ads
Monday, March 21, 2016

March 21, 2016
2


Debat kusir merupakan gabungan dua kata, “debat” dan “kusir”. Kusir ialah orang yang mengemudikan delman sehingga kalau seorang kusir berbicara maka akan membelakangi penumpangnya atau paling tidak menyamping dari penumpangnya.

Jadi, debat kusir bisa kita artikan sebagai debat yang “membelakangi” pendapat teman debat sehingga tidak berujung akhir. Boleh dibilang, itulah debat yang tidak berguna karena tidak disertai pijakan ilmiah dan pikiran yang jernih. Masing-masing pihak keukeuh mempertahankan pendiriannya, meskipun dengan argumen yang sering kali ngawur. Akibatnya, yang terjadi adalah debat yang tidak pernah nyambung satu sama lain karena masing-masing keburu terbakar nafsu dan emosi.

Biasanya, debat seperti ini banyak terjadi di dunia maya atau media sosial. Di facebook, misalnya, banyak sekali akun-akun siluman, yakni akun jadi-jadian yang tidak berani menampilkan identitas diri. Bisa jadi karena mereka malu tampak mukanya yang terlalu ganteng atau teramat cantik. Bisa jadi karena tidak pede dengan kelimuannya. Atau, karena alasan-alasan lain. Yang jelas, berdebat dengan akun siluman itu menakutkan; menakutkan bagi masa depan bangsa. Hehhe...

Dalam debat kusir, karena masing-masing sudah terbakar nafsu untuk menjatuhkan teman debat, apa pun pandangan atau tulisan dari teman debat tidak akan dibaca dan dipahami dengan kepala dingin dan pikiran yang jernih. Akibatnya, fondasi ilmiah dalam debat pun menjadi rapuh, bahkan runtuh.

Dalam konteks debat seperti inilah, kita patut mendengarkan dan sendiko dhawuh kepada petuah Imam Syafi’i.

- “Aku tidak pernah berdebat untuk mencari kemenangan.”

- “Aku mampu berhujjah dengan 10 orang yang berilmu, tetapi aku pasti kalah dengan seorang yang bodoh, karena orang yang bodoh itu tidak pernah paham akan landasan ilmu.”

- “Apabila orang bodoh mengajak berdebat denganmu, maka sikap yang terbaik adalah diam, tidak menanggapi. Apabila kamu melayani, maka kamu akan susah sendiri. Dan bila kamu berteman dengannya, maka ia akan selalu menyakiti hati.”

- “Apabila ada orang bertanya kepadaku,’Jika engkau ditantang oleh musuh, apakah engkau diam?” Imam Syafi’i menjawab, “Sesungguhnya untuk menangkal pintu-pintu kejahatan itu ada kuncinya. Sikap diam terhadap orang yang bodoh adalah suatu kemuliaan. Begitu pula diam untuk menjaga kehormatan adalah suatu kebaikan. Apakah kamu tidak melihat bahwa seekor singa itu ditakuti lantaran ia pendiam? Sedangkan seekor anjing dibuat permainan karena ia suka menggonggong?”

- “Orang pandir mencercaku dengan kata-kata jelek, maka aku tidak ingin untuk menjawabnya. Dia bertambah pandir, sedangkan aku akan bertambah lembut seperti kayu wangi yang dibakar jsutru semakin wangi.”

Sikap Imam Syafi’i tersebut sejalan dengan sabda Nabi Muhammad: “Aku akan menjamin sebuah rumah di dasar surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun dia berada dalam pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan bercanda. Dan aku akan menjamin sebuah rumah di bagian teratas surga bagi orang yang membaguskan akhlaknya.” (HR. Abu Dawud dalam Kitab al-Adab, hadits no 4167)

Kalimat singkat KH. Mustofa Bisri (Gus Mus) berikut bisa menjadi bahan renungan kita: "Ada yang sibuk memperdebatkan ibadah, sehingga dia tidak sempat beribadah."

Kesimpulannya, perdebatan yang harus dihindari adalah perdebatan dengan orang-orang yang memperturutkan hawa nafsu (debat kusir). Di antara ciri-cirinya adalah suka mencerca dengan kata-kata jelek atau mencela. Padahal, Rasulullah Saw tidak pernah mencaci orang lain. Sahabat Abu Hurairah pernah meminta kepada Nabi agar mendoakan kecelakaan, keburukan, atau kesengsaraan bagi orang-orang musyrik. Nabi Saw mengatakan:
إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا ، وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً
“Aku tidak diutus Tuhan untuk mengutuk orang. Aku diutus hanya untuk menyebarkan kasih sayang.” (HR. Muslim).

Allah Swt juga berfirman, “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (Q.S. Al An’am, 6: 108).

Salam santun.
Salam ukhuwah.

2 comments:

Rosanna Simanjuntak said...

Terima kasih atas pencerahannya

Irham Sya'roni said...

Sama-sama, terima kasih kembali Mbak Rosanna.