ads
Monday, September 2, 2019

September 02, 2019

Kitab Jurumiyah

Para santri biasa menyebutnya “Kitab Jurumiyah”. Penyebutan ini sebetulnya merupakan penyederhanan pengucapan dari judul asli kitab tersebut, yaitu Al-Ajurrumiyah (الآجُرّومية) atau al-Muqaddimah al-Ajurrumiyyah fi Mabadi’ Ilm al-Arabiyyah (المقدمة الآجُرُّومية في مبادئ علم العربية).
Kitab ini sangat terkenal di kalangan pesantren karena menjadi buku wajib (textbook) tentang ilmu nahwu (gramatika Bahasa Arab) untuk tingkat dasar. Sangat diragukan kualitas kesantrian seorang apabila ia tidak mengenal atau tidak pernah mengkaji kitab ini.

Pengarang Kitab
Kitab ini memang sangat terkenal di dunia pesantren. Namun, uniknya sang pengarang kitab ini justru kurang begitu dikenal oleh para santri. Mengapa demikian? Karena tidak sedikit guru atau ustadz yang langsung mengajarkan isi kitabnya tanpa mengenalkan pengarangnya terlebih dahulu. Demi memuliakan dan mengenang sang pengarang, tradisi seperti ini perlu diubah.  Guru atau ustadz harus mengenalkan lebih dulu pengarang dan gambaran global kitab yang akan dikaji, baru kemudian dilanjutkan dengan mempelajari isinya.
Kitab Jurumiyah dikarang dan disusun oleh Syaikh ash-Shanhaji alias Ibnu Ajurrum.[1] Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Daud ash-Shanhaji al-Fasi. Beliau lahir di Kota Fez (فاس), Maroko[2], pada 672 H/1273 M[3] dan wafat di kota yang sama pada 723 H/1323 M dalam usia 51 tahun.
Syaikh ash-Shanhaji mengarang kitab ini saat berada di depan Ka’bah. Suatu ketika, kitab yang sedang beliau tulis ini dihempas oleh angin. Beliau lalu berucap:
اللّهمّ إن كان خالصًا لوجهك فردّه عليّ"Ya Allah, jika kitab tersebut ikhlas (disusun) karena mengharap keridhaan-Mu, maka kembalikanlah kepadaku."
Syahdan, kitab itu pun tiba-tiba kembali lagi ke tangan beliau.
Dikisahkan pula, usai mengarang, beliau melemparkan kitab ini ke laut seraya berucap:
إن كان خالصا للّه تعالى فلا يبلّ"Jika kitab tersebut ikhlas (disusun) karena Allah Ta'ala, maka ia tidak akan basah."
Dalam bidang bahasa Arab, beliau diduga merupakan penganut madzhab Kufah. Hal ini dibuktikan, di antaranya, dengan istilah khafdh (خَفْضِ) yang beliau gunakan sebagai ganti dari jarr (جَرِّ). Namun, pendapat lain menilai bahwa Syaikh ash-Shanhaji melakukan penggabungan antara madzhab Kufah dan Bashrah.

Kitab-Kitab Syarah
Sebagai karya muqaddimah (pengantar), al-Ajurrumiyyah memuat isi yang sangat sederhana dan mendasar. Untuk mengurainya lebih dalam, dibutuhkan kitab-kitab syarah (penjelasan). Karena keberkahannya, kitab ini diulas oleh banyak ulama hingga mencapai tiga puluh kitab syarah. Selain syarah, ada pula ulama yang meringkas kitab lain menjadi untaian bait (nazham). Tidak kurang dari empat kitab yang memuat untaian bait yang bersumber dari kitab al-Ajurrumiyyah ini, di antaranya adalah ad-Durrah al-Bahiyyah fi Nazhm al-Ajurrumiyah karya Syarafuddin Yahya al-‘Imrithi.
Di antara syarah yang mengulas dan menjabarkan kitab al-Ajurumiyah adalah:

  • -          Syarh al-Ajurrumiyyah karya Syaikh Ahmad Zaini Dahlan.
  • -          Syarh al-Ajurrumiyyah karya Muhammad bin Shalih al-Ustaimin.
  • -          Syarh al-Muqaddimah al-Ajurrumiyyah karya Abdurrahman al-Makudi.
  • -    At-Tuhfah as-Saniyyah Syarh Muqaddimah al-Ajurrumiyah karya Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid Al-Mishri.
  • -          Al-Mutammimah al-Ajurrumiyah karya Muhammad bin Muhammad Ar-Ra'ini.
  • -     Al-Kawakib ad-Durriyah syarh Mutammimah al-Ajurrumiyah karya Muhammad bin Ahmad Al-Ahdal.

Referensi



[1] Kata Ajurrum berasal dari bahasa Amazigh/Barbar yang berarti seorang fakir dan zuhud/sufi. Bagi orang Amazigh/Barbar, kata Ajurrum merupakan gelar kehormatan setingkat sayyid dalam sebutan orang Arab. Dari sinilah kitab tersebut diberi judul Al-Ajurrumiyah.
Menurut riwayat lain, nama kitab Jurumiyah diambil dari peristiwa ajaib yang dilakoni Syaikh ash-Shanhaji. Usai merampungkan karya tulisnya ini beliau meletakkannya di atas sungai yang mengalir. Jika kitab tersebut terbawa arus, berarti kitab tersebut kurang manfaat. Sebaliknya, jika tidak terbawa arus, berarti akan bermanfaat dan terus dikaji oleh manusia sampai akhir masa. Saat itulah berliau berseru kepada air, “Jurru Miyah! Jurru Miyah” (Mengalirlah, wahai air!). Anehnya, kitab tersebut bergeming, tidak terbawa arus sedikit pun. Bahkan, tintanya pun tidak luntur. Dari situlah akhirnya kitab ini masyhur dengan sebutan Jurrumiyah.
[2] Bangsa Arab menyebut negara ini dengan istilah Maghribi.
[3] Tahun 672 H/1273 M merupakan tahun wafatnya Imam Ibnu Malik, pengarang kitab Alfiyah.

0 comments: