Di kalangan umat Islam, terutama kaum sufi dan orang-orang yang menaruh perhatian dan concern terhadap pendidikan moral umat, pengaruh positif-negatif dari pergaulan dan persahabatan itu sudah cukup lama menjadi perbincangan. Tak heran bila diskursus atau wacana tentang persahabatan itu selalu mewarnai karya-karya mereka. Suhrawardi, lewat bukunya ‘Awarif al-Ma’arif, menyebut persahabatan itu sebagai kecenderungan fitri manusia dan merupakan salah satu dari sekian banyak nikmat dan anugerah Allah swt..
Persahabatan, kata Suhrawardi, dapat diibaratkan seperti pintu yang akan mengantar manusia menuju surga atau neraka. Mengapa? Jawabannya, seperti diutarakan Ibn Abbas, karena persahabatan dapat menimbulkan kebaikan dan keburukan sekaligus. Agar persaudaraan dan persahabatan itu melahirkan kebaikan-kebaikan, duniawi maupun ukhrawi, maka dalam persaudaraan itu harus ditegakkan nilai-nilai atau sifat-sifat yang terpuji. Di antaranya adalah sifat tolong menolong dalam kebaikan (Q.s. Al-Maidah: 2), saling berpesan dalam kebenaran (Q.s. Al-Balad: 17), dan saling kasih mengasihi di antara mereka (Q.s. Al-Fath: 29).
Persaudaraan yang sejati adalah persaudaraan antara dua anak manusia yang diikat oleh tali dan rasa cinta kepada Allah swt.. Lalu, mereka hidup bersama karena Allah, berjuang bersama karena Allah, dan mati bersama juga karena Allah. Inilah realitas persaudaraan yang sungguh sangat sejati dan abadi.
Dalam kehidupan di mana sekat-sekat antara kebenaran dan kebatilan semakin kabur (tasyabuh), maka identifikasi tentang siapa kawan dan siapa lawan menjadi kabur pula. Dalam keadaan demikian, petuah kaum sufi dalam wacana persaudaraan menjadi relevan untuk direnungkan kembali.
Memang, sejatinya sebuah persahabatan bukanlah sesuatu yang dapat dibangun dengan mudah dalam waktu yang sangat singkat. Layaknya sebuah perjalanan jauh, maka butuh waktu yang cukup lama untuk membuktikan kebesaran makna sebuah persaudaraan, butuh curahan tenaga, pikiran maupun ‘bekal’ pengorbanan untuk kemudian membuktikan keluhuran nilainya.
Sepenggal Kisah Inspiratif
Kisah Dua Pejuang Muslim
Pada suatu peperangan antara kaum muslimin dan orang-orang kafir, sejumlah kaum muslimin terluka. Sebagian mereka membutuhkan air untuk menghilangkan dahaga. Salah seorang lelaki membawakan air untuk seorang yang terluka. Ketika air itu telah siap diminumkan ke lelaki itu, tiba-tiba terdengar rintihan pejuang muslim lain yang kehausan. Maka, lelaki itu berkata, “Bawalah air ini kepada sahabatku yang merintih itu. Ia lebih membutuhkan air daripada aku.”
Maka, pembawa gelas itu pergi ke orang yang merintih. Ketika sampai, ia memberikan gelas berisi air. Tiba-tiba, terdengar erangan dari arah lain. Maka, pejuang itu mengembalikan gelas itu tanpa meminumnya. Ia berkata, “Bawalah air ini kepada sahabatku yang mengerang itu. Ia lebih membutuhkan air daripada aku.”
Maka, pembawa gelas itu pergi ke orang yang mengerang. Ketika pembawa gelas itu sampai kepadanya, ia menemukan orang yang mengerang itu telah mati. Maka, ia kembali kepada orang yang merintih. Namun, ia menemukan pejuang yang merintih itu juga telah mati. Ia lalu kembali kepada orang pertama untuk memberikan air. Ia menemukan orang pertama itu juga telah mati.
Untaian Mutiara Kata
1. Ucapan sahabat yang jujur lebih besar harganya daripada harta benda yang diwarisi dari nenek moyang. (Ali bin Abi Thalib)
2. Tidak ada yang lebih tajam daripada lidah manusia. Sedemikian tajamnya sehingga mampu merusak persaudaraan, menebarkan fitnah keji, dan menghancurkan umat. (Imam Al-Ghazali)
3. Tidak halal bagi Muslim memutuskan persahabatan dengan saudaranya lebih dari tiga malam. Mereka bertemu, lalu seorang berpaling dan lainnya juga berpaling. Yang paling baik di antara keduanya ialah memulai mengucapkan salam. (Sabda Nabi saw.)
4. Janganlah menjadikan musuh temanmu sebagai kawan, karena dengan begitu berarti engkau telah memusuhi temanmu. (Ali bin Abi Thalib)
5. Suatu hal yang mengherankan manusia adalah jika ada seseorang yang melanggar kehormatan saudaranya di belakang tetapi di depannya menampakkan diri mencintainya dan memujinya. Barangsiapa menyangka bahwa Allah swt. mencintainya, sementara ia di belakang menjatuhkan kehormatan orang lain maka ia berdusta. Sebab, hakikatnya ia adalah syaitan, dan syaitan adalah musuh Allah. (Bisyr Al-Hafi)
6. Jika kalian menginginkan makanan terlezat, pakaian terbagus, dan rumah termegah untuk diri kalian, tetapi kalian tidak menginginkan hal yang sama untuk saudara seagama kalian, berarti kalian telah berdusta mengaku memiliki iman sempurna. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani)
7. Kebersamaan dalam suatu masyarakat menghasilkan ketenangan dalam segala kegiatan, sedangkan saling bermusuhan menyebabkan seluruh kegiatan itu berhenti. (Bediuzzaman Said Nursi)
8. Jangan berkawan dengan orang yang tamak, karena pada lahirnya ia ingin membahagiakanmu tetapi hakikatnya dia akan mencelakakanmu. Janganlah berkawan dengan orang yang bakhil, karena ia akan melupakanmu di waktu kamu sangat memerlukannya. Dan jauhilah berkawan dengan orang yang suka berbuat jahat, karena ia tidak malu untuk menjualmu dengan harga yang sangat murah. (Ali bin Abi Thalib)
9. Berkawanlah dengan orang yang baik-baik, niscaya engkau akan seperti mereka. Dan jauhilah orang-orang yang berperilaku buruk, niscaya engkau akan terhindar dari akibat perbuatan mereka. (Ali bin Abi Thalib)
10. Muliakanlah kawanmu dengan kemuliaan yang berkelanjutan. Jika tidak, maka kemuliaanmu itu akan membawa kepada perkara yang memutuskan persahabatan. (Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad al-Husaini)
11. Manusia yang paling lemah ialah orang yang tak sanggup mencari teman, dan yang paling lemah daripada itu ialah orang yang menyia-nyiakan teman yang telah diperolehnya. (Imam Al-Ghazali)
12. Buku adalah teman bicara yang tidak mendahuluimu, teman bicara yang tidak memanggilmu ketika kamu bekerja, teman bicara yang tidak memaksamu berdandan ketika menghadapinya, teman hidup yang tidak menyanjungmu, kawan yang tidak membosankan, dan penasihat yang tidak mencari-cari kesalahan. (Ahmad bin Ismail)
13. Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, seseorang tidak beriman hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. (Sabda Nabi saw.)
14. Seseorang itu akan seperti temannya, maka perhatikan siapa yang pantas ditemani. (Sabda Nabi saw.)
15. Apa yang Anda sembunyikan dalam hati akan tersingkap dengan tatapan mata. Seorang muslim adalah cermin bagi saudaranya. (Abbas As-Siisiy)
16. Empat hal yang menyebabkan gelapnya hati: perut yang terlalu kenyang, berteman dengan orang-orang zalim, melupakan dosa yang pernah dilakukan, dan panjang angan-angan (melamunkan sesuatu yang tidak mungkin dicapai). (Abdullah bin Mas’ud)
17. Janganlah engkau bertanya tentang karakter seseorang, tetapi tanyakan siapa teman dekatnya. Sebab,
setiap teman itu suka mengikuti perbuatan orang yang ditemaninya. (Adi bin Zaid)
18. Dekatilah orang yang berakhlak baik. Sebab, orang yang senantiasa bersama kalian akan menjadi kerabat. Karena itu, berhati-hatilah mencari teman. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani)
19. Barangsiapa mencari-cari keburukan orang lain, maka ia tidak akan mempunyai teman. (Asy-Sya’bi)
20. Senyummu terhadap saudaramu adalah sedekah. (Sabda Nabi saw.)
21. Barangsiapa membuka kesalahan orang lain, maka akan dibukakanlah kesalahan-kesalahan keturunannya. Barangsiapa menghunuskan pedang kezaliman, maka ia akan terbunuh dengannya. Barangsiapa menggali sumur agar saudaranya masuk ke dalamnya, maka ia sendirilah yang kelak akan jatuh ke dalamnya. (Al-Imam Ja’far Ash-Shadiq)
22. Tidak termasuk kepribadian kuat jika seorang pedagang mengambil keuntungan dari teman dekatnya. (Rabi’ah Al-Adawiyah)
23. Jika mengetahui bahwa saudaramu terpeleset dan melakukan dosa, maka luruskan dan mohonkan kepada Allah agar Allah mengampuninya dan janganlah menjadi setan baginya. (Umar bin Khattab)
24. Berjabat tangan dapat mengukur jarak antara dua hati. (Abbas As-Siisiy)
25. Siapa yang mendamaikan dua orang yang sedang bersengketa, maka Allah akan memberinya pahala untuk tiap kalimat yang diucapkannya sama dengan memerdekakan seorang budak. (Anas bin Malik)
26. Pergaulan mempengaruhi didikan otak. Oleh karena itu, untuk kebersihan jiwa hendaklah bergaul dengan oarang-orang yang beradab dan berbudi mulia sehingga dapat kita kutip manfaatnya. (Hamka)
Wednesday, January 11, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment