ads
Wednesday, December 18, 2013

December 18, 2013
4
Kiai Mujab, begitulah sehari-harinya ia dipanggil. Ia adalah kiai yang sangat
produktif. Bagaimana tidak, sampai saat ini sudah 167 judul buku ia hasilkan. Almarhum K.H A. Mujab Mahalli lahir di Bantul, 25 Agustus 1958 dari pasangan Muhammad Mahalli dan Dasimah. Dari hasil perkawinannya dengan Nadziroh, Kiai Mujab dikaruniai empat orang anak, semuanya laki-laki. Yaitu Ahmad Firdaus Al Halwani, Ahmad Muhammad Naufal, Muhammad Iqbal dan Hadian Sofiyarrahman.  

Riwayat Pendidikan
Pendidikan yang pernah ia tempuh dimulai dari SD kemudian melanjutkan ke PGA di Wonokromo. Masuk tahun 1968 lulus 1972. Setelah menyelesaikan PGA, ia melanjutkan ke pesantren Salafiyah Banjarsari, Tempuran, Magelang pimpinan Kiai Muhammad Syuhudi. Selama sembilan tahun ia menimba ilmu di pesantren ini. Kenapa sampai sembilan tahun? Karena selama nyantri kiai Mujab dikenal nakal dan sulit diatur.

Perjalanan nyantrinya memang unik. Pernah suatu ketika Mujab Mahalli tidak diterima di sebuah pesantren. Tetapi oleh bapaknya diserahkan kepada santrinya, Abdullah Busyro. “Iki adikmu tak pasrahke awakmu. Pondokke endi terserah karepmu.” (Ini adikmu saya serahkan padamu. Terserah kamu, dipondokkan ke mana,-red). Karena dia merasa diserahi putra gurunya, dia minta petunjuk mbah Hamid dari Kajoran. Kemudian oleh mbah Hamid ia dibawa ke sebuah pesantren kecil yang jumlah santrinya ketika itu baru 10 orang. Mbah Hamid mengatakan kepada Mujab Mahalli, “Di sini kamu harus 7 tahun. Itu kalau mau jadi. Kalau enggak mau, ya enggak jadi orang.” Begitulah, mulai saat itu dia mulai memperoleh bimbingan spiritual dari kiai Muhammad Syuhudi.

Mulai menulis
Keproduktifannya menulis buku memang tidak begitu saja hadir. Semasa menjadi santri kiai Mujab memiliki banyak buku, seperti buku-buku psikologi berbahasa Arab. Dari situlah Kiai Mujab mendapat inspirasi. Seperti buku “Melahirkan Anak Sholeh” ia tulis berdasarkan tinjauan psikologi dari buku-buku psikologi yang ia miliki.

Di samping itu, pada usia-usia SLTP ia sudah mulai menulis. Pertama sekali menulis cerpen. Cerpen pertamanya berkisah tentang cinta segi tiga dan diterbitkan oleh Majalah Kiblat. Cerita ini menurut penuturannya, bermula dari ketika ia tidak memiliki uang. Suatu ketika ia melihat teman sekolahnya berpacaran, sambil intip-intipan di jendela. Kemudian dia menemui teman wanitanya dan mulai menggoda. Dari situ kemudian ia menulis.

Cerpennya yang lain, “Antara Adzan dan Lonceng”, menceritakan kisah cinta dua anak manusia, yang satu taat beribadah ke masjid dan yang satunya rajin ke gereja. Cerpen ini terinpirasikan dari fenomena setelah beliau melihat dan merasakan ada jarak antara Islam dan Kristen. Banyak cerpen yang ditulisnya masuk media massa saat itu, khususnya Majalah Kiblat dan Rindang.

Dorongan dari Mahbub Junaidi dan Hadiah Mesin Ketik
Di usianya yang masih tergolong muda, 22 tahun, Mujab Mahalli sudah mulai menulis buku. Pertama kali menulis buku tahun 1979 dan terbit tahun 1980 dengan judul “Mutiara Hadits Qudsi” oleh Penerbit Al-Ma’arif Bandung. Hal itu tak lepas dari dorongan Mahbub Junaidi. Yang membuat tertarik Mahbub Junaidi adalah semangatnya yang luar biasa untuk menulis buku, padahal usianya masih tergolong muda. Saking terkesimanya Mahbub dengan Mujab muda, dia menghadiahkan mesin ketik.

Mulai saat itu ia makin giat menulis. Sampai hari ini sudah 167 buku ia tulis, baik terjemahan maupun saduran. Dan sampai saat ini ia masih dalam proses menulis syarah sebuah kitab kuning.

Menggunakan Nama Anaknya sebagai Samaran

Dalam menulis buku, Mujab Mahalli sering menggunakan nama samaran, yakni nama anaknya sebagai samaran. Banyak buku karangannya menggunakan nama-nama anaknya. Misalnya, buku “Melahirkan Anak Sholeh” dengan nama samaran Aba Firdaus Al-Halwani, buku “Do’a-Do’a Mustajab, Do’a-Do’a Yang Didengar Allah, Manajemen Qolbu” dengan menggunakan nama Abu Ahmad Muhammad Naufal, buku terjemah “washoya al-abab lil abna’” buku “Hak-Hak Anak dalam Syari’at Islam” dengan nama samaran Abu Hadiyan Sofiyarrahman, dan buku-buku lainnya.

Suka Duka Menulis
Ketika ditanya suka dukanya menulis, kiai yang suka humor ini mengatakan, sukanya banyak sekali. Dukanya, ketika masih menjadi penulis pemula, ia kena pingpong. “Yang membuat saya sangat marah dulu, kalau ada anggapan bahwa yang backgroundnya bukan orang kampus, seakan-akan karyanya tidak bisa diandalkan. Saya hidup di pesantren. Image yang berkembang, tulisan-tulisan orang pesantren tidak bermutu. Tapi setelah ada dukungan Mahbub Junaidi dan Musthofa Mahdami, ternyata buku kita laku juga,” katanya.

Menurut dia, sukanya menulis itu bukan ketika menerima honor, tetapi suka, bisa berkarya dan suka, karena banyak membaca ketika menyelesaikan sebuah tulisan, dan tulisannya dicetak menjadi sebuah buku.

Mahir Berpidato
Selain mahir dalam bidang tulis-menulis, ternyata kiai Mujab Mahalli juga mahir dalam hal berpidato (retorika). Bahkan sejak usia SMP pula dia sudah berpidato di panggung-panggung.

Menurutnya menjadi muballigh itu mengasyikkan. Sukanya banyak sekali, dukanya tidak ada.”Kalau kita berbicara menulis dan bertabligh itu semua tidak ada dukanya. Itu jika semangat kita semangat dakwah, mengembangkan ilmu, semua hambatan mudah ditembus. Pengalaman harus mendorong motor berkilo-kilo setelah memberi pengajian menjadi biasa, bukan sebagai duka”, tuturnya.

Menjadi Kiai
Kiai A. Mujab merasa beruntung mentaati nasehat Mbah Hamid Kajoran. Karena sepulang dari pondok (1982) ia langsung mendirikan pondok pesantren yang pernah di rintis ayahnya. Ia masih teringat ketika harus memilih antara berangkat ke Timur Tengah, kemudian menjadi pejabat gede dan tidak bisa meneruskan perjuangan bapaknya, atau tidak berangkat tetapi bisa meneruskan perjuangan bapaknya. Waktu masih di Magelang ia pernah mendaftar untuk bisa studi ke Timur Tengah dan diterima. Tetapi karena keinginannya itu diketahui oleh mbah Hamid dan ia kelihatan bingung, akhirnya, “Ya saya memilih tidak berangkat. Mulai saat itu semua ijazah saya bakar,” penuturannya ketika mengenang momentum yang paling menentukan jalan hidupnya.

Berawal dari pengajian selapanan (35 hari) dan pengajian keliling di berbagai desa dan atas dukungan dari masyarakat sekitar maka pada tanggal 10 Oktober 1982 resmilah berdirinya pondok pesantren Al-Mahalli dengan asrama yang permanen meskipun masih sederhana. Pesantren ini beralamatkan di dusun Brajan Wonokromo Pleret bantul Yogyakarta.

Banyak anak-anak muda dari berbagai daerah dan pelosok desa yang umumnya dari golongan ekonomi lemah berdatangan dengan maksud yang sama, yaitu menjadi santri dan tinggal (mondok). Santri pertamanya berjumlah 7 orang. Semuanya dari luar dan mukim di dalam pondok. Sedangkan yang nglaju (santri kalong) dari masyarakat luar sudah banyak, waktu itu sekitar 40-an orang.

Saat ini jumlah santri yang diasuhnya semakin meningkat. Jumlah santri tetap sebanyak 450 orang, 350 orang di antaranya tinggal di asrama. Begitu pula dengan kegiatan yang ada, semakin padat dan diikuti oleh berbagai kalangan. Untuk mengatasi meningkatnya keperluan dakwah dan makin bervariasinya segmen masyarakat yang perlu dilayani serta tambahnya bidang garap yang harus ditangani, maka kiai Mujab mulai mendirikan lembaga-lembaga otonom di lingkungan pesantrennya. Antara lain Madrasah Tsanawiyah Al-Mahalli, Lembaga Kajian Pengembangan Islam dan Masyarakat (LEKPIM), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren), Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Lembaga dakwah yang semuanya memiliki fungsi dan segmen layanan yang berbeda.

Untuk menyebarluaskan kemahirannya dalam tulis-menulis, kiai Mujab membentuk lembaga Lajnah Ta’lif wan-Nasyr (Penulisan dan Penerbitan). Dengan lembaga ini para santri yang memiliki bakat dalam bidang penulisan dididik langsung oleh Kiai dibantu oleh para ustadz yang telah berpengalaman dalam bidang penulisan. Lembaga ini hingga kini telah menelorkan sejumlah penulis muda yang cukup produktif, khususnya pada penulisan buku-buku keagamaan.

Kiai Mujab dalam Pentas Perpolitikan
Selain berpedikat sebagai seorang penulis dan muballigh, kiai Mujab Mahalli tenyata juga dikenal sebagai seorang politisi. Sorang politisi yang unik dan nyentrik. Ia seorang politisi yang unik dan nyentrik. Ia termasuk aktifis politik murni, yang menjadikan politik sebagai wahana amar ma’ruf nahi munkar. Sebab meskipun aktif di bidang politik ia tidak pernah mau diangkat menjadi anggota legislatif. Ia tidak mau mencari kedudukan lewat politik.

Ketika berpolitik, kiai Mujab selalu memikirkan persatuan umat. Ia tidak menginginkan umat terpecah belah secara tajam karena politik. Pernah di satu pemilu ia berembug dengan sasama kiai NU yang ada di PPP. Kiai-kiai ini kemudian membagi kecamatan-kecamatan, untuk mengatur mana yang dimenangkan Golkar dan mana yang dimenangkan PPP. “Dia saya minta untuk tidak masuk ke kecamatan saya, dan saya juga tidak masuk ke kecamatan dia. Dengan demikian massa kampanye dan pemilunya berlangsung damai-damai saja,” tuturnya sambil tersenyum.

Dari Golkar Kiai Mujab kemudian masuk PKB. Awalnya memimpin partai di tingkat cabang dan sekarang ketua tanfizhi Dewan Pimpinan Wilayah PKB. Sampai di DPW juga ia tidak mau masuk ke DPRD. Alasannya, ia merasa bahwa menekuni pondok pesantren sudah menjadi pilihan dan komitmennya. “Kalau saya sibuk menjadi anggota dewan, kapan saya mengurusi pesantren,” katanya.

Kiai Mujab Mahalli sangat mengharapkan agar para santri mau dan mampu menulis. Oleh karena itu ia berpesan agar para santri itu jangan sampai memiliki semangat konsumen. Dalam kitab “Ta’lim al-muta’allim” kan disebutkan, “Hai orang yang punya nalar, belajarlah menulis. Karena tulisan itu merupakan hiasan bagi orang yang memiliki adab (moral). Kalau kamu orang kaya, karya tulisanmu itu menjadi hiasan. Tetapi apabila engkau miskin, maka pekerjaan yang terbaik adalah menulis.” Beliau juga berpesan kepada para santri dengan kata-kata mutiara yang diciptakannya, “Jadikan otakmu sebagai pencipta bahan pustaka, jangan hanya berfungsi sebagai perpustakaan.”

Karya-karya A. Mujab Mahalli


1. Mutiara Hadits Qudsi
2. Membongkar Rahasia Perdukunan Para Kiai
3. Selamatkan Keluargamu dari Api Neraka
4. Membangun Pribadi Muslim
5. Cinta Suci Perempuan Sufi, Perjalanan Hidup  Rabi’ah Al-Adawiyah
6. Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya
7. Asbabun Nuzul
8. Melahirkan Anak Sholeh
9. Do’a-Do’a Mustajab
10. Do’a-Do’a Yang Didengar Allah
11. Manajemen Qolbu,

12. dan masih buanyak lagi lainnya. ***
(Saychu, Lukman dan Sigit)

Repost dari www.pondokpesantren.net
Sumber gambar 1: bundaneswa.blogspot.com
Sumber gambar 2: www.marketingalitishom.com

*) Beliau merupakan murabbir-ruh istri saya yang selama beberapa tahun istri saya nyantri di pesantren beliau, yakni Pondok Pesantren Al-Mahalli, Brajan, Wonokromo, Pleret, Bantul.

4 comments:

Yayack Faqih said...

karya yg fenomenal,,, saya baru tahu nama beliau di blantika kepenulisan indonesia. tapi kalo melihat dari cerita di atas rasanya perlu di tiru ttg semua karya dan perjuanganya...

Irham Sya'roni said...

Betul, Mas. Saya sendri pun terjun ke dunia menulis --salah satunya--juga terinspirasi oleh perjuangan dan produktivitas beliau, yg merupakan guru dr istri saya karena istri saya memang nyantri di pesantren beliau.

mahbub ikhsan said...

WALALAUPUN KULO MBTN TEPANG MENWI JUDULE KIAI POKOE IDEM ..MAS USTADZ..HEEE

Irham Sya'roni said...

Tentu banyak inspirasi dan keteladanan yg bis kita petik lalu kita tiru ya, Mas. siPPP....