ads
Wednesday, January 25, 2012

January 25, 2012
9
Pukul 11.45 WIB, aku dan Mas Yanto tiba di angkringan Mbok Darmi. Sudah ada banyak pelanggan yang rolasan di sana. Kebanyakan dari mereka adalah karyawan percetakan dan mahasiswa. Wajar, karena angkringan Mbok Darmi memang berada di kompleks percetakan dan kampus.

Setelah duduk di bangku panjang yang tidak jauh dari Mbok Darmi, segera kuraih sebungkus nasi kucing oseng-oseng tempe kesukaanku.

“Mbok, teh anget setunggal, jeruk angete setunggal,” pesanku kepada Mbok Darmi, yang artinya “Mbok, teh hangat satu, jeruk hangatnya satu.”

Nggih, Mas,” sahut Mbok Darmi dengan senyum teduhnya.

Sebungkus nasi kucing yang sudah ada di genggamanku segera aku buka dan nikmati.

“Sudahlah, makan dulu, Mas! Nanti aku yang ngomong ke Mbok Darmi,” ujarku menenangkan Mas Yanto yang sedari tadi diam mematung, tanpa meraih menu apa pun.

Mas Yanto memang sedang punya masalah. Karena itulah aku mengajaknya menemui Mbok Darmi agar mendapatkan solusi dan pencerahan dari beliau. Ceritanya, Ahmad Mudzakkir, anak ketujuh Mas Yanto, sudah seminggu ini tidak mau keluar rumah untuk bermain dengan teman-temannya. Setelah diusut, ternyata penyebabnya adalah karena bocah berusia 6 tahun itu selalu dipanggil “Dzakar” oleh teman-temannya. Anda tentu tahu apa itu dzakar? Ya, dzakar adalah kemaluan atau alat kelamin laki-laki. Dalam bahasa Indonesia disebut dengan zakar.

Dulu sebelum Mudzakkir mengetahui arti kata “dzakar”, ia enjoy-enjoy saja bermain dengan teman-temannya. Tetapi, setelah Ustadz Fauzan, guru mengajinya di TPA, menjelaskan arti dzakar, sejak itulah Mudzakkir tidak mau lagi bermain dengan teman-temannya.

***

“Yanto, sebelum Simbok membantu memecahkan masalahmu, Simbok mau tanya dulu, bagaimana mula ceritanya anakmu itu dipanggil Dzakar,” ucap Mbok Darmi, setelah aku sampaikan masalah Mas Yanto kepadanya.

Dengan suara yang agak tertahan, Mas Yanto menjawab, “Awalnya panggilan Dzakar itu datang dari pakliknya Mudzakkir. Mungkin karena si Paklik terbiasa memanggil anak saya Dzakar, maka anak si Paklik pun ikut-ikutan memanggil anak saya dengan panggilan itu. Nah, dari anak si Paklik itulah akhirnya anak-anak sekampung juga memanggil anak saya Dzakar.”

“Yanto, panggilan, sebutan, atau label yang buruk bisa memengaruhi psikologis anak, lho. Mental anak bisa jatuh. Jadi minderan dan tidak punya rasa percaya diri. Ada anak yang namanya Ahmad malah dipanggil Mat Dower, hanya karena bibirnya memang agak tebal. Ada anak bernama Mahmud, ee…malah dipanggil Semut. Masih banyak lagi panggilan-panggilan lain yang tidak baik,” tutur Mbok Darmi.

Di tengah perbincangan yang terasa serius dan kaku itu, aku mencoba sedikit mencairkannya. Aku hentikan sesaat perbincangan itu dengan meminta Mas Yanto meneguk dulu wedang jeruknya.

“Diminum dulu, Mas, wedang jeruknya,” ucapku.

Beberapa tegukan telah ia rasakan, lalu sebatang rokok ia nyalakan dan diisapnya dalam-dalam. Seolah ada beban hidup yang masuk dan keluar bersamaan dengan asap rokok yang ia isap dan embuskan.

“Tentang masalah anakmu,” Mbok Darmi melanjutkan, “ada dua hal pokok yang akan Simbok jelaskan. Pertama, si Paklik itu perlu kauluruskan secara baik-baik. Tidak selayaknya dia memanggil anakmu dengan sebutan buruk itu. Lha wong Rasulullah saja tidak pernah memanggil orang lain dengan panggilan buruk kok. Beliau telah mengajarkan kita agar memanggil anak-anak dengan panggilan yang baik, dengan memberikan nama-nama yang baik pula. Lihat bagaimana Rasulullah memanggil Aisyah dengan Humaira’, atau lihat bagaimana Luqman al-Hakim memanggil anaknya Ya Bunayya.”

“Ya Bunayya itu artinya ‘Duhai Anakku’, ya, Mbok?” tanyaku, menyela tausiyah Mbok Darmi.

“Iya, di Arab sana, itu adalah panggilan lembut dan penuh sayang dari orangtua kepada anaknya,” tegas Mbok Darmi.

“Kalau Humaira’ artinya apa, Mbok?” tanyaku lagi.

“Humaira’ itu panggilan mesra kepada perempuan berwajah cantik yang kemerah-merahan. Kata itu merupakan bentuk diminutif (tashghir) dari kata Hamra’ yang berarti ‘merah’. Rasulullah memanggil Aisyah dengan panggilan tersebut karena pipi wanita mulia itu memang berwarna kemerah-merahan,” terang Mbok Darmi.

Aku manggut-manggut puas, tanda mengerti.

Mbok Darmi kemudian melanjutkan petuahnya, “Hal pokok kedua yang ingin Simbok sampaikan adalah teman-teman anakmu itu tidak salah. Mereka hanyalah anak-anak yang sifat dasarnya memang suka meniru perilaku orang-orang di sekitarnya, terutama orang tuanya. Kalau kalian sebagai orang tua memanggil dengan panggilan buruk kepada orang lain, anak kalian pun akan meniru itu.”

“Termasuk juga panggilan Mas, Mbak, Dik, dan sebagainya, ya, Mbok?” tanya Mas Yanto.

“Iya, termasuk itu. Karena setiap yang diucapkan orangtua sejatinya adalah pembelajaran untuk anaknya. Misalnya, Simbok memanggil anakmu dengan panggilan Mas Ahmad atau Mas Mudzakkir, sejatinya saat itu Simbok sedang menghargai anakmu juga melatih cucu Simbok sendiri untuk menghargai anakmu itu. Yaitu dengan memanggilnya Mas, karena usia cucuku lebih muda dari anakmu. Atau memanggilnya Dik Ahmad atau Dik Mudzakkir, karena usia cucuku lebih tua dari anakmu.”

“Secara psikologis, panggilan yang baik dan penuh penghargaan ini akan berpengaruh positif bagi anak, ya, Mbok? Anak akan terdidik dan terlatih untuk saling menghargai dan menghormati sehingga akan tumbuh suasana kekeluargaan. Betul begitu, kan, Mbok?” ujarku mencoba menganalisis.

“Wah, ternyata kamu pintar juga, ya,” kelakar Simbok, mengamini analisisku.

Di akhir wejangannya, Mbok Darmi menyitir sepenggal sabda Nabi Muhammad Saw.

بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ

“Cukuplah seseorang dibilang berbuat keburukan jika dia merendahkan saudaranya sesama muslim.” (HR. Muslim).

“Ada-ada saja orang-orang sekarang. Nama yang baik, Ahmad Mudzakkir (orang yang terpuji dan memberi peringatan) kok malah dipanggil Dzakar (kemaluan). Benar-benar ZAMAN EDAN!” umpat Mas Yanto sepulang dari angkringan Mbok Darmi.

Sapen, 25 Januari 2012


Kamus Angkringan Mbok Darmi
__________________
Rolasan
Berasal dari bahasa Jawa “rolas”, yang artinya “dua belas”. Jadi, rolasan bisa diartikan sebagai istirahat pada pukul dua belas untuk menikmati makan siang.

Nasi kucing

Jangan Anda bayangkan ini adalah nasi dengan lauk daging kucing. Tidak, sama sekali tidak ada hubungannya dengan daging kucing. Ini hanyalah sebutan untuk nasi bungkus yang porsinya sangat sedikit. Karena saking sedikitnya sehingga seperti porsi makannya kucing. Biasanya berisi nasi rames dengan menu bermacam-macam, seperti tempe kering, sambal teri, sambal goreng, sate dan oseng-oseng usus, bakwan dan tempe goreng, kepala atau cakar ayam serta sate telur puyuh.

9 comments:

Zaujah said...

Seorang anak yang biasa dipanggil “Hai Bodoh” maka secara tidak langsung anak tersebut akan merasa dirinya bodoh, minder dan selalu disalahkan. Sebaliknya panggilan kesayangan atau panggilan yang bersifat mendoakan, maka hal tersebut akan membuat hati si anak bahagia dan memotivasi dirinya untuk bersikap seperti namanya.

Anonymous said...

Kisah ini sangat bermakna dan mempunyai hikmah yang bisa dipetik. Berilah panggilan yang baik kepada orang lain agar orang lain merasa dihargai dan juga memberikan inspirasi positif bagi orang lain di sekitar dan untuk diri pribadi. Seorang anak yang dipanggil dengan panggilan yang negatif, seperti misalnya: "bodoh", " nakal" maka ia akan menjadi seperti dalam panggilan itu.

Anonymous said...

Kisah ini sangat bermakna dan mempunyai hikmah yang bisa dipetik. Berilah panggilan yang baik kepada orang lain agar orang lain merasa dihargai dan juga memberikan inspirasi positif bagi orang lain di sekitar dan untuk diri pribadi. Seorang anak yang dipanggil dengan panggilan yang negatif, seperti misalnya: "bodoh", " nakal" maka ia akan menjadi seperti dalam panggilan itu.

Akhmad Muhaimin Azzet said...

Benar sekali, Kang, betapa penting memanggil seseorang dengan julukan yang baik. Saking pentingnya, sampai-sampai Allah Ta'ala berfirman dlm al-Hujurât ayat 11. Nabi Saw. pun mempunyai perhatian yang besar soal ini; ketika bertemu dengan seseorang yang namanya bermakna kurang bagus, Nabi pun pernah mengubahnya, bahkan ketika bertemu dengan nama tempat yang tidak bagus pun, Nabi juga pernah mengubahnya, termasuk Kota Madinah.

Irham said...

@Zaujah Benar sekali. Itulah pentingnya dan wajibnya memanggil anak dengan nama atau panggilan yang baik dan menumbuhkan sifat positifnya. Semoga kita adalah salah satu dari orangtua yang mulia tersebut.

Irham said...

@sweethyamore semoga tulisan sederhana ini bisa menjadi pengingat kita agar senantiasa menjaga lisan, sehingga terhadap anak pun tidak mengeluarkan panggilan yg buruk. amin

Irham said...

@Akhmad Muhaimin Azzet leres sanget, Mas. "[49:11] Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman1411 dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (Q.S. AlHujurat [49]: 11)

Unknown said...

saya suka tulisan anda, good job!!
lebih good kita saling berbagi, mampir ya http://fs-galery.blogspot.com/

Irham Sya'roni said...

@Fs-Galery makasih mas. Insya Allah saya akan berkunjung balik.