Saudaraku, sesungguhnya di dunia ini hanya ada dua jalan bagi manusia, yaitu jalan kebenaran dan jalan hawa nafsu. Jalan kebenaran adalah petunjuk yang diturunkan oleh Allah swt., sedangkan hawa nafsu merupakan jalan yang diprakarsai oleh setan sebagai musuh manusia guna menimbun bahan bakar api neraka pada hari Kiamat kelak.
Hawa nafsu yang tercela adalah yang menyelisihi petunjuk Allah swt.. Dinamakan hawa karena membawa pelakunya di dunia kepada kehancuran dan menyeretnya di akhirat menuju neraka Hawiyah. Hawa nafsu itu hina. Jika menurutinya secara membabi buta, maka jadilah kita manusia hina.
Saudaraku yang dirahmati Allah, hidup ini adalah perjuangan melawan hawa nafsu (syaitan). Kadangkala kita menang dan kadangkala kita kalah melawannya. Imam Ghazali menyebut ada tiga bentuk perlawanan manusia terhadap hawa nafsu. Yang pertama, nafsu muthmainnah (nafsu yang tenang), yakni ketika iman menang melawan hawa nafsu, sehingga perbuatan manusia tersebut lebih banyak yang baik daripada yang buruk.
Yang kedua, nafsu lawwamah (nafsu yang gelisah dan menyesali dirinya sendiri), yakni ketika iman kadangkala menang dan kadangkala kalah melawan hawa nafsu, sehingga manusia tersebut perbuatan baiknya relatif seimbang dengan perbuatan buruknya.
Yang ketiga adalah nafsu la’ammaratu bissu’ (nafsu yang mengajak kepada keburukan), yakni ketika iman kalah dibandingkan dengan hawa nafsu, sehingga manusia tersebut lebih banyak berbuat yang buruk daripada yang baik.
Sepenggal Kisah Inspiratif
Kisah Qabil dan Habil
Qabil dan Habil, keduanya adalah putra Adam a.s.. Al-Qur’an mengisahkan keduanya agar menjadi i’tibar dan hikmah orang-orang mukmin. Qabil adalah seorang yang bermental buruk, selalu melakukan keburukan, dosa, tamak, dan menentang kebenaran. Habil adalah saudaranya, seorang yang shalih, takwa, dan selalu berbuat kebenaran.
Di antara keduanya sering timbul perselisihan. Habil selalu mempertahankan kebenaran, sedangkan Qabil selalu menentangnya. Perselisihan antara keduanya sering terjadi hingga akhirnya sampai ke suatu titik kritis, yakni peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Qabil terhadap adiknya, Habil.
Dikisahkan bahwa Nabi Adam mempunyai anak yang masing-masing dilahirkan oleh istrinya kembar dua, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Yang pertama, Qabil dengan saudari kembarnya perempuan, yang kedua Habil dengan saudari kembarnya. Adam ingin menjodohkan masing-masing anaknya secara bersilang. Qabil dengan saudari kembar Habil, dan Habil dengan saudari kembar Qabil. Kebetulan, saudari kembar Qabil adalah wanita cantik sehingga ketika Adam akan mengawinkannya dengan Habil, Qabil menolak dan menantang ayahnya dan berkata, “Saya lebih berhak memperistri saudari kembarku, sedangkan Habil lebih berhak memperistri saudari kembarnya. Bukanlah hal yang bersilang ini tidak lain hanyalah pendapatmu belaka!”
Kemudian Adam memerintahkan kedua anak laki-lakinya melakukan kurban. Barangsiapa yang kurbannya diterima akan dijodohkan dengan anak yang cantik (saudari kembar Qabil) itu. Ternyata, yang diterima Allah adalah kurban Habil. Turunlah api dari langit menyambar dan menelan kurban Habil, dan akhirnya timbullah rasa dengki terhadap adiknya, sampai akhirnya terjadilah tragedi pembunuhan.
Pertentangan sengit itu, hakikatnya tidak terjadi pada diri Qabil dan Habil. Tetapi, pertentangan sengit yang sebenarnya terjadi antara Qabil dan hawa nafsunya, atau antara Qabil dengan kemauan jahatnya. Dalam keadaan demikian, mestinya Qabil harus bertahan mengekang keliaran nafsunya untuk meloloskan diri dari cengkeraman nafsu jahat itu. Namun, Qabil lemah dalam menghadapi kelemahan dirinya dan keliaran nafsunya, sehingga ia dapat dijerumuskan nafsu jahatnya untuk membunuh Hail, saudaranya.
Untaian Mutiara Kata
1. Tiga sifat manusia yang merusak adalah kikir yang dituruti, hawa nafsu yang diikuti, serta sifat mengagumi diri sendiri yang berlebihan. (Sabda Nabi saw.)
2. Sekira manusia mengetahui keburukan percakapan dan hawa nafsu, maka mereka akan melarikan diri dari keduanya sebagaimana mereka melarikan diri dari harimau. (Imam Syafi’i)
3. Sinarilah diri kalian dengan cahaya tauhid, cahaya syari’at, dan cahaya takwa. Cahaya itu akan menjaga kalian dari jerat hawa nafsu, setan, dan syirik. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani)
4. Tidak ada yang lebih besar daripada hawa nafsu. Begitu besarnya hawa nafsu sehingga manusia sering berbuat kerusakan terhadap dirinya dan semua yang ada di muka bumi. (Imam Al-Ghazali)
5. Mengikuti nafsu dan harapan yang muluk-muluk merupakan pangkal segala kerusakan. Nafsu membutakan kebenaran, sedangkan harapan yang muluk-muluk melalaikan akhirat dan menghalangi untuk bersiap-siap menghadapinya. (Ibnul Qayyim Al-Jauziyah)
Monday, January 16, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment