan darinya.

Gadis itu terhenyak. Kata-kata pemilik kedai itu serasa menampar dan menyadarkannya. “Astaghfirullah!” ucapnya, “Mengapa aku tidak me­mikirkan itu. Sungguh, betapa besar pengorbanan yang ibuku lakukan kepadaku. Hanya karena kekhilafan kecil ibu, aku sampai durhaka seperti ini.”

Seketika meledaknya tangis sang gadis. Ia segera bangkit dari tempat duduknya, lalu berlari pulang.

“Oh, buah hatiku sudah pulang rupanya,” kata ibunda gadis tersebut. “Ayo, Nak, segeralah ke meja makan. Ibu telah siapkan masakan ke­sukaanmu.”

Semakin deraslah air mata gadis tersebut. Ada ketulusan dan lautan kasih sayang yang ia rasakan bersamaan dengan kata-kata teduh yang keluar dari mulut ibunya.

***
Sebelum menjadi seorang ibu, aku mempunyai seratus teori tentang bagaimana membesarkan anak-anak. Kini, aku mempunyai tujuh orang anak dan hanya mempunyai satu teori untuk membesarkan mereka: Kasihi mereka, terlebih di saat [dengan kelakuan] mereka sebenarnya tidak layak untuk dikasihi.
***

Jutaan, miliaran, atau bahkan lebih, tak akan pernah bisa mem­balas dan mengganti harga perjuangan serta kasih sayang seorang ibu. Karenanya, dengan alasan apa pun, kita harus menghormati sosok wanita tangguh dan istimewa yang telah melahirkan kita. Berikan yang terbaik kepadanya. Jadilah anak yang berbakti kepadanya. Berikan pelayanan dan lantunkan doa terindah untuknya.

Ibu adalah keramat hidup. Doa­nya mustajab. Bahkan, kerelaan Allah swt bergantung pula ­pada kerelaan orangtua. Begitu juga dengan kemurkaan-Nya. Bahkan, tidak memenuhi panggilan­­nya saja, sudah termasuk bentuk kedurhakaan kepada­nya. Apalagi, kalau sampai terlibat pertengkaran dan permusuhan dengannya. Sebagai manusia biasa, tentu ia tidak luput dari khilaf dan salah. Tapi, sebesar apa pun kesalahan dan kekhilafannya, ia tetaplah sosok wanita istimewa. Karena itu, sungguh menyedihkan jika kita durhaka kepadanya. Na’udzubillah min dzalik!

Gambar: mediaislamnet.com

20 comments:

Jiah Al Jafara said...

hiks hiks
ingat ibu dirumah

cerita anak kost said...

terharu ane gan bacanya, kadang emang kita suka gitu si. wajar lah, namanya kita juga belum pernah jadi ibu, klo seorang ibu ud pernah jadi anak.. makanya mereka lebih memahami dan lebih menyayangi kepada anaknya. tenkyu artikelnya.

cerita anak kost said...

btw ini oot ni, ane lupa pernah koment di sini tadi pas ketemu ente follow langsung ane cari, eh ketemunya http://kotasantri.com/ punya ente juga bukan si? yang heran ko ada ente di situ ya? ya sudah lah tak apa.

Sweethy Amore said...

Kisah yang mengharukan. Saya jadi teringat ama bunda saya yang sekarang di Yogyakarta. Saya ga mudik lebih dari 1 tahun. I miss u ibundaku.

Irham Sya'roni said...

@jiah al jafara Emangnya jiah al jafara tinggal di mana? Jauhan ma ortu ya? Selalu kirim doa saja buat mereka, Sobat.

Irham Sya'roni said...

@cerita anak kost"...namanya kita juga belum pernah jadi ibu..." hehehe.... kita ya kagak bakalan jadi ibu, Sob. Bisanya ya cuma jadi Bapak. :-) Tengkyu dah berkenan mampir lagi ke sini.

Irham Sya'roni said...

@cerita anak kost Blog saya cuma ini, Sob. Cuma kebetulan saja ikutan jadi anggota komunitas http://kotasantri.com/ Kadang2 saja tulisan saya, aku share jg ke sana.

Irham Sya'roni said...

@Sweethy Amore Lho, Sweethy asli Jogja toh? Jogjanya mana? N mangnya sekarang tinggal di mana? Untaian doa terbaik kita buat semua ibu ya.

Unknown said...

aduh saya kepergok sedang mewek di depan komputer ketika baca post ini.
mengingatkan saya dengan bunda yang jauh disana...
hmmm...makasih mas

Irham Sya'roni said...

@de hoppus Aduh, maaf, Sobat, jika tulisan ini membuat Anda kepergok mewek di sana. hehe... Saya cuma berharap, semoga tulisan ini benar2 bisa menyadarkan kita pada kewajiban kita kpd sosok bernama Ibu.

Saat menulis ini pun, ada goresan perlahan di hati saya, Mas. Teringat suatu peristiwa beberapa tahun lalu yg membuat ibu saya sedih, marah, hingga tumpahlah air matanya. Itu karen kedurhakaanku saat itu. Alhamdulillah, hanya terjadi sesaat. Cukup sekali saja aku membuatnya menangis.

Mari kita berdoa untuk kebaikan beliau, mas.

Anonymous said...

Berulang kali saya menulis cerita tentang ibu, tapi ketika membaca tuisan sendiri takpernah se menyen tuh ini....

Irham Sya'roni said...

@Anonim terima kasih, Mas/Mbak Anonim. Hehe... Awalnya sekadar hendak menegur diri sendiri, namun jika ternyata membawa manfaat buat yg lain, tentu saya bersyukur sekali.

Asalasah said...

Subhanallah.. mantaaapp.. kisah yang mengharukan.. itulah saat kita terikut setan sehingga melupakan sekian banyak hal baik yang telah dilakukan ibu untuk kita.. waaa.. terharu gan...
dan ngemeng2 pmilik tokonya pun baik bgt yaa... mau ngasih gratis.. hahah
semoga org yang dmikian masih banyak yaa.. haha :D

Akhmad Muhaimin Azzet said...

Ibuuuuuuuuuuuu......,
membaca postingan Mas Irham ini
aku semakin rindu kepadamu.....

Irham Sya'roni said...

@Asalasah Kalau terharu, jangan lupa siapkan sapu tangan atau tissu, Mas. Hehe... biar air matanya bisa cepet2 diseka. Semoga kisah pendek ini bisa menggugah kita agar semakin berbakti kepada orangtua, khususnya Ibu.

Irham Sya'roni said...

@Akhmad Muhaimin Azzet Idem, Mas. aku juga rindu banget kepada beliau. Dah lama tak bersua dengan beliau di sana.

Annur Shah said...

saya pengen nangis baca postingan ini bang,
jadi ingat kasih sayang Emak yg bgtu dalam, setiap harinya ia brsaha memnuhi kebutuhan anaknya. Bahkan hingga detik ini tulang punggung ada pada ibuku..
aku hanya bisa membatu ala kadarnya... ibu love u 4ever...

Irham Sya'roni said...

@Annur EL- Kareem Karen itulah, ketika Rasulullah ditanya siapakah yg pantas mendapatkan ihsan (perlakuan baik dan penghormatan istimewa), beliau menjawab: IBUMU... IBUMU... IBUMU... baru kemudian Ayahmu.

Dwijayasblog said...

Bagi ku, kasih ibu seperti udara yang tak mampu ku membalasnya.

Irham Sya'roni said...

Dwijayasblog @ Benar sekali Sobat. Seberapa pun banyaknya upaya kita untuk membalasnya, tetap saja itu belum cukup. Kita bnr2 tak mampu membalasnya, Sobat. Makasih banyak atas atensinya, sobat