ads
Monday, April 11, 2016

April 11, 2016
4


Dia lahir dari keluarga yang sangat fakir. Bahkan, kain popok untuk sekadar menghangatkan badan, orang tuanya tak punya. Pun minyak tanah untuk sekadar menyalakan dian, mereka tak memilikinya.

Ismail, ayah dari bayi perempuan yang baru dilahirkan itu, sudah berusaha meminta bantuan dari satu rumah ke rumah yang lain, tetapi selalu tak membuahkan hasil. Begitulah gambaran betapa fakir kehidupan mereka.

Saat beranjak remaja, putri Ismail itu terpaksa mengadu nasib ke kota Bashrah (Irak) bersama ketiga kakak perempuannya. Di tengah perjalanan mereka terpisah. Putri nan cantik itu kini tertatih sendiri menuju ibukota Irak, Bashrah. Sampai akhirnya dia dijadikan budak oleh seseorang.

Detik itu menjadi lembaran pembuka yang memprihatinkan baginya. Karena kecantikan dan kemerduan suaranya, dijadikanlah ia sebagai penyanyi di tempat hiburan malam. Semua orang tersilau oleh suara merdu juga kecantikannya. Seketika ramailah tempat hiburan itu.

Sampai suatu ketika, terbukalah hati Rabi’ah untuk menempuh jalan cinta. Cinta kepada Allah. Sepenuh penyesalan dan pertobatan dia lakukan. Jalan cinta yang dia pilih membuat sang majikan murka. Perlakuan kejam dia hadiahkan kepada perempuan itu. Namun, cambukan, pukulan, dan perlakuan bengis lain tak membuatnya surut. Cintanya kepada Allah sedikit pun tak tergadaikan. Kaki yang berdarah karena duri tajam yang harus dia injak, juga punggung yang tersayat karena cambukan, tak membuat cintanya kepada Allah menyurut.

Suatu malam, sang majikan terperanjat. Terbangun dari tidurnya.

“Ada apa suamiku?” tanya istrinya.

“Aku bermimpi yang tak seperti mimpi. Aku dengar suara memerintahkanku, ‘Athliq...! Athliq...! (Bebaskan....! Bebaskan....!)’.” jawab sang majikan dengan tubuh gemetar.

Sang majikan cepat-cepat menuju barak pengap budaknya itu. Barak pengap yang gelap tiba-tiba memancarkan cahaya yang amat benderang. Sang majikan sontak terperangah. Dia saksikan budak perempuannya sedang bertahajud, bermunajat, dan melantunkan pujian cinta kepada Tuhannya.

“Duhai Rabi’ah, mulai detik ini aku bebaskan kamu. Aku bukan lagi tuanmu, karena engkau telah memilih Tuan yang Maha Merajai alam raya, Allah subhanahu wata’ala.”

Begitulah, akhirnya Rabi’ah binti Ismail al-Adawiyah al-Bashriyah menyerahkan cintanya --jiwa raganya—hanya kepada Allah. Lelaki siapa pun, sekaya apa pun, tak mampu meluluhkan hatinya untuk dinikah. Hatinya telah tertutup untuk bagi cinta yang lain, selain Allah. Dalam bait puisinya, dia berkata:

عَرَفْتُ الهَوَى مُذ عَرَفْتُ هَوَاك    -*-   وَأَغْلَقْتُ قَلْبِي عَلىٰ مَنْ عَادَاكْ
وَقُمْتُ اُنَاجِيـكَ يَا مَن تـَرىٰ   -*-    خَفَايَا القُلُوبِ وَلَسْنَا نَرَاك

Aku mengenal cinta sejak aku mengenal cinta-Mu
Hatiku telah terkunci bagi selain-Mu
Aku selalu siap mendesahkan nama-Mu
Duhai, Kau yang Maha Melihat seluruh rahasia setiap hati


Sedang aku yang tak bisa menatap wajah-Mu

----------------------------------------------------------------------------------------------------

*) Selalu ada cinta yang tersemai dalam hati
Yang harus kita sirami agar tumbuh subur
Sesubur cinta Rabi'ah, sang ikon al-Hubb al-Ilahi
kepada Tuhannya
Wallahul musta'an...






4 comments:

Unknown said...

saya baru mendengar sekarang tentang Tobat Rabi'ah al-Adawiyah, terima kasih ya kang atas infonya, sekarang saya jadi tahu tentang Tobat Rabi'ah al-Adawiyah apa :)

Irham Sya'roni said...

Sama-sama, terima kasih kembali, Mas. :)

Anjar Sundari said...

Subhanallah, saya sangat iri pada Rabi'ah atas cintanya yang besar pada Allah, semoga saya bisa mengikuti keimanannya yang besar pada Allah, aamiin :)

Irham Sya'roni said...

Semoga saya pun demikian, Mbak. Aamiin...