ads
Friday, March 4, 2016

March 04, 2016
4

"Jangan berlebih-lebihan," kata almarhum bapakku saat itu.

Pesan itu beliau sampaikan ketika aku mengungkap daftar kejelekan seseorang kepada beliau yang sehingga aku membenci orang itu, bahkan mengutuknya.

"Murkalah kepada perilaku buruknya, jangan orangnya," lanjut beliau, yang saat itu duduk di kursi kayu di ruang tamu.

Seperti biasa, saat duduk, jari-jari tangan beliau pasti bergerak-gerak ritmis sehingga menimbulkan suara bernada, karena kuku di ujung jari beliau beradu mesra dengan kursi kayu. Ya, aku masih ingat betul, secara reflek jari-jari tangan beliau memang selalu begitu. Jari-jari yang tidak pernah tahu bagaimana cara memindah channel-channel televisi. Jari-jari yang tidak pernah bisa memainkan gas motor. Jari-jari yang tidak pernah mengerti bagaimana cara membuka amplop bisyarah dari setiap ceramah yang hadiri. Jari-jari yang setiap pagi --sebelum matahari terbit-- selalu mengangkat air dalam ember untuk keperluan kami. Jari-jari yang tak pernah malu digunakan untuk menyapu dan mencuci baju.

"Lihatlah saudara kita, si anu, dia selalu murka bahkan tidak ridha jika santri-santrinya mencari ilmu di bangku kuliah. Dia hanya bangga dan ridha kepada santri yang nyantri di bilik pesantren. Tapi, Allah menegurnya. Sembilan orang anaknya, semuanya ngotot kuliah dan tidak mau nyantri. Begitulah, Allah berkuasa atas setiap hamba-Nya. Bahkan, Allah berkuasa menciptakan Kan'an si durhaka dari benih seorang Nuh. Allah pun berkuasa menciptakan Ibrahim kekasih Allah dari benih seorang Azar, si pemuja patung. Allah juga berkuasa membalikkan hidup Umar bin Khattab dari seorang preman menjadi khalifah jempolan. Allah pun berkuasa membuat Ibnu Saqa, seorang yang hafal al-Qur'an, menjadi nasrani hingga hilang seluruh hafalannya, kecuali satu ayat saja yang ia ingat, yaitu surat al-Hijr ayat 2," terang beliau sungguh-sungguh. Aku manggut-manggut, mendengarkan dengan saksama.

"Allah itu berkuasa atas jiwa kita kemarin, hari ini, esok, dan selamanya," pungkas beliau, sebelum meninggalkanku sendiri di ruang tamu. Saat itu.

Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu ánhu waj'alil jannata matswahu... Aamiin...

*) Tentang ayah Nabi Ibrahim, para ulama ahli tafsir berbeda pendapat. Di antaranya sebagai berikut.
-       Azar bukan ayah Nabi Ibrahim, melainkan paman beliau.
-       Azar adalah ayah Nabi Ibrahim. Nama lainnya adalah Tarih atau Taruh.

Wallahu a'lam. Silakan dikaji sendiri dari kitab-kitab tafsir.

4 comments:

Wulan Dalu said...

seharusnya memang tidak berlebihan, tapi kadang manusia banyak lupa-nya, semoga selalu ingat

Irham Sya'roni said...

Iya, ya, Mbak...
Semoga saya pun demikian, selalu ingat.

mahbub ikhsan said...

ASS,wbr.blognya makin lama makin sejuk di hati mas ustadz ,kulo numpang lewat enjeh kaleh nyucup ilmune...heee...mugi mbten kesupe kaleh kwulo.

Irham Sya'roni said...

Wa'alaikumussalam...
Alhamdulillah,setelah lama tak bersua, hari ini kita berjumpa kembali, ya, Mas. Saya masih ingat dengan kacamata nyentriknya kok. Hehe