ads
Friday, October 6, 2017

October 06, 2017
2

Ketika kakak saya menyampaikan keinginannya menjadi tentara, seketika almarhum ayah saya bersedih sekaligus geram. “Dipondokkan bertahun-tahun kok malah jadi tentara!” Beliau segera sowan kepada Mbah Mun (panggilan karib KH. Maimun Zubair), pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang, tempat kakak saya saat itu nyantri. Kepada Mbah Mun, almarhum meminta nasihat dan pencerahan sekaligus memohon maaf atas kelancangan kakak saya yang memilih menjadi tentara.
Mbah Mun menanggapi aduan itu dengan senyum sejuk dan menenangkan. Kepada almarhum, Mbah Mun justru bangga dan sangat dukungan keputusan kakak saya. “Santri itu harus bisa berkiprah dalam segala profesi. Harus bisa menebarkan kebaikan dan kedamaian di mana saja,” kurang lebih begitu inti pesan Mbah Mun saat itu. Peristiwa ini terjadi sekira 26 tahun lalu. Sejak itulah kakak saya mengabdikan diri kepada bangsa dan negara sebagai anggota TNI (saat itu bernama ABRI).
Menjadi tentara bukan sekadar gagah-gagahan yang hampa akan pahala. Sejatinya di sana ada nilai jihad yang berpundikan pahala, yakni berjuang secara sungguh-sungguh mempertahankan harmoni dan keutuhan NKRI, yang bhinneka tunggal ika. Inilah wujud dari Islam yang rahmatan lil ‘alamin (kasih bagi seluruh alam), bukan hanya rahmatan lil mu’minin (kasih bagi kaum mukmin).
Pascahijrah, Rasulullah juga berjuang keras menciptakan harmoni di tempat barunya, Madinah, dengan menerbitkan Piagam Madinah. Piagam ini secara eksplisit merupakan upaya sungguh-sungguh dari Nabi untuk membangun harmoni, baik sesama umat Islam maupun antaragama dan kabilah. Hasilnya, saat itu Madinah menjadi satu-satunya kota di Jazirah Arab yang mampu menerima kebhinnekaan dan adil terhadap semua orang dari beragam agama dan kabilah.

Dalam al-Qur’an disebutkan, “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Q.S. al-Mumtahanah [60]: 8)
Selamat ulang tahun ke-72 TNI! Bersama rakyat, semoga TNI makin profesional dan kuat.

*) Tulisan ini dimuat di Surat Kabar Harian (SKH) Kedaulatan Rakyat di kolom Mutiara Jumat (06/08/2017) halaman 10.

2 comments:

Bayu Fajar Pratama said...

Santri nggak mesti harus jadi penceramah. Setiap sektor kehidupan bisa dijadikan ladang untuk meraih ridho Allah SWT. Insya Allah o:)

Terima kasih atas sharingnya mas :D

Irham Sya'roni said...

Bener banget, Mas. Tidak sedikit juga yang menggeluti dunia medis sebagai perawat, bidan, apoteker, atau dokter, ya, Mas.