ads
Saturday, March 10, 2012

March 10, 2012
28
Mengingat suami dan istri punya cara berpikir, kebiasaan, dan juga gaya komunikasi tertentu yang berbeda dengan pasangannya maka pertengkaran merupakan hal yang sangat normal dalam kehidupan pernikahan. Adanya pertengkaran juga menunjukkan bahwa proses penyesuaian diri sedang berlangsung dan masih ada komunikasi di antara suami dan istri.

Cukup banyak pasangan yang mengaku bahwa mereka bertengkar hebat hanya gara-gara hal sepele. Namun, bila pertengkaran sudah menjadi rutinitas sehari-hari, diwarnai oleh kata-kata kasar, menyebabkan macetnya komunikasi, dan berakhir dengan saling menyakiti maka sudah saatnya untuk mencari solusinya. Bila dibiarkan berlarut-larut, pertengkaran semacam ini akan menutupi rasa cinta Anda kepada pasangan dengan kemarahan, kekecewaan, dan dendam yang mendalam.

Solusi dari masalah di atas di antaranya sebagai berikut.
a.   Umumnya, pertengkaran yang sering terjadi disebabkan oleh masalah yang ‘itu-itu’ saja. Pemicunya bisa berupa hal kecil, namun inti permasalahannya tetap sama dan belum juga menemukan pemecahan. Bahkan, kadang menimbulkan perang dingin karena kedua belah pihak merasa benar dan gengsi untuk mulai berbaikan kembali. Kecuali jika pasangan Anda seorang cenayang, sulit untuk memahami perasaan dan isi pikiran Anda jika membisu. Sebaliknya, jika pasangan yang membisu, coba bujuk ia agar bicara. Anda perlu menemukan isu utama di balik masalah yang terjadi.  Sebenarnya, itu semua karena komunikasi yang kurang lancar, kurang ada keterbukaan mengenai keinginan serta batasan masing-masing. Wanita cenderung lebih sensitif dan tidak membicarakan langsung pokok masalah. Adapun pria cenderung bicara straight to the point.

      Oleh karena itu, coba gali inti masalah yang ingin Anda bahas bersama pasangan. Batasi pembicaraan hanya untuk masalah itu agar tidak berbelit-belit ketika membicarakan dan merampungkan sebuah masalah. Sebaliknya, coba dengarkan dan pahami juga pandangan pasangan Anda terhadap masalah tersebut. Jangan mempertahankan gengsi dan ego masing-masing.

b.   Salah satu kelemahan utama dari pasangan yang hobi bertengkar adalah kurangnya kesediaan untuk mendengarkan pasangan. Masing-masing lebih sibuk memikirkan apa yang akan diucapkan untuk “melawan” perkataan pasangannya. Akibatnya, suami dan istri semakin keras mengungkapkan pendapatnya  karena merasa tidak didengar. Dalam kondisi kesal dan marah, Anda mungkin cenderung melihat satu kesalahan pasangan sebagai sesuatu yang meluas, kemudian muncul ucapan-ucapan tertentu, seperti, “Suami tidak bertanggung jawab, lebih baik kita cerai saja!” Atau, “Kamu sama keras kepalanya dengan ibumu!” Ucapan-ucapan seperti itu bisa merupakan pemicu pertengkaran hebat dan bahkan kekerasan fisik.

      Bila pasangan mulai naik darah dan menyinggung kesalahan Anda pada masa lalu, sedapat mungkin hindari melakukan hal yang sama karena cara ini justru akan membesarkan api amarahnya. Abaikan saja kemarahan pasangan. Dengan bersikap tenang dan tidak berkomentar, biasanya kemarahan pasangan lebih cepat reda. Tetaplah hanya membicarakan isu yang sedang dibahas. Bila situasi sangat memanas, lebih baik Anda berdua break sejenak untuk menenangkan diri dan meneruskan pembicaraan saat Anda berdua sesudah lebih tenang.

c.   Salman Al-Farisi r.a. meriwayatkan bahwa suatu ketika Fatimah r.ha. berkunjung kepada Rasulullah. Ketika Rasulullah saw melihatnya, kedua mata Fatimah mencucurkan air mata, dan raut mukanya berubah. Nabi saw bertanya, “Mengapa engkau, wahai anakku?” Fatimah r.ha. menjawab, “Ya Rasulullah, tadi malam aku dan Ali bergurau, dan telah timbul percakapan yang menyebabkan dia marah kepadaku karena kata-kata yang terlontar dari mulutku. Ketika aku melihat bahwa dia (Ali) marah, aku menyesal dan merasa susah. Aku berkata kepadanya, “Hai kekasihku, kesayanganku, relakanlah akan kesalahanku, seraya aku mengelilinginya dan merayunya sebanyak tujuh puluh dua kali sehingga dia menjadi rela dan tertawa kepadaku dengan segala kerelaannya, sedang aku tetap merasa takut kepada Tuhanku.” Rasulullah bersabda kepada Fatimah r.a., “Wahai anakku, demi Dzat yang telah mengutusku sebagai nabi dengan agama yang haq, sesungguhnya sekiranya engkau mati sebelum Ali merelakanmu maka aku tidak akan menshalati mayatmu.” Kemudian beliau bersabda lagi, “Wahai anakku, tidakkah engkau mengetahui bahwa kerelaan seorang suami itu merupakan kerelaan Allah dan kemarahan seorang suami itu merupakan murka Allah.”

d.   Banyak pasangan yang percaya bahwa pemecahan masalah harus dilakukan sampai tuntas, sebelum tidur. Jadilah mereka berdebat atau bertengkar sampai pagi. Padahal, beberapa jam kemudian mereka harus segera berangkat kerja. Bila suasana hati sudah semakin “panas”, sebaiknya hentikan dulu pembicaraan Anda dan pasangan. Tunggu beberapa waktu, atau bahkan beberapa hari untuk kemudian kembali duduk bersama dan mencoba membahas masalah ini. Pada saat seperti ini, komunikasi yang efektif dapt lebih mudah diraih dengan perasaan yang sudah “dingin”. Rasulullah saw pernah bertanya kepada para sahabatnya, “Maukah kuberitahukan kepadamu, bekal istrimu di surga?” Para sahabat menjawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Yaitu setiap istri yang penuh kasih sayang dan banyak anak (subur) dan bila ia marah atau diganggu atau dimarahi oleh suaminya, lalu ia menyerahkan dirinya dan berkata, “Inilah tanganku terserah kepadamu, aku tidak akan dapat tidur sehingga engkau rela kepadaku.” (H.R. Thabrani)

e.   Jika marah pasangan Anda telah mereda, ajaklah ia bicara, duduklah berdua. Carilah tempat se-enjoy mungkin untuk Anda dan pasangan. Lakukan “open talk”, bicara terbuka dari hati ke hati. Bicaralah setepat dan sehati-hatinya agar tak kembali memancing konflik. Tanyakan harapan dan keinginannya, mengapa ia marah, mengapa begini, mengapa begitu. Lakukan dengan sabar dan lembut. Saat Anda open talk, jangan libatkan hati terlalu banyak. Sebab yang muncul hanyalah “pembenaran” diri dan egoisme individu yang tinggi. Apalagi dalam keadaan marah.

f.    Jika konflik telah mereda, mintalah maaf kepada pasangan. Setiap pertengkaran selalu menyisakan emosi negatif bagi kedua pasangan. Semakin sering Anda bertengkar, semakin banyaklah tumpukan “racun hati” ini. Jadi, sangat disarankan untuk saling meminta maaf setelah pertengkaran usai. Bila masih terasa sulit untuk mengomunikasikan kata maaf secara terbuka, tunjukkan melalui sikap yang manis dan tindakan yang menyenangkan pasangan sebagai simbol permintaan maaf dan usaha untuk mengembalikan kehangatan hubungan. Memang memaafkan tidak selalu mudah, tetapi banyak kebaikan yang dapat dituai bila kita mau memaafkan. Sebagai mana dicontohkan Rasulullah saw, “Memaafkan atau meminta maaf memiliki banyak kebaikan. Memaafkan merupakan sikap para penghuni surga.” Sebagaimana firman Allah, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabb-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik pada waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Q.S. Ali Imran [3]: 133-134)

g.   Jadi, tak ada ruginya memaafkan orang lain. Apalagi orang lain itu adalah belahan jiwa Anda. Ingatlah saat-saat indah Anda, saat menjemputnya ke pelaminan, saat-saat mesra bersamanya, kebaikannya, juga bakti dan kasih sayangnya. Semoga itu mampu melumerkan ketegangan yang tengah terjadi, melembutkan kemarahan di dada. Bisa juga suami mendinginkan kemarahan istri dengan mesra, seperti yang dilakukan Rasulullah. Nabi saw biasa memijit hidung Aisyah jika ia marah dan beliau berkata, Wahai Aisy, bacalah doa, ‘Wahai Tuhanku, Tuhan Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, hilangkanlah kekerasan hatiku, dan lindungilah diriku dari fitnah yang menyesatkan.” (H.R. Ibnu Sunni)

h.   Seorang sahabat berkata kepada Nabi saw, “Ya Rasulullah, berpesanlah kepadaku.” Nabi saw berpesan, “Jangan suka marah (emosi).” Sahabat itu bertanya berulang-ulang dan Nabi saw tetap berulang kali berpesan, “Jangan suka marah!” (H.R. Bukhari). Emosi itu memang harus disalurkan, namun terkadang, ada beberapa cara-cara lain yang lebih baik ketimbang menyalurkannya lewat kemarahan. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi amarah, yaitu berpindah tempat (misal dari duduk kepada berdiri), mengambil air wudhu, dan membaca ta’awudz. Menahan amarah bukanlah perkara mudah. Karenanya, Rasulullah saw berkata, “Orang kuat itu bukanlah orang yang menang bergulat, tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan dirinya ketika marah.” (H.R. Muttafaq Alaihi)

28 comments:

Elfrida Chania said...

Blogwalking siang.. Salam kenal ya :)

cerita anak kost said...

waduh, ane harusnya belajar dari ini semua gan. sayang ane belum bisa mempraktekan, karena belum punya bini. yang no 4 mungkin bisa di pandang sebelah mata, apalagi yang tidak mamahami islam secara menyeluruh. diangap bahwa suami sok berkusa. padahal kan islam ituadalah agama sempurna yang menciptakan hirarki, si ibu (istri) harus patuh kepada suami, sedangkan suami harus patuh kepada ibunya (yang mana ia adalaha perempuan) jadi bukan berarti perempuan kalah di banding lelaki. ada masa dan saatnya, itu saja yang saya tau.
makasih ilmunya gan, ane ntar camkan. supaya bisa di praktekkan

Unknown said...

wah jadi berumah tangga itu juga sering berantem ya

rizki_ris said...

Kunjungan dini hari mas
wah tipsnya menarik
bekali untuk saya nanti kalau sudah berkeluarga
semoga nanti saya tidak tengkar terus sama suami saya
amiin

Irham Sya'roni said...

@Elfrida Chania teria kasih sudah berkenan mampir. Salam kenal juga. salam persaudaraan

Irham Sya'roni said...

@cerita anak kost Semoga dimudahan oleh Allah untuk bertemu jodoh yang baik dan membahagiakan hati dunia akhirat. Dengan begitu kan tulisan ini bisa dipraktikkan. hehe

Irham Sya'roni said...

@rizaaal Bukan sering berantem Mas Rizal, tetapi memang ada kalanya suami dan istri sesekali terlibat perbedaan pandangan hingga berujung "percekcokan" kecil. Nah, yg bahaya itu kalo keseringan. Bisa fatal nanti...

Irham Sya'roni said...

@rizki_ris Semoga kelak bahagia selalu bersama suami. Bisa menyelesaikan semua problem rumah tangga secara arif dan bijaksana demi keutuhan hidup bersama. amin

Unknown said...

Selalu ingin melakukn yang terbaik untuk suami
Tapi kadang caraku yang salah malahn aku yang suka ngambek

Irham Sya'roni said...

Dengan saling pengertian dan disampaikan dari hati ke hati, insyaAllah akan berakhir dengan baik dan indah. Aamiin

Unknown said...

terima kasih atas saran nya... semoga bermanfaat bagi kita semua yg membaca nya

Irham Sya'roni said...

Aamiin... terima kasih kembali.

Unknown said...

Trimakasih mas. Pembahasannya sangat menginspiratif bagi saya yg saat ini sedang bertengkar hebat dengan insyaallah calon istri.
Trimakasih

KANTOR URUSAN AGAMA said...

Terima kasih. Ulasannya sangat baik. Jazakallahu khairan. Amiiin

Irham Sya'roni said...

Terima kasih kembali, Pak. Wa iyyaka

Irham Sya'roni said...

Terima kasih kembali. Semoga bermanfaat

myrandha said...

Benar sekali, itulah yg sedang saya alami.karena terlalu seringnya bertengkar menutupi rasa cinta ke pasangan dengan kemarahan, kekecewaan dan dendam yg mendalam.saya sudah tidak tau lg mesti gimana, karena diingatan saya cuma perilaku jelek suami

Irham Sya'roni said...


semoga segera mendapatkan jalan komunikasi terbaik sehingga bisa akur dan harmonis kembali. Salam

Devina said...

Mohon ma'af bisakah sy brtanya bgmna klu sang istri membuat kesalahan kecil yg d mana hal itu tdklah menyakiti hati suami tapi suami menghukum dan marah trhadap istrinya hingga brhari" dan bahkan mendiamkan istrinya sedangkan sang istri sdh dgn rendah hati dan tulus meminta ma'af atas tindakannya tp tdk d hiraukan.,?!!

Irham Sya'roni said...

Meminta maaf adalah sifat mulia seorang penghuni surga. Ketulusan dan kesungguhan seorang istri meminta maaf kepada suaminya sudah dicatat oleh Allah sebagai jalan menuju surga.

Begitu pula memberi maaf, adalah sikap para penghuni surga. Orang yang memaafkan, maka baginya surga. Bagaimana jika dia tidak mau memaafkan? Maka Allah akan membalasnya dengan tidak mengampuni dosanya. Allah Swt berfirman, "...dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?...” (QS. An-Nur: 22)

Terlepas dari hal itu, tetaplah bersabar dan berbuat baik kepada suami. Dengan begitu, lambat laun Allah akan meluluhkan hatinya. InsyaAllah...

Unknown said...

Pas sekali dengan rumah tangga sya..
Rumah tangga baru 2 tahun pya anak laki" 1...
Istri ku orngnya cemburuan klau brntem ngomongnya kasar klo di bls malah tambah menjadi..kita sm" egois.
Istriku itu klo lg marah suka mukul" ngejambak tp sya biarin..
Tp sekali sya balas istriku malah nangis sambil mukul" lg..
Yg sya heranin itu kenapa istriku gk mau nerima kalau sya blas memarahi dan menyakiti pdhl isrtiku yg mulai...
Semnggu sekali ska berntem dengan hal" yg sepele dan saling menyakiti..
Rumah tangga kami aneh sering berantem tp cpet berdamai lg..
Tp dalam hati sya ska berkta kasihan isrtiku menangis mengeluarkn air mata...
sya takut kalau keseringn berntem akn menutupi rsa syng sprti yg bpa tuliskn..
Sya harus gmn pa?
Sya ingin rumah tangga sya harmonis
Sya gk mau melihat istriku menangis..

Terima kasih......

Irham Sya'roni said...

Umur rumah tangga 2 tahun selayaknya masih hangat-hangatnya.
Istri cemburu itu wajar, bahkan harus, karena cemburu tanda cinta. Sebagaimana Aisyah yg cemburu kepada madu-madu lain Rasulullah.
Marah dalam khidupan keluarga adalah hal yang biasa. Kalau dikelola dengan baik, akan menjadi wasilah yang indah dan romantis dalam berumah tangga. Yg penting jangan dijadikan kebiasaan.
Hindari kekerasan fisik saat saling marah. Api tidak akan padam jika dibalas dengan api. Cukup siramkan air untuk memadamkannya. Salah satu dari suami-istri harus menjadi api itu. Mengalah dan memanjakan dan memberi perhatian penuh cinta, insyaAllah akan mengubah semuanya.
Semoga kita bisa mengelola konflik dalam rumah tangga menjadi media perekat hangat dalam berkeluarga.

Unknown said...

Terimakasih pa tulisannya sangat menginspirasi saya.semoga makin maju dan jaya.
Salam kenal pa.

Irham Sya'roni said...

Sama-sama, terima kasih kembali, Mbak/Mas Kamarullah Solissa.
Salam kenal juga...

Irham Sya'roni said...

Alhamdulillah jika memang tulisan sederhana ini ternyata bermanfaat. Semoga segera menikah dan dikaruniai kehidupan berumah tangga yang harmonis; sakinah, mawaddah, wa rahmah. Aamiin

Unknown said...

Berantem terus gara2 uang. Padahal sudah transparan. Anehnya suami saya ketipu uang banyak, awalnya saya ga ngijinin tp dia kukuh minjemin keteman tp malah ditipu. Saya iklash saja. Dan sekarang cuma gara2 saya telat laporan masalah pengeluaran. Suami saya marah malah sering membedakan uang. Uang sudah sendiri2,, uang nya sudah habis saya ga masalah. Giliran uang saya saya pake sedikit malah di tanyain mulu.... Saya harus gimana. Rasanya ingis saya pisah semuanya termasuk orangnya. Saya lelah. Gimana solusinya??

Irham Sya'roni said...

Kewajiban suami adalah menafkahi anak dan istri. Di antaranya adalah hak-hak atas materi dan kesejahteraan. Walaupun istri sudah berduit,suami tetap wajib menafkahi. Sementara duit istri adalah milik istri sendiri. Begitulah Islam memuliakan seorang perempuan. Kesadaran ini harus dipahami benar oleh suami dan istri. Walaupun uang istri adalah milik istri sendiri, tentu tidak semestinya berbuat tabdzir (boros) dg uang tersebut. Walaupun suami telah memberikan hak-hak istri, tidak berarti dia pantas secara bebas menghamburkan uang miliknya.

Telat laporan pengeluaran?
Saya benar-benar tidak paham dengan istilah tersebut karena saya tidak pernah menerapkan itu dalam rumah tangga saya. Bagi saya, rumah tangga bukanlah perusahaan, melainkan tempat bertaburnya cinta dan kepercayaan. Dalam prinsip saya, uang yang saya berikan kepada istri adalah mutlak milik istri saya sendiri. Bukan lagi milik saya. Karena itu lucu sekali jika saya meminta laporan pengeluaran setelah memberinya uang yang menjadi haknya. Bahkan, karena saking percayanya saya kepada istri, saya pribadi tidak pernah memegang uang, kecuali sekadarnya saja. Semua saya serahkan dan percayakan kepada istri. Alhamdulillah, dia amanah dan tidak ada masalah.

Saran saya: bicarakan baik-baik dengan suami. Jika belum bisa menerapkan seperti yang saya terapkan, karena memang membutuhkan kepercayaan, kerelaan, keterbukaan, dan kelapangan, bisa menerapkan sistem keuangan mandiri. Suami memberikan hak istri secara penuh sesuai kesepakatan berdasarkan kebutuhan istri dan kondisi ekonomi keluarga. Selanjutnya, masing-masing (suami dan istri) mengelola/memenej keuangannya sendiri-sendiri. Ibarat perusahaan, keduanya adalah dua perusahaan yang berbeda walaupun dalam naungan satu keluarga. Jika suami membutuhkan suntikan dana dari istri, sifatnya adalah "pinjaman lunak". Begitu pula sebaliknya. Kecuali jika masing-masing telah merelakannya sebagai sedekah, bukan lagi "pinjaman lunak".

Terima kasih. Kuncinya adalah kesadaran dan saling pengertian kedua pihak. Semoga keluarga Anda dianugerahi keberkahan dan keharmonisan. Aamiin

Dani Wahyu said...

Eh iya, ngomongin keluarga, tau ga sih kalo ada sederet masalah finansial yang bisa bikin rumah tangga jadi hancur berantakan? Perlu diwaspadai nih. Cek selengkapnya di sini ya man teman: Masalah finansial yang bikin rumah tangga hancur