Lelaki itu masih bujangan. Sudah lama ia kepingin kawin, tapi tak seorang pun wanita yang dikenalnya selama ini sesuai dengan idamannya. Selalu ada saja kekurangan yang sangat mengganggu hatinya.
"Sampai kiamat pun tak akan kau jumpai wanita yang sempurna," kata Pahmi, temannya.
"Bukankah jodoh di tangan Tuhan?" sanggahnya
"Benar! Tapi bagimu yang tersedia hanyalah wanita-wanita yang tidak sempurna, karena kamu sendiri sangatlah tidak sempurna," Kata Pahmi sambil tertawa terbahak-bahak.
"Jangan mengejek, Mi! Kawin kan memang tidak mudah. Harus berhati-hati."
Pahmi hanya menertawakannya. Berhari-hari. Berbulan-bulan. Bahkan bertahun-tahun. Dan ia masih bujangan Tingting sampai hari ini.Benarkah ia seorang lelaki yang amat pemilih alias super selektif? Seorang lelaki yang selalu ragu untuk mengambil keputusan mengenai jodohnya sendiri? Sebenarnya tidak. Beberapa kali ia hampir kawin., tapi memang selalu gagal. Ada saja yang mengecewakannya.
Pada mulanya ia memang mengutamakan seorang wanita yang cantik dan seksi sebagai calon istrinya. Dan pilihan semacam itu memang tidaklah sulit bagi dirinya. Banyak wanita yang cantik dan seksi di sekelilingnya. Dan tak sulit ia meraihnya. Tapi mengapa semua itu tidak pernah saampai ke jenjang perkawinan?
Mengapa setiap kali memutuskan untuk melamar seorang wanita yang telah tertambat di hatinya, selalu ada saja yang mengganjalnya sehingga semua menjadi berantakan? Ada kecemasan yang memanjang, yang tidak dimengertinya. Ada rasa takut yang tak jelas wujudnya. Ada was-was yang kelabu yang bersilangan di matanya.
Betapa sukar menentukan pilihan, ketika umur seseorang kian beranjak perlahan. Begitu banyak pertimbangan. Begitu banyak detail. Dan sesungguhnya ia tahu, wanita memang tidaak mudaah dipahami. Banyak lika-likunya, bagaikan lorong tanpa ujung. Lelaki itu sadar, untuk sebuah perkawinan, kecantikan ternyata bukanlah satu-satunya prasyarat yang utama. Tapi mungkinkah ia bisa menemukan seorang wanita yang bersedia menelanjangkan pikiran dan perasaannya secara total terhadap dirinya? Mungkinkah ia bisa menyusupi hingga ke dasar hati seorang wanita yang diam-diam dicintainya? Bagi lelaki itu, ketelanjangan jauh lebih penting dari apa pun dalam membina sebuah perkawinan.
"Maka jika seorang wanita mengatakan cinta, mungkinkah memang kata itu yang benar-benar ada dalam hatinya? Tidakkah ada kata lain yang disembunyikannya dalam kotak pandora yang selalu terselimuti itu?"
""Bahkan ketika kita sedang menikmati kebersamaan sebagai suami-istri, yang telanjang ternyata hanya fisik kita saja, maka mungkinkah yang telanjang adalah juga ruhani kita satu sama lain? Bertahun-tahun saya kawin dengan istri saya, perlahan-lahan saya merasakan betapa banyak hal yang disembunyikannya terhadap saya. Saya merasa tidak semua yang dipikirkannya dan dirasakannya kemudian dikatakannya kepada saya. Dalam situasi apapun. Apalagi kalau sedang bertengkar...."
Pahmi lalu tertawa ringan.... !@^_^@!
"Tapi bukan berarti lantas kita takut memasuki jenjang perkawinan," kata Pahmi menyambung. "Perkawinan tidak selalu harus didahului dengan saling mengenal dan saling telanjang satu sama lain terlebih dahulu, karena sesungguhnya perkawinan tak lain adalah persekutuan untuk saling berusaha menyibakkan ketelanjangan masing-masing sepanjang waktu. Dan kita tahu, ketelanjangan manusia tak mungkin bisa total di hadapan siapa pun, kapan pun."
Lelaki itu tak menjawab.
"Tapi perkawinan bukanlah bagaikan membeli kucing dalam karung," gumamnya perlahan, hampir tak terdengar. "Betapa pun kita merasa sudah begitu akrab dengan seorang wanita, sebenarnya kita tak pernah mengenalnya........"
Dan mungkin itulah yang menyebabkan jodohnya selalu jauh.
Hingga kini kang Joko tetaplah jadi seorang "Joko"......!!
"Sampai kiamat pun tak akan kau jumpai wanita yang sempurna," kata Pahmi, temannya.
"Bukankah jodoh di tangan Tuhan?" sanggahnya
"Benar! Tapi bagimu yang tersedia hanyalah wanita-wanita yang tidak sempurna, karena kamu sendiri sangatlah tidak sempurna," Kata Pahmi sambil tertawa terbahak-bahak.
"Jangan mengejek, Mi! Kawin kan memang tidak mudah. Harus berhati-hati."
Pahmi hanya menertawakannya. Berhari-hari. Berbulan-bulan. Bahkan bertahun-tahun. Dan ia masih bujangan Tingting sampai hari ini.Benarkah ia seorang lelaki yang amat pemilih alias super selektif? Seorang lelaki yang selalu ragu untuk mengambil keputusan mengenai jodohnya sendiri? Sebenarnya tidak. Beberapa kali ia hampir kawin., tapi memang selalu gagal. Ada saja yang mengecewakannya.
Pada mulanya ia memang mengutamakan seorang wanita yang cantik dan seksi sebagai calon istrinya. Dan pilihan semacam itu memang tidaklah sulit bagi dirinya. Banyak wanita yang cantik dan seksi di sekelilingnya. Dan tak sulit ia meraihnya. Tapi mengapa semua itu tidak pernah saampai ke jenjang perkawinan?
Mengapa setiap kali memutuskan untuk melamar seorang wanita yang telah tertambat di hatinya, selalu ada saja yang mengganjalnya sehingga semua menjadi berantakan? Ada kecemasan yang memanjang, yang tidak dimengertinya. Ada rasa takut yang tak jelas wujudnya. Ada was-was yang kelabu yang bersilangan di matanya.
Betapa sukar menentukan pilihan, ketika umur seseorang kian beranjak perlahan. Begitu banyak pertimbangan. Begitu banyak detail. Dan sesungguhnya ia tahu, wanita memang tidaak mudaah dipahami. Banyak lika-likunya, bagaikan lorong tanpa ujung. Lelaki itu sadar, untuk sebuah perkawinan, kecantikan ternyata bukanlah satu-satunya prasyarat yang utama. Tapi mungkinkah ia bisa menemukan seorang wanita yang bersedia menelanjangkan pikiran dan perasaannya secara total terhadap dirinya? Mungkinkah ia bisa menyusupi hingga ke dasar hati seorang wanita yang diam-diam dicintainya? Bagi lelaki itu, ketelanjangan jauh lebih penting dari apa pun dalam membina sebuah perkawinan.
"Maka jika seorang wanita mengatakan cinta, mungkinkah memang kata itu yang benar-benar ada dalam hatinya? Tidakkah ada kata lain yang disembunyikannya dalam kotak pandora yang selalu terselimuti itu?"
""Bahkan ketika kita sedang menikmati kebersamaan sebagai suami-istri, yang telanjang ternyata hanya fisik kita saja, maka mungkinkah yang telanjang adalah juga ruhani kita satu sama lain? Bertahun-tahun saya kawin dengan istri saya, perlahan-lahan saya merasakan betapa banyak hal yang disembunyikannya terhadap saya. Saya merasa tidak semua yang dipikirkannya dan dirasakannya kemudian dikatakannya kepada saya. Dalam situasi apapun. Apalagi kalau sedang bertengkar...."
Pahmi lalu tertawa ringan.... !@^_^@!
"Tapi bukan berarti lantas kita takut memasuki jenjang perkawinan," kata Pahmi menyambung. "Perkawinan tidak selalu harus didahului dengan saling mengenal dan saling telanjang satu sama lain terlebih dahulu, karena sesungguhnya perkawinan tak lain adalah persekutuan untuk saling berusaha menyibakkan ketelanjangan masing-masing sepanjang waktu. Dan kita tahu, ketelanjangan manusia tak mungkin bisa total di hadapan siapa pun, kapan pun."
Lelaki itu tak menjawab.
"Tapi perkawinan bukanlah bagaikan membeli kucing dalam karung," gumamnya perlahan, hampir tak terdengar. "Betapa pun kita merasa sudah begitu akrab dengan seorang wanita, sebenarnya kita tak pernah mengenalnya........"
Dan mungkin itulah yang menyebabkan jodohnya selalu jauh.
Hingga kini kang Joko tetaplah jadi seorang "Joko"......!!
0 comments:
Post a Comment