ads
Saturday, January 28, 2012

January 28, 2012
2
Pasangan suami istri dengan pakaian lusuh turun dari kereta di Boston, Amerika Serikat. Mereka lalu berjalan menuju kantor presiden Universitas Harvard.

“Berhenti…! Berhenti…!” cegah sang Sekretaris kantor.

Suami istri itu pun berhenti.

“Orang-orang kumal dan kampungan tidak pantas berada di sini!” hardik sang Sekretaris.

“Maaf, kami ingin bertemu Presiden,” terang sang Suami, lembut.

“Presiden sedang sibuk,” tukas sang Sekretaris, ketus.

“Baiklah, kami akan menunggu,” sahut sang Istri.

Selama berjam-jam, sekretaris itu tidak mengacuhkan mereka, sambil berharap agar suami istri itu bosan lalu pergi. Tetapi, mereka ternyata tidak juga beranjak pergi. Sekretaris pun dibuat frustasi hingga akhirnya memutuskan melaporkan pasangan suami istri itu kepada Presiden.

“Maaf, Tuan Presiden! Di luar ada sepasang suami istri berpakaian lusuh ingin bertemu dengan Anda. Mungkin jika Anda menemui mereka sebentar, mereka akan segera pergi,” ujar Sekretaris kepada Presiden Harvard.

Sang Presiden tertegun sejenak. Seseorang dengan kapasitas seperti dia tentu tidak punya waktu berurusan dengan hal-hal remeh, apalagi dengan orang kampungan. Tetapi, masalahnya pasangan suami istri tersebut tak bergerak sedikit pun demi bertemu dengannya. Presiden Harvard pun akhirnya menemui mereka.

“Perkenalkan, kami adalah Tuan dan Nyonya Leland Stanford. Kami mempunyai seorang anak lelaki yang dulu belajar di sini selama setahun. Dia sangat mencintai Harvard dan merasa bahagia belajar di tempat ini. Tetapi, sekitar setahun lalu dia meninggal. Kami ingin membangun gedung untuk mengenangnya di kampus ini,” ujar sang Ibu.

Sang Presiden tersentuh hatinya sekaligus terkejut dengan permintaan ibu itu.

“Nyonya,” potong sang Presiden, “kami tidak bisa membangun patung untuk mengenang setiap orang yang belajar di universitas ini. Jika kami melakukan itu, maka tempat ini akan jadi seperti kuburan.”

“Oh, tidak,” si Nyonya dengan cepat menjelaskan. “Kami tidak hendak membangun patung, melainkan ingin menyumbangkan satu unit gedung untuk Harvard.”

Presiden terbelalak. “Gedung?! Sadarkah Anda, berapa biaya membangun gedung? Untuk membangun satu gedung di sini biayanya lebih dari tujuh setengah juta dolar,” terang Presiden.

Selama beberapa saat, si Nyonya terdiam. Sang Presiden merasa senang menjelaskan hal itu. Setidaknya dia bisa mengusir secara halus pasangan suami istri itu. Si Nyonya berbalik, dan dengan lirih berbicara pada suaminya, “Hanya segitu, toh, biaya membangun universitas? Mengapa kita tidak membangun universitas sendiri saja?”

“Baiklah,” Sang Suami mengiyakan.

Terlihat raut kebingungan di wajah Presiden. Tuan dan Nyonya Leland Stanford bangkit dan berjalan meninggalkan Harvard menuju Palo Alto, California. Di kota itulah mereka kemudian mendirikan universitas dengan nama mereka, yaitu Universitas Stanford.

~*~

Sobat blogger yang berbahagia, pelajaran apa yang bisa kita petik dari kisah di atas? Salah satunya adalah pelajaran agar kita tidak mudah menilai dan menghakimi seseorang hanya dari penampilan luarnya saja. Betapa kita sering tertipu oleh topeng-topeng manis yang membungkus keburukan seseorang. Betapa kita sering terperdaya oleh penampilan fisik, namun ternyata buruk di dalam hatinya.

Kisah ini dikutip dari buku NINA BOBO karya Irham Sya'roni dan Bilif Abduh. Buku yang sarat pelajaran dan motivasi ini bisa didapat di toko buku Gramedia terdekat atau pesan langsung ke penulis.

gambar: http://id.wikipedia.org/

2 comments:

AZLA said...

artikel yang sangat bagus sekali kawan, saya sangat setuju kalau kita sebagai manusia jangan hanya melihat penampilannya saja dari luar, tapi pandanglah manusia sbg insan ciptaan Tuhan secara utuh, karena pada hakekatnya kita sama, kecuali ketaqwaannya di hadapan Tuhan
sangat bermanfaat kawan
terima kasih

Irham Sya'roni said...

terima kasih atas kunjungan dan apresiasinya, Pak Penyuluh Perikanan. Alhamdulillah jika tulisan sederhana ini membawa manfaat bagi pembaca. :)